Konflik Afghanistan
Sosok Ben Slater Mantan Tentara Inggris yang Bawa 400 Warga Afghanistan Lari dari Wilayah Taliban
Meninggalkan Afghanistan lewat darat hampir mustahil dicapai, karena perbatasan yang ditutup dan harus melewati pemeriksaan Taliban
TRIBUNMANADO.CO.ID - Sosok Ben Slater, mantan Tentara Inggris yang berhasil membuat rute pelarian bagi 400 orang di wilayah Taliban.
Sosok Ben Slater dulunya bergabung dengan kesatuan Polisi Militer Kerajaan Inggris
Namun dirinya kini mengelola usaha di Kabul Afghanistan bernama Nomad Concepts Group.
Ben Slater yang pernah bertugas mengawal duta besar Inggris menuturkan, London tidak menerbitkan visa untuknya maupun 50 stafnya, yang kebanyakan perempuan.
Dia mengatakan tak punya pilihan lain selain mengungsi lewat jalan darat, dan membagi rencananya bersama kementerian luar negeri dan kementerian pertahanan.
Orang-orang menunggu untuk dapat diberangkatkan dengan pesawat saat mereka berebut untuk melarikan diri ke luar negeri, di Bandara Kabul, Afghanistan, Senin (16/8/2021). Bandara Kabul dilanda kekacauan ketika ribuan orang mencoba melarikan diri dari Taliban yang dilaporkan segera menguasai penuh Afghanistan. (AFP/WAKIL KOHSAR)
Meninggalkan Afghanistan lewat darat hampir mustahil dicapai, karena perbatasan yang ditutup dan harus melewati pemeriksaan Taliban.
Diwartakan Telegraph, Slater sudah membantu puluhan orang mengungsi.
Namun dia sendiri tak bisa mendapatkan bantuan karena kekhawatiran milisi bergerak lagi.
"Saya berharap, pemerintah bisa mengurus visa kami, atau berbicara dengan kementerian luar negeri di negara tujuan kami," kata dia.
Dilansir Daily Mail Senin (30/8/2021), Telegraph menyebut Slater mendeskripsikan dirinya sudah dikecewakan oleh London.
Dia mengungkapkan awalnya mendapatkan pemberitahuan bahwa dalam satu jam ke depan, dia harus menyerahkan nama orang yang hendak dievakuasi.
Slater menceritakan dia menduga ada yang berusaha menjebaknya supaya dia melewatkan tenggat waktu evakuasi.
Dia dan stafnya tetap berangkat ke Bandara Hamid Karzai di Kabul, sebelum dihubungi dan dikatakan mereka tak bisa melewati pemeriksaan Taliban.
Slater mengatakan, dia begitu geram karena semua telepon tiba-tiba dialihkan otomatis pada Jumat (27/8/2021), ketika Inggris merampungkan operasinya.
Si mantan tentara tersebut memutuskan untuk menggelar operasi penyelamatannya sendiri, dan membawa 400 warga Afghanistan termasuk stafnya.
Warga Afghanistan saat Taliban kuasai negara tersebut (AFP)
Pekan lalu, London menginstruksikan warganya supaya pergi ke perbatasan daripada mencoba berangkat bandara.
Namun, muncul kekhawatiran dengan dikosongkannya kedutaan dan milisi menjaga perbatasan, menuju ke sana adalah tantangan besar.
Meski milisi sudah berjanji akan membiarkan mereka yang ingin pergi dari Afghanistan, Slater tetap mengkhawatirkannya.
Kementerian Luar Negeri, Pembangunan, dan Persemakmuran (FCDO) memilih menolak berkomentar karena kasusnya dianggap individu.
Meski begitu, mereka menyatakan bekerja keras untuk memastikan warga Inggris maupun Afghanistan yang ingin dievakuasi dipermudah.
Kondisi Afghanistan Sejak Taliban Berkuasa
Sementara itu, Krisis ekonomi Afghanistan di depan mata.
Usaha warga mulai banyak yang tutup. Penarikan uang di bank pun dibatasi hanya Rp 2,8 juta per hari.
Banyak warga Afghanistan mengecam perilaku Amerika Serikat yang tidak becus membenahi negaranya. Malah membiarkan korupsi tumbuh subur.
Kini, kesengsaraan masyarakat Taliban semakin miris. Sejak Taliban mengambilalih kekuasaan Afghanistan, banyak usaha tutup.
Pejuang Taliban berjaga di sepanjang jalan di Massoud Square di Kabul. Afghanistan. Senin (16/8/2021). (Wakil Kohsar / AFP)
Masyarakat tidak lagi takut kepada pemerintahan Taliban. Justru mereka menakutkan krisis ekonomi hingga tidak bisa memberi makan keluarganya.
Masa depan anak-anak Afghanistan juga terancam jika kondisi seperti ini terus terjadi.
Banyak dari mereka ingin melarikan diri agar terhindar dari maslaah di negaranya. Sebagian juga ada yang ingin tetap tinggal di Afghainistan meski dengan kondisi ekonomi makin parah.
Mereka yang ketakutan akan krisis ekonomi milih melarikan diri dari Afghanistan menggunakan angkutan udara seperti yang terjadi selama dua minggu terakhir.
“Saya harus melarikan diri agar bisa memberi makan keluarga saya,” kata Mustafa, seorang pelayan di tempat makanan cepat saji terdekat yang datang ke restoran piza untuk minum teh dan mengobrol dengan teman-teman di antara staf kepada AP.
Mustafa, yang harus menafkahi 11 orang keluarganya, mengaku mulai berpikir mencari pekerjaan di negara tetangga Iran.
Masalahnya, gajinya telah dipotong 75 persen menjadi kurang dari 50 dollar AS (Rp 716.372) per bulan, sejak Taliban menyerbu Kabul dan bisnis mengering.
Pemilik restoran piza Mohammad Yaseen mengatakan, penjualan harian telah anjlok dalam waktu yang sangat cepat.
Dia pun mengaku bahkan tidak akan mampu membayar sewa. Yaseen mengaku mulai memilah-milah e-mail lama.
Dia berusaha mencari kenalan asing yang mungkin membantunya pindah ke luar negeri.
"Bukan untuk saya, saya ingin pergi, tetapi demi anak-anak saya," katanya.
Meski begitu, masih ada keyakinan akan kembalinya bisnis kondisi seperti biasa di sebagian besar ibu kota Afghanistan, yang berpenduduk lebih dari 5 juta orang.
Kondisinya sangat kontras dengan pemandangan mengerikan di bandara Kabul, di mana ribuan orang bergegas menuju gerbang selama berhari-hari, berharap mendapat kesempatan untuk meninggalkan negara itu.
AP melaporkan pada Selasa (31/8/2021), lalu lintas di sebagian besar Kabul yang biasanya kacau kembali dan pasar telah dibuka.
Di halte dan jalanan, polisi yang sama yang bertugas di pemerintahan Presiden Ashraf Ghani yang bersekutu dengan Washington masih melambaikan tangan mereka, sebagai upaya yang sering kali sia-sia untuk mengendalikan kekacauan.
Sementara itu, pasukan Taliban mengambil posisi di depan sebagian besar kementerian pemerintah.
Beberapa mengenakan seragam kamuflase, sedangkan yang lain mengenakan pakaian tradisional Afghanistan berupa celana baggy dan tunik panjang.
Pedagang kaki lima yang giat bahkan berhasil menghasilkan keuntungan, menjual bendera putih Taliban.
Shah Mohammad mengaku menghasilkan hingga 15 dollar AS (Rp 214.911) per hari, dengan menjual berbagai ukuran bendera, melewati lalu lintas dan menawarkan bendera kecil ke mobil yang lewat.
Dia juga memiliki bendera ukuran penuh yang ditawarkan. Sebelumnya, dia menjual kain untuk membersihkan mobil, mengatakan bahwa dia menghasilkan sekitar 4 dollar AS (Rp 57.309) sehari.
Di Taman Chaman-e-Hozari yang luas, puluhan anak laki-laki bermain kriket dan sepak bola, permainan yang tidak disukai Taliban ketika mereka memerintah dari 1996-2001.
Mural raksasa masih menghiasi dinding semen raksasa di jalan. Lukisan-lukisan itu termasuk wanita yang menggendong anak kecil untuk mempromosikan perawatan kesehatan.
Masih ada juga mural bendera nasional Afghanistan. Sementara gambar lain di jalan menunjukkan salah satu pemimpin Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar, berpose dengan utusan perdamaian AS Zalmay Khalilzad. Namun, keputusasaan finansial sangat membebani kota.
Kementerian pemerintah yang mempekerjakan ratusan ribu orang hampir tidak beroperasi, bahkan ketika Taliban telah mendesak beberapa untuk kembali bekerja.
Di luar Bank Nasional Afghanistan, ribuan orang berbaris dalam lima hingga enam barisan, mencoba menarik uang.
Taliban membatasi penarikan mingguan hingga 200 dollar AS (Rp 2,8 juta). Noorullah, yang mengoperasikan toko perangkat keras selama 11 tahun, mengatakan tidak memiliki satu pelanggan pun sejak Taliban tiba pada 15 Agustus.
Akibatnya, dia tidak dapat membayar sewa tokonya.
“Bank-bank tutup. Semua orang yang punya uang lari dari negara ini,” katanya.
"Tidak ada yang membawa uang ke sini."
Noorullah mengatakan, dia tidak memiliki kesempatan untuk pergi dan tidak yakin akan pergi bahkan jika dia bisa.
Menurutnya, jika ekonomi membaik, dia akan bertahan, bahkan dengan Taliban berkuasa.
"Saya lahir di sini. Saya tinggal di sini sepanjang hidup saya. Saya akan mati di sini," ujarnya.
Berkaca pada kehadiran militer AS selama 20 tahun, Noorullah mengatakan dia kecewa.
"Amerika tidak melakukan pekerjaan dengan baik di sini. Mereka membiarkan korupsi tumbuh sampai tidak ada yang tersisa.”
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mantan Tentara Inggris Ini Buat Rute Pelarian bagi Dia dan 400 Orang di Wilayah Taliban"