Paul Yonggi Cho
Pendeta Paul Yonggi Cho Meninggal Dunia, Setia Perkara Kecil hingga Miliki Jemaat Terbesar di Dunia
Kepergian pendeta Yonggi Cho yang dijuluki sosok Pahlawan Iman meninggalkan duka bagi umat kristen di Indonesia.
Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rhendi Umar
TRIBUNMANADO.CO.ID - Sosok Pendeta Paul Yonggi Cho dikabarkan telah meninggal dunia.
Kabar duka meninggalnya pendeta Paul Yonggi Cho telah tersebar luas di media sosial.
Kepergian pendeta Yonggi Cho yang dijuluki sosok Pahlawan Iman meninggalkan duka bagi umat kristen di Indonesia.
Pribadi pendeta dikenal sebagai salah satu pengkhotbah di dunia.
Pendeta Paul Yonggi Cho Meninggal Dunia (istimewa/Google)
Paul Yonggi Cho adalah seorang pendeta Kristen Korea.
Ia adalah Pastor Senior dan pendiri Gereja Injili Penuh Yoido (Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah), kongregasi terbesar di dunia yang diklaim memiliki anggota berjumlah 830,000 orang.
Ia lahir pada 14 Februari 1936, di Ulju-gun, yang sekarang merupakan bagian dari kota metropolitan Ulsan.
Sebagai putra dari Cho Doo-chun dan Kim Bok-sun, Cho adalah anak sulung dari lima bersaudara dan empat bersaudari.
Ia lulus dari sekolah menengah dengan gelar kehormatan.
Karena ayahnya syok dan bisnisnya akan bangkrut, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya ke sekolah tinggi atau universitas.
Kemudian, ia masuk ke sekolah tinggi teknik inekspensif untuk mempelajari perdagangan.
Pada waktu yang bersamaan, ia mulai masuk sebuah basis tentara Amerika yang berada di dekat sekolahnya, dan mempelajari bahasa Inggris dari para tentara yang menjadi temannya.
Ia memahami bahasa Inggris dengan cepat, dan menjadi seorang penerjemah untuk komandan basis tentara tersebut, dan juga untuk kepala sekolahnya.
Pendeta Paul Yonggi Cho Meninggal Dunia (istimewa/Google)
Awalnya dibesarkan sebagai seorang Buddha, Cho berpindah agama ke Kristen pada usia 17 tahun, setelah seorang gadis mengunjunginya setiap hari dan menceritakannya tentang Yesus Kristus, setelah ia didiagnosis mengidap tuberkulosis.
Percaya bahwa Allah telah memanggilnya untuk pelayanan, Cho mulai bekerja sebagai penerjemah untuk penginjil Inggris Ken Tize.
Pada 1956, ia mendapatkan beasiswa untuk mempelajari teologi di Kolese Alkitab Injili Penuh di Seoul.
Disana, ia bertemu dengan Choi Ja-Shil (최자실), yang menjadi ibu iparnya dan orang yang terikat dengan pelayanannya. Ia lulus pada Maret 1958.
Gereja Daejo
Pada Mei 1958, Cho melakukan pelayanan pertamanya di rumah temannya, Choi Ja-shil.
Hanya Choi dan tiga anaknya yang masuk pelayanan tersebut, namun kemudian gereja tersebut berkembang dan memiliki 50 anggota.
Cho dan para anggota gerejanya memulai sebuah kampanye mengetuk pintu dan mengajak orang-orang untuk datang ke gereja, dan tiga tahun kemudian, jumlah anggota pada gereja tersebut bertambah menjadi empat ratus orang. ( Rhendi Umar/Tribun Manado)
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO OFFICIAL: