Peristiwa G30S PKI
Kisah Chambali saat Jadi Algojo Pembantaian PKI seusai Tragedi G30S: 'Semoga Allah Mengampuni Saya'
Cerita Chambali saat menjadi algojo antek PKI di Tuban, Jawa Timur seusai tragedi G30S 1965. Minta ampun kepada Tuhan sebelum mengeksekusi.
"Monggo kulo dipejahi. Kulo mboten enten pesen. Kulo mboten sah moco syahadat, tiang PKI kok moco syahadat. PKI mboten tepang Gusti Allah."
(Silakan saya dibunuh. Saya tidak ada pesan. Saya tidak usah membaca syahadat. Orang PKI kok baca syahadat. Orang PKI tidak kenal Gusti Allah).
Dalam hitungan detik, pedang pemuda itu memotong leher korban. Darah mengalir deras.
Selanjutnya, tubuh tak bernyawa itu ditendang masuk ke jurang.
Semakin larut malam, satu per satu orang PKI yang Chambali dan teman-temannya tangkap berakhir di Jurang Watu Rongko.
Chambali mengaku hal tersebut adalah pertama kalinya melihat penyembelihan orang.
"Perasaan saya bercampur aduk. Badan saya menggigil, perut saya mual sampai muntah-muntah," aku Chambali.
Saat semua korban telah dihabisi, Chambali mengaku mengurung diri di rumah beberapa hari.
Chambali mulai aktif setelah mendapat undangan pertemuan para pemuda, tokoh agama dari pelbagai organisasi kemasyarakatan dan Muspika daerah Rengel.
Di sela pertemuan, Chambali dihampiri kiainya yang lantas memberikan wejangan.
Kiai tersebut adalah Kiai Murtadji yang memintanya untuk tidak ragu-ragu dalam bertindak.
Diceritakan Chambali, Kiai Murtadji adalah sosok yang meyakinkan Chambali agar berani terutama terhadap orang-orang yang dianggap musuh negara dan agama.
Chambali kemudian disodori gelas berisi air putih, yang kemudian diminum.
Keesokan harinya, muncul pemberitahuan dari Muspika Rengel dan Koramil setempat, bahwa akan ada eksekusi terhadap orang-orang PKI di Rengel.
Chambali dan puluhan pemuda lainnya kemudian kembali berkumpul di depan rumah tahanan PKI, selepas salat Isya.
Tak lama kemudian, dari arah utara hadir truk yang berisi belasan orang dengan tangan terikat yang diketahui adalah PKI.
Chambali menuturkan bahwa truk tersebut menuju bukit, tepatnya di Jurang Watu Rongko yang berlokasi di atas Kota Rengel.
Setelah truk tersebut lewat, Chambali mengaku melihat seorang yang memberi komando kepadanya dan teman-temannya untuk menyusul ke Watu Rongko.
Sama seperti peristiwa sebelumnya, belasan tahanan tersebut sudah berjejer dengan tangan terikat di pinggir jurang.
Chambali mengaku tersentak hatinya saat orang tersebut memanggil namanya dan memberinya pedang.
"Malam itu saya diminta menjadi eksekutor. Tangan saya gemetar ketika pedang yang saya genggam menempel ke leher lelaki yang sudah pasrah di depan saya.
"Dan, serrr.... Niat saya suci.... Semoga Allah mengampuni saya," ungkap Chambali.
Chambali menambahkan pada malam itu lupa berapa nyawa yang tewas di tangannya.
Kejadian tersebut masih Chambali ingat sampai sekarang.
Dari sekian orang yang dieksekusi malam itu, Chambali menuturkan terdapat satu orang yang lolos dari maut.
Saat itu, Chambali bertanya pada orang itu apakah yang bersangkutan adalah orang Islam atau bukan.
Dia (korban) menjawab: Ya, saya orang Islam.
Chambali kemudian mempertegas lagi. "Kalau kamu orang Islam, apakah bisa baca syahadat?"
Orang itu lancar mengucap syahadat. Chambali mengaku gemetar.
Pedang digenggamannya terlepas dan masuk ke jurang.
Orang-orang yang menyaksikan eksekusi terdiam.
Kemudian beberapa orang meminta Chambali pergi dari lokasi eksekusi.
Baca juga: Kisah Burhan Kapak jadi Algojo Antek PKI seusai Tragedi G30S: Daripada Dibunuh Lebih Baik Membunuh
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)
Tautan: