G30S PKI
Soekarno Keluar dari Istana di Malam Berdarah G30S, Temui Sosok Ini saat Pembantaian Para Jenderal
Sebagai Presiden Indonesia pada saat itu, di mana Presiden Soekarno berada pada malam tragedi berdarah itu?
TRIBUNMANADO.CO.ID - Dimana keberadaan Presiden Soekarno saat tragedi berdarah Gerakan 30 September alias G30S PKI?
G30SPKI merupakan satu peristiwa yang tidak akan terlupa oleh Bangsa Indonesia adalah momen dibantainya enam perwira tinggi TNI Angkatan Darat dan beberapa orang lainnya oleh PKI.
Seperti diketahui, malam itu PKI terlebih dahulu menculik para jenderal sebelum akhirnya melakukan pembantaian keji.
Hingga kini, Peristiwa Gerakan 30 September menjadi gerakan yang tak akan pernah dilupakan oleh segenap masyarakat Indonesia.
G30S/PKI menjadi titik balik beberapa peristiwa besar lainnya yang ada di Indonesia.
• Kisah Tien Soeharto saat Peristiwa G30S, Melawan Perintah Pak Harto hingga Mengungsi di Rumah Ajudan
Tepat hari ini, 30 September 2021, kita semua kembali mengingat dan tahu apa yang terjadi dengan Indonesia dulu.
Peristiwa G30S/PKI merupakan salah satu momen terburuk dalam sejarah Indonesia.
Bahkan peristiwa tragis itu sepertinya tidak akan pernah terlupa oleh bangsa Indonesia.
Bagaimana tidak, enam perwira tinggi TNI Angkatan Darat dan beberapa orang lainnya oleh PKI atau Partai Komunis Indonesia.
Ke 7 korban peristiwa G30S/PKI itu kini kita sebut sebagai Pahlawan Revolusi.
Diketahui, sebelum membunuh para jenderal TNI itu, mereka diculik pada malam sebelumnya.
Nah, setelah peristiwa itu terjadi banyak yang bertanya di mana Jenderal Soeharto berada?
Sebagai salah satu Jenderal TNI, diduga Jenderal Soeharto akan menjadi salah satu korban penculikan.
Namun ternyata dia tidak menjadi korban penculikkan dan selamat.
Bahkan pada akhir peristiwa G30S/PKI, Soeharto muncul sebagai pahlawan.
Karena dialah yang berakhir menyelesaikan kasus ini.
Lalu bagaimana dengan peran Soekarno?
Sebagai Presiden Indonesia pada saat itu, di mana Presiden Soekarno berada pada malam tragedi berdarah itu?
Dilansir dari TribunBatam.id pada Kamis (30/9/2021), lokasi Presiden Soekarno pada malam tragedi G30S/PKI iti terungkap dalam buku Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno.
Dan ternyata pada malam itu, Bung Karno tengah begadang dan dia sama-sekali tidak tahu akan adanya penculikan para Jenderal TNI.
Pada malam itu, tanggal 29 September 1965, Bung Karno punya jadwal menghadiri acara Musyawarah Nasional Teknik (Munastek) di Istora Senayan, Jakarta.
Dan Munastek itu tersebut diprakarsai oleh pemimpin Angkatan Darat dan Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
Beberapa orang yang juga hadir dalam acara itu adalah Brigjen Hartono Wirjodiprodjo yang kala itu menjabat sebagai Direktur Pelalatan AD.
Lalu Menteri Pengairan Dasar saat itu, Ir PC Harjo Sudirdjo.
Brigjen Hartono lalu menjemput Bung Karno di Istana Merdeka dan mengawalnya ke lokasi acara.
Keberangkatan Bung Karno juga didampingi olehpengawal pribadinya Kolonel Maulwi Saelan dan ajudannya Kolonel Bambang Widjanarko.
Bahkan Soekarno sempat melambaikan tangan kepada orang-orang yang ada di sana.
Terdengar juga teriakan “Merdeka”, “Hidup Bung Karno”, dan “Viva Pemimpin Besar Revolusi” dari para hadirin.
Acara Munastek itu sendiri selesai sekitar pukul 23.00 WIB.
Bung Karno lantas kembali ke Istana Merdeka bersama pengawal pribadi dan ajudan.
Merasa tidak ada lagi tugas pengawalan, Maulwi kemudian melapor kepada Soekarno untuk pulang ke rumahnya.
Maulwi pun pulang ke rumahnya di Jalan Birah II No 81, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sekitar pukul 24.00 WIB.
Namun Maulwi tidak pernah tahu bahwa Bung Karno pergi secara diam-diam dari istana.
Bahkan dia hanya dikawal Kompol Mangil dan timnya yang berpakaian preman.
Ternyata Bung Karno sedang menuju rumah istri termudanya, Ratna Sari Dewi di Jalan Gatot Subroto.
Akan tetapi Ratna Sari Dewi rupanya tengah menghadiri malam resepsi di Hotel Indonesia yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Irak di Jakarta.
Lantas Bung Karno pun menyusul ke Hotel Indonesia. Tapi dia tidak masuk.
Justru Bung Karno menunggu di parkiran hotel bersamaa Soeparto, sopir pribadi Presiden.
Lalu mereka menjemput Ratna Sari Dewi dengan dikawal anak buah Mangil, Ajun Inspektur II Sudiyo.
Setelah rombongan kembali ke rumah Ratna Sari Dewi.
Di saat yang sama, di timur Jakarta yang hanya berjarak sekitar 10 km dari rumah Ratna Sari Dewi, telah terjadi penculikan para Jenderal oleh PKI.
Presiden Soekarno sendiri baru mengetahui informasi pembantaian para jenderal itu pada keesokkan harinya, yaitu pada 1 Oktober 1965 jelang siang hari.
Hari berganti. Jumat 1 Oktober 1965, sekitar pukul 05.15 WIB, Mangil menerima telepon dari salah seorang anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang bertugas di Wisma Yaso. Laporan si petugas, hubungan telepon keluar Istana diputus Telkom atas perintah militer.
Mendapat kabar itu, Mangil bergegas pergi ke Wisma Yaso. Dalam waktu setengah jam ia sudah tiba di sana.
Dan sekira pukul 06.00 WIB, Mangil mendapat kabar rumah Menteri Pertahanan dan Keamanan serta Kepala Staf ABRI (Menko Hankam/Kasab) Jenderal Abdul Haris Nasution dan J Leimena ditembaki.
Tak lama kemudian, Bung Karno keluar dari kamarnya dan langsung menghampiri Mangil.
Rupanya, Presiden juga sudah mendapat kabar singkat soal apa yang terjadi di kediaman Nasution.
Kepada Mangil, RI-1 meminta penjelasan rinci tentang apa yang terjadi.
"Bapak rupanya sudah dilapori soal penembakan itu," ujar Mangil.
Tapi, Mangil yang ditanya tidak bisa menjawab secara lengkap. Ketidaktahuan sang pengawal itu membuat Sukarno berang.
Kemudian dia meminta saran apa yang harus dilakukan. Mangil memberi pilihan, Presiden tetap tinggal di Wisma Yaso atau beranjak ke Istana.
Atas saran itu, Sukarno beranjak ke Istana dengan konvoi dan pengamanan ketat. Ketika itu jam menunjukkan pukul 06.30 WIB.
Berselang 10 menit, saat rombongan berada di Jembatan Dukuh Atas, rombongan Presiden terhenti karena ada perintah via radio dari Kolonel CPM Maulwi Saelan yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Komandan Resimen Tjakrabirawa.
Maulwi mengatakan menerima informasi tentang kehadiran pasukan tak dikenal di luar Istana Merdeka.
Itu artinya ada bahaya yang mengancam jika Bung Karno tetap memutuskan untuk menuju Istana.
Apalagi, usai salat Subuh di rumahnya, Maulwi menerima kabar ada penembakan di rumah Johannes Leimena dan Jenderal AH Nasution
"Segera putar arah ke Grogol. Saya menunggu di sana," kata Maulwi via radio.
Grogol yang dimaksud adalah rumah Haryati, istri Bung Karno lainnya.
Sekitar pukul 07.00 WIB, Bung Karno bersama pengawal tiba di Grogol.
Maulwi lalu melaporkan informasi yang dia terima. Mendengar ada penembakan di rumah para jenderal serta pasukan tak dikenal di sekitar Istana, Bung Karno terkejut.
"Wah, Ik ben overrompeld. Wat wil je met me doen? (Aku diserbu. Apa yang kamu mau aku lakukan?)," tanya Bung Karno
"Sementara kita di sini dulu, Pak. Kami mau mencari keterangan dan kontak dengan Panglima Angkatan dan Kodam Jaya, serta menanyakan situasinya," jawab Maulwi.
Bung Karno sadar, ia tak bisa berlama-lama di rumah Haryati, sehingga Maulwi, Mangil dan Suparto (sopir pribadi Soekarno) berunding mencari lokasi lain yang bisa menjadi tempat alternatif persembunyian Bung Karno.
Dikutip dari Maulwi Saelan: Penjaga Terakhir Soekarno, dia menerangkan, sesuai SOP Tjakrabirawa, ada dua pilihan tempat evakuasi Bung Karno dari Istana dalam keadaan darurat.
Pertama, Halim Perdanakusuma karena di sana ada pesawat kepresidenan Jetstar C-140.
Kedua, dibawa ke Tanjungpriok, Jakarta Utara, tempat kapal kepresidenan Varuna I-II bersandar.
Bung Karno akhirnya memutuskan pergi ke Pangkalan AU Halim Perdanakusuma.
Sekitar pukul 08.30 WIB, Sang Proklamator dan rombongan berangkat menuju Halim dan tiba satu jam kemudian.
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Terjawab Posisi Soekarno saat G30S Berlangsung, Begadang Demi 1 Sosok saat Para Jenderal Dibantai