Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Profil Tokoh

Profil Letjen TNI S Parman, Jenderal AD yang Cerdas Jadi Korban G30S PKI, Penentang Komunisme

Jenderal S Parman ditemukan tewas dibunuh sekelompok pemberontak di Lubang Buaya. Berikut profilnya.

Editor: Frandi Piring
(istimewa)
Letnan Jendral S Parman korban G30 SPKI 1954. 

Parman kemudian menyelesaikan sekolahnya di AMS dan melanjutkan ke Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta.

Namun invasi Jepang di tahun 1942 membuat Parman kembali berhenti sekolah.

Parman kemudian menjadi penerjemah bagi polisi militer Jepang yaitu Kenpetai.

[Napak Tilas Sejarah Kelam PKI #7]

Gaduh dan berisik, suara burung sriti itu begitu rapat dan memekakkan telinga. Arah pandangan Jenderal S. Parman masih tertuju pada langit-langit rumahnya. Suaranya semakin nyaring tak beraturan dan tidak mengada-ada.

Benar-benar memecah kesunyian di malam Kamis menuju Jumat yang membuatanya sulit untuk memejamkan mata.

Di dalam kamarnya, Bu Parman berusaha menenangkan suaminya yang terjaga dan gelisah di ujung ranjang. Namun suara Sriti itu masih terdengar jelas dan semakin lantang di telinga sang jenderal.

Seperti masuk dan terjebak di dalam rumah, seperti firasat yang tak jelas dari mana datangnya.

Berikutnya suara sepatu lars ikut ‘memeriahkan’ indera pendengarannya. Ya suara itu nyata, seperti derap langkah banyak orang di depan rumahnya. Ia segera bergegas keluar kamar diikuti oleh Bu Parman yang mencoba menahan suaminya ketika suara pintu depan diketuk keras dari luar.
“Siapa?”

“Cakra” jawab tamu tak diundang tersebut.

Betapa luar biasa heran sang empu rumah tersebut, gerombolan Cakrabirawa telah bersiap disepanjang rumah hingga ke jalan depan.

“Bapak Presiden meminta Jenderal menghadap sekarang juga. Keadaan negara genting, Jenderal!” lanjut Serma Satar, diantara gerombolan yang datang.

“Baik!” Sang jenderal dengan track record dan pencapaian karir militer luar biasa tersebut masuk kembali untuk mematut diri.

“Loh, kenapa ikut masuk?” Bu Parman mulai gelisah ketika Satar yang diikuti Chareun dan Susanto mengikuti Pak Parman dalam jarak dekat dan dengan senjata terkokang.

Ketegangan mulai mencapai klimaksnya saat Bu Parman mencoba menghubungi Pak Yani, namun kabel telepon diputus.

Halaman
1234
Sumber: TribunnewsWiki
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved