Reinhard Bonnke
Kisah Reinhard Bonnke, Penginjil yang Pilih Melayani di Afrika, Buat KKR 79 Juta Jiwa Diselamatkan
Reinhard Bonnke adalah seorang penginjil asal Negara Jerman meninggal dalam usia 79 tahun.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Reinhard Bonnke adalah seorang penginjil asal Negara Jerman meninggal dalam usia 79 tahun.
Bernama lengkap Reinhard Willi Gottfried Bonnke adalah seorang evangelis Kristen yang dikenal karena misi penginjilannya di seluruh Afrika.
Bonnke menjadi seorang evangelis dan misionaris di Afrika sejak 1967.
Saat itu Perang Dunia II tengah berkecamuk dia bersama ibunya lari sebagai pengungsi.
Reinhard Bonnke Saat Melayani di Afrika (Kolase tribunmanado/Foto: Jive Naija dan Harare.com
Dengan menggunakan kapal, mereka melintasi Laut Baltik dan mendarat di Denmark.
Mereka berada di tempat pengungsian yang dikelilingi kawat berduri. Untuk bertahan hidup, mereka terpaksa mengais-ngais makanan.
Ketika berusia sembilan tahun, ia dan saudara-saudaranya kembali ke Jerman.
Ayahnya saat itu menjadi pendeta dan telah merintis gereja di Hamburg, Jerman Barat.
Disanalah ia dibesarkan.
Selama dalam pengungsian, ia tidak mengenal uang karena sama sekali tidak ada uang di tempat pengungsiannya. Pemerintah Denmark memberi mereka makanan dan pakaian.
Untuk tempat tinggal, empat keluarga mesti berbagi satu ruangan.
Ketika kembali ke Jerman, barulah ia tahu tentang uang. Ia berpikir, dengan uang ia bisa membeli permen.
Ia pun mencuri beberapa keping uang dari dompet ibu-nya dan pergi membeli permen. Tetapi setelah itu ia dipergoki oleh ibunya.
Namun, alih-alih menghukumnya, ibunya justru merangkulnya dan berkata, “Reinhard, kau sedang menuju neraka karena kau ini pencuri.”
Saat itu ia merasa Roh Kudus menjamah hatinya. Ia melihat dirinya sebagai orang berdosa. Ibunya menjelaskan bahwa Yesus peduli dan dapat menyelamatkan orang berdosa.
Ia mengalami kelahiran kembali.
Setahun kemudian, pada usia sepuluh tahun, ia mendapatkan panggilan Tuhan.
Saat itu sedang ada pembicara tamu yang berkhotbah di gereja ayahnya.
Tiba-tiba ia mendengar suara Roh Kudus di dalam hatinya, begitu nyaring, mengatakan, “Reinhard, suatu hari kau akan memberitakan Injil di Afrika.
”Ia mulai menangis dan berlari ke depan, memeluk ayahnya.”Papa, Papa, Papa, Tuhan berbicara kepadaku,” katanya.”Apa yang dikatakan-Nya?” tanya ayahnya.
”Tuhan berkata, suatu hari aku akan memberitakan Injil di Afrika,” jelasnya.
Ayahnya menjawab, ”Reinhard, kakakmu yang akan meneruskan pelayananku di sini.
”Pengalaman pertobatan dan panggilan ilahi itu tak ayal memengaruhi per-gaulannya. Ia sadar dirinya tidak bisa bersikap sembrono pada para gadis seperti anak laki-laki sebayanya karena suatu hari ia akan berkhotbah kepada mereka.
Karenanya, ketika menikah pada usia 22 tahun, istrinya menjadi perempuan per-tama yang diciumnya.
Setelah kuliah di Bible College di Wales, ia menjadi pendeta di Jerman selama tujuh tahun. Pada 1969 ia dan istrinya, Anni, serta anak laki-laki mereka yang masih bayi, berangkat ke Maseru, Lesotho.
Pada tahun-tahun awal di Maseru, Reinhard dan Annie melakukan karya misi secara tradisional. Ketika itulah ia mendapatkan penglihatan tentang “benua Afrika, dibasuh oleh darah Yesus yang mahal harganya”.
Visi itu menanamkan kerinduan dalam hatinya untuk menjangkau seluruh benua Afrika, dari Cape Town sampai Kairo dan dari Dakar sampai Djibouti.
Pada awalnya ia belum melihat bukti bahwa gagasan sebesar itu mungkin diwujudkan, namun ia terus berpegang teguh pada impian ilahi itu dan bertekun dalam pelayanannya.
Semula ia bukan orang yang yakin pada mukjizat. Ia tahu Yesus dulu menyembuhkan orang sakit, namun ia tidak yakin Yesus masih menyembuhkan orang saat ini.
Ia memilih menahan diri. Suatu hari ia mengundang seorang hamba Tuhan dari Zulu, Richard Ngidi. Pelayanan Richard disertai dengan tanda-tanda dan mukjizat. Setelah menyaksikannya dengan mata sendiri, Reinhard mulai menyadari bahwa firman Allah tentang mukjizat masih berlaku.
Pelayanan tenda
Pada 1974 ia mendirikan lembaga penginjilan Christ for all Nations (CfaN). Ia memulai kebaktian di tenda yang dapat menampung 800 orang.
Namun, seiring dengan semakin meningkatnya pengunjung, mereka harus membeli tenda yang lebih besar lagi.
Begitulah, sampai pada 1984, mereka membangun tenda terbesar di dunia, sebuah tenda yang dapat dipindah-pindah dengan kapasitas 34.000 tempat duduk! Tidak lama kemudian tenda besar itu sudah tidak mampu menampung banyaknya pengunjung.
Daniel Kolenda dan Reinhard Bonnke (istimewa)
Ia mulai mengadakan kebaktian di lapangan terbuka, dengan pengunjung pada awalnya tidak kurang dari 150.000 orang.
Sejak saat itu ia berkeliling ke berbagai kota di seluruh Afrika, berkhotbah di lapangan terbuka. Di Lagos, Nigeria, pengunjungnya mencapai 1,6 juta dengan tata suara yang terdengar sampai bermil-mil jauhnya.
Pelayanannya lalu meluas sampai ke Asia. Ia telah mengadakan KKR di Malaysia, Filipina, Indonesia, Singapura, dan India, serta empat negara di Amerika Selatan.
Sampai saat ini tercatat tak kurang dari 42 juta jiwa mengambil keputusan bagi Yesus melalui KKR CfaN.
Dalam dekade pertama pada milenium baru ini, mereka mencanangkan visi untuk melihat angka itu mencapai 100 juta. Sebagai bagian dari program pelatihan pemuridan mereka, lebih dari 178 juta eksemplar buku dan buklet CfaN telah diterbitkan dalam 140 bahasa dan dicetak di 53 negara.
CfaN juga secara aktif mendukung Global Pastor’s Network, pergerakan interdenominasi sedunia yang bervisi menjangkau satu milyar jiwa dan merintis lima juta gereja di seluruh dunia sebelum 2010. (*/Rhendi Umar)
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO OFFICIAL: