Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Jagat Raya

Ledakan Bintang Supernova Requiem Diprediksi Terjadi 2037

Meskipun demikian, beberapa peristiwa, seperti hujan meteor tahunan dan gerhana dapat diprediksi.

Editor: Aldi Ponge
NASA, ESA and J. Kastner
ILUSTRASI LEDAKAN: Pencitraan teleskop Nasa Hubble, wujud spektrum cahaya dari NGC 6302 atau yang dikenal sebagai Nebula Kupu-kupu. Nebula dari bintang yang mengakhiri hidupnya yang dikenal sebagai peristiwa supernova atau ledakan bintang. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Ledakan Supernova Requiem diprediksi akan terjadi pada 2037.  

Saat itu bintang-bintang tampak bersiap meledak menjadi supernova

Namun hal itu baru sebatas prediski para astronom.

Sebuah studi astronomi, banyak hal yang terjadi di langit sulit untuk diprediksi.

Meskipun demikian, beberapa peristiwa, seperti hujan meteor tahunan dan gerhana dapat diprediksi.

Tetapi, memprediksi peristiwa seperti supernova merupakan bukan hal yang mudah untuk para astronom.

Mengutip dari Slashgear, terlepas dari kesulitan tersebut, para astronom akhirnya mengungkapkan prediksi tentang ledakan bintang yang disebut Supernova Requiem ini.

Bila prediksi tersebut benar, para astronom percaya cahaya dari ledakan supernova akan terlihat oleh teleskop di Bumi sekitar tahun 2037.

Masih cukup lama, bukan?

Gabe Brammer, seorang astronom di Universitas Kopenhagen di Denmark, menemukan supernova secara tidak sengaja saat mencari galaksi jauh yang tidak deketahui.

Mengutip dari Space, ini masih dalam program penelitian yang sedang berlangsung, yang mereka sebut dengan REsolved QUIEscent Magnified Galaxies (REQUIEM). 

Dari situlah penggunaan nama Supernova Requiem berasal.

Dalam sebuah citra yang diambil teleskop luar angkassa Hubble, peristiwa supernova sempat terjadi tahun 2016 lalu. Sebuah titik yang dilingkari menandakan ledakan supernova, tiga tahun setelahnya (2019), titik tersebut hilang.

Peristiwa supernova tersebut berada di belakang gugus galaksi raksasa yang disebut MACS J0138.

Gugus galaksi masif ini memiliki gravitasi yang cukup untuk membelokkan dan memperbesar cahaya dari supernova, terletak di galaksi jauh di belakang gugus.

Para ilmuwan percaya bahwa mereka butuh sekitar empat miliar tahun di mana cahaya mencapai Bumi. Para astronom juga memprediksi bahwa cahaya supernova akan kembali berdasarkan model komputer cluster.

Digambarkan bahwa jalur yang berbeda cahaya dari ledakan besar mengambil melalui materi gelap di cluster.

Para astronom juga mencatat bahwa citra yang tertangkap pada tahun 2016 mengambil rute yang berbeda melalui cluster, tiba di Bumi pada waktu yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan panjang jalur cahaya yang diikuti oleh cahaya supernova.

Mengutip dari Space, Rodney, Brammer, dan astronom Johan Richard dari Universitas Lyon di Prancis, bekerja sama untuk menganilisis lebih lanjut terkait peristiwa trsebut.

Para astronom percaya cahaya dari supernova akan muncul lagi setelah tahun 2037, yakni pada tahun 2042. Tetapi ada sedikit perbedaan, di mana cahayanya akan terlihat sangat redup, sehingga tidak akan terlihat.

Kapan Matahari Kita Akan Mati? Ilmuwan Temukan Jawabannya

Sementara itu, para ilmuwan telah membuat prediksi tentang akhir dari Tata Surya kita, dan kapan matahari akan mati atau redup.

Sebelumnya, para astronom mengira peristiwa itu akan berubah menjadi nebula planet, yakni gelembung gas dan debu yang bercahaya.

Sebuah tim astronom internasional membaliknya lagi pada tahun 2018 dan mereka menemukan bahwa nebula planet memang merupakan mayat Matahari yang paling mungkin.

Jadi, kapan Matahari mati?

Ilmuwan menjelaskan bahwa Matahari kita berusia sekitar 4,6 miliar tahun, ini diukur berdasarkan usia benda-benda lain di Tata Surya yang terbentuk sekitar waktu yang sama.

Berdasarkan pengamatan bintang-bintang lain, para astronom memperkirakan, Matahari akan mencapai akhir hidupnya dalam waktu sekitar 10 miliar tahun lagi.

Dilansir dari Science Alert, Senin (6/9/2021), dalam waktu sekitar 5 miliar tahun, Matahari akan berubah menjadi raksasa merah. Inti bintang ini akan menyusut, tetapi lapisan luarnya akan meluas ke orbit Mars, menelan planet Bumi dalam prosesnya.

Dalam studi yang menjelaskan kapan Matahari kita mati atau redup, para ilmuwan menjelaskan bahwa kecerahan Matahari terus meningkat sekitar 10 persen setiap miliar tahun.

Sepertinya, peningkatan kecerahan Matahari ini tidak banyak, tetapi ternyata itu akan mengakhiri kehidupan di Bumi. Lautan kita akan menguap, dan permukaannya akan menjadi terlalu panas untuk membentuk air.

Beberapa penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa, agar nebula planet yang terang dapat terbentuk, bintang awal harus berukuran dua kali lebih besar dari Matahari.

Namun, studi tahun 2018 menggunakan pemodelan komputer untuk menentukan bahwa, seperti 90 persen bintang lainnya, Matahari kita kemungkinan besar akan menyusut dari raksasa merah menjadi katai putih dan kemudian berakhir sebagai nebula planet.

Astrofisikawan Albert Zijlstra dari University of Manchester di Inggris, salah satu penulis makalah yang menjelaskan kapan Matahari kita mati, mengatakan ketika sebuah bintang mati, ia mengeluarkan massa gas dan debu, yang dikenal sebagai selubungnya, ke luar angkasa.

"Selubung itu bisa mencapai setengah massa bintang. Ini mengungkapkan inti bintang, yang pada titik ini kehidupan bintang sedang berjalan. kehabisan bahan bakar, akhirnya mati dan sebelum akhirnya mati," jelas Zijlstra dalam studi yang telah dipublikasikan di jurnal Nature Astronomy.

Selanjutnya, kata Zijlstra, inti panas membuat selubung yang terlontar bersinar terang selama sekitar 10.000 tahun, periode singkat dalam astronomi. Inilah yang membuat nebula planet terlihat.

Model data yang dibuat tim sebenarnya memprediksi siklus hidup berbagai jenis bintang di alam semesta, untuk mengetahui kecerahan nebula planet yang terkait dengan massa bintang yang berbeda.

Nebula planet relatif umum di seluruh alam semesta yang dapat diamati, dengan yang terkenal termasuk Nebula Helix, Nebula Mata Kucing (Cat's Eye), Nebula Cincin (Ring Nebula), dan Nebula Gelembung (Bubble Nebula).

Nebula-nebula ini dinamai nebula planet bukan karena memiliki hubungan dengan planet, tetapi karena saat pertama kali ditemukan oleh William Hershel pada akhir abad ke-18, nebula-nebula ini mirip planet saat diamati dari teleskop.

Hampir 30 tahun yang lalu, para astronom memperhatikan sesuatu yang aneh. Nebula planet paling terang di galaksi lain semuanya memiliki tingkat kecerahan yang hampir sama. Artinya bahwa setidaknya secara teoritis, dengan melihat nebula planet di galaksi lain, para astronom dapat menghitung seberapa jauh mereka.

Data menunjukkan bahwa ini benar, tetapi modelnya bertentangan, dan ini telah membuat para ilmuwan kesal sejak penemuan itu dibuat.

"Bintang tua bermassa rendah seharusnya membuat nebula planet yang jauh lebih redup daripada bintang muda yang lebih masif. Ini telah menjadi sumber konflik selama 25 tahun terakhir," kata Zijlstra

Namun, model 2018 telah memecahkan masalah ini dengan menunjukkan bahwa Matahari berada di sekitar batas bawah massa untuk sebuah bintang yang dapat menghasilkan nebula yang terlihat.

"Kami sekarang tidak hanya memiliki cara untuk mengukur keberadaan bintang-bintang berusia beberapa miliar tahun di galaksi-galaksi jauh, yang merupakan kisaran yang sangat sulit diukur, kami bahkan telah menemukan apa yang akan dilakukan Matahari ketika ia mati!," kata Zijlstra.

TAUTAN AWAL: Kapan Matahari Kita Akan Mati? Ilmuwan Temukan Jawabannya

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved