Seleksi Kepegawaian di KPK
Petrus Selestinus Dukung Keputusan KPK Berhentikan 57 Pegawai tak Lulus TWK
Polemik pemberhentian 57 pegawai yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) berakhir, dengan adanya putusan Mahkamah Agung (MA).
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Polemik pemberhentian 57 pegawai yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) berakhir, dengan adanya putusan Mahkamah Agung (MA).
Terkait hal ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan akan memberhentikan 57 pegawai yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) pada 30 September 2021.
Keputusan itu sudah konstitusional, di mana komisi anti rasuah sebagai lembaga pelaksana undang-undang bekerja berlandaskan hukum
Jika mengacu putusan Mahkamah Agung (MA) pada Kamis 9 September 2021, Mahkamah menilai, secara substansial desain pengalihan pegawai KPK menjadi ASN mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan peraturan pelaksanaannya.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, mengatakan pimpinan KPK sudah membuat kebijakan tepat memberhentikan 57 pegawai tidak lolos TWK.
"Pemberhentian secara definitif terhadap Novel Baswedan dkk," katanya usai acara diskusi daring ‘Akhiri Polemik TWK, Presiden Pilih Hukum atau Politik’ yang digelar Jakarta Journalist Center, Jakarta, Kamis (16/9/2021).
Sehingga, kata dia, bagi pihak yang tidak puas terhadap keputusan itu dapat mengajukan proses hukum secara Tata Usaha Negara sesuai dengan kepentingan dan kerugian yang diderita.
"Sesuai Hukum Acara Peradilan TUN dan UU Administrasi Pemerintahan (pasal 17, 18 dan pasal 19)," ujarnya,
Dia mengungkapkan, secara prinsip, KPK dan BKN bekerja berdasarkan sitem norma, standar, kriteria dan prosedur dalm mengelola Administrasi pemerintahan.
Atas dasar itu, kata dia, ketika ada pihak-pihak yang merasa tidak sejalan lagi dengan kebijakan Pimpinan KPK, maka berdasarkan UU Administraai Pemerintahan, langkah yang dapat ditempuh adalah mengunakan Upaya Administratif dan/atau Upaya Hukum melalui Badan Peradilan (pasal 19 jo pasal 75).
"Bukan ke semua Komisi Negara atau ke Presiden," kata dia.
Baca juga: Lakukan Penganiayaan di Kos-kosan, Wanita Asal Amurang Minsel Diamankan Tim Maleo Polda Sulut
Baca juga: Gempa Tadi Pukul 15.49 WIB Kamis 16 September 2021, Jawa Barat Diguncang, Ini Info BMKG Magnitudonya
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Aidul Fitriciada Azhari, mengatakan Presiden Joko Widodo sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS/ASN tidak boleh gegabah.
Presiden sebagai PPK tertinggi itu tercantum di Pasal 3 Ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Presiden sebagai PPK tertinggi pun tidak boleh gegabah mencampuri masalah TWK, melainkan harus bertindak sesuai sistem merit yang telah ditetapkan oleh UU ASN," kata Aidul.
Jika melihat pada putusan MA itu maka kewenangan TWK berada pada Badan Kepegawaian Negara (BKN), selaku pemerintah bukan pada KPK.
Menurut dia, kewenangan BKN untuk menggelar TWK itu sudah sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
"Sebagai badan yang berwenang menangani manajemen ASN, BKN harus menindaklanjuti hasil TWK berdasarkan sistem merit sesuai UU ASN," ujarnya.
Polemik TWK KPK Berakhir
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan supremasi hukum telah ditegakkan melalui hasil putusan MA dan MK.
Dia menilai MK sebagai court of law telah menetapkan suatu putusan yang menjelaskan lintasan perundang-undangan yang kuat dalam hal landasan dan kepastian hukum.

Adapun, MA sebagai puncak peradilan mengenai keadilan atau court of justice sudah juga menetapkan kesesuaian kerja KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangan berdasarkan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, PP Nomor 41 Tahun 2020 Tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN, dan juga Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN.
"Kami sejak awal juga telah mengatakan bahwa kerja-kerja kami pastilah sesuai amanat perundang-undangan serta berlandaskan dan berkekuatan hukum yang berlaku," ujarnya.
Sebagai lembaga peradilan tertinggi untuk melakukan Judicial Review, keputusan MK berasas Erga Omnes atau Berkekuatan Putusan Tetap yang diberlakukan kepada setiap penduduk negara, serta bersifat final.
Dalam court of justice, keputusan MA telah memberikan kepastian hukum atas penyelenggaraan peralihan status pegawai KPK yang berdasarkan kesesuaian setiap makna dan tujuan perundang-undangan yang digunakan sebagai landasan dan kekuatan hukum yang sah.
MK dan MA sebagai lembaga negara yang berwenang menguji dan menilai keabsahan peraturan perundang-undangan telah memutuskan Perkom Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Peralihan Pegawai KPK menjadi ASN adalah konstitusional dan sah.
"Alhamdulillah, supremasi hukum telah ditegakan melalui hasil putusan MA dan MK," ujarnya.
Untuk itu, pihaknya akan melanjutkan proses peralihan pegawai KPK berdasarkan Perkom Nomor 1 Tahun 2021 dan amanat Undang-Undang dan Peraturan Perundang-Undangan Lainnya Tentang Manajemen ASN.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Dukungan atas Keputusan KPK Berhentikan 57 Pegawai yang Tak Lulus TWK, https://www.tribunnews.com/nasional/2021/09/16/dukungan-atas-keputusan-kpk-berhentikan-57-pegawai-yang-tak-lulus-twk?page=all.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi