Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

G30S PKI

Cakrabirawa dari Patriot Jadi Pengkhianat karena G30S, Mampir ke RS dan Dapat Misi dari Soeharto

Peristiwa gerakan 30 September 1965 masih menjadi hal yang tak bisa di lupakan masyarakat Indonesia.

Editor: Glendi Manengal
Handover
Pasukan Cakrabirawa penagkap 7 Jenderal RI.1 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Peristiwa gerakan 30 September 1965 masih menjadi hal yang tak bisa di lupakan masyarakat Indonesia.

Dimana pada saat itu dewan jenderal menjadi korban penculikan dan pembunuhan.

Pasukan Cakrabirawa yang saat itu menjadi eksekutor bagi para jenderal.

Berikut ini cerita mantan cakrabirawa saat peristiwa G30S PKi terjadi.

Baca juga: Usia Kandungan Lesti Kejora Terbongkar, Semua Berawal dari Rizky Billar yang Pamer Foto USG

Baca juga: 5 Zodiak yang Dikenal Punya Impian Tinggi Namun Malas, Zodiak Pertama Sosok yang Tak Suka Berjuang

Baca juga: Masih Ingat Ade Irma? Korban Termuda G30S, di Pelukan Jenderal: Papa Ade Salah Apa Kenapa Ditembak?

Cerita Kesaksian Ishak Bahar, Eks Cakrabirawa saat G30S. Letkol Untung dan Latief Lapor ke Soeharto sebelum Bantai 6 Jenderal. (Kolase Foto Kompas.com-M Iqbal Fahmi/Dok.Istimewa)

Sejarah mencatat tragedi G30S/PKI atau Gerakan 30 September 1965 yang didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi cerita kelam dalam perjalanan Bangsa Indonesia.

Sejumlah prajurit Cakrabirawa (sekarang Satuan Paspamres) melancarkan operasi penculikan para jenderal TNI.

Tujuh perwira TNI menjadi korban dalam operasi tersebut. Mereka kini dikenal sebagai Pahlawan Revolusi, yakni Letjen Ahmad Yani, Brigjen DI Panjaitan, Mayjen Haryono, Brigjen Sutoyo, Mayjen R Soeprapto, Mayjen S Parman, dan Lettu Pirre Tandean.

Detik-detik mencekam peristiwa berdarah ini diceritakan oleh Ishak Bahar (87), mantan Komandan Regu Pengawal Istana Batalion Cakrabirawa.

Ishak Bahar yang menyandang pangkat terakhir Sersan Mayor (Serma) saat ini tercatat sebagai warga Kelurahan Kalikabong, Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

Ia menjadi salah satu saksi hidup yang mengetahui secara rinci kronologi peristiwa Gerakan 30 September nan mencekam itu.

“Saya pendidikan di Komando Pasukan Khusus (Kopassus) terus bertugas di pengawal Istana tahun 1964. Waktu Soekarno pidato di Konferensi Asia Afrika, saya yang mengawal presiden ke Aljazair,” kata Ishak saat berbincang di rumahnya, Rabu (29/9/2021).

Ishak mengungkapkan, keterlibatan dirinya dalam tragedi G30S/PKI adalah hal yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Dia merasa terjebak dalam pusaran politik yang menjungkirbalikkan nasibnya dari seorang patriot yang terhormat menjadi pesakitan berlabel pengkhianat negara.

Masih jelas di ingatan Ishak saat Letkol Untung, pimpinan Ishak di Batalion Cakrabirawa memberi perintah untuk ikut bersamanya. Padahal, sore itu juga, Ishak ada jadwal mengawal presiden ke Senayan.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved