Info Kesehatan
Kenali Apa Itu Badai Sitokin, Dialami Deddy Corbuzier Setelah Dinyatakan Negatif Covid 19
Simak penjelasan mengenai apa itu badai sitokin. Belum lama ini badai sitokin dialami oleh Deddy Corbuzier.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Simak penjelasan mengenai apa itu badai sitokin.
Belum lama ini badai sitokin dialami oleh Deddy Corbuzier.
Deddy Corbuzier mengungkap kondisi kesehatannya.
Baca juga: Inilah Tanda atau Gejala Virus Corona Saat Sudah Menyerang Tubuh, Tetap Waspada
Baca juga: Tanda Virus Marburg Sudah Menyerang Tubuh, Penyakit Ganas yang Muncul Lagi, WHO Keluarkan Peringatan
Baca juga: Tips Hilangkan Jerawat dengan Masker Wajah dari Bahan Alami, Lengkap Cara Pakai
Deddy Corbuzier (Tangkap layar YouTube Channel Deddy Corbuzier)
Dia drop karena mengalami badai sitokin di pekan kedua seusai dinyatakan negatif covid-19.
Simak apa itu badai sitokin?
Badai sitokin, seperti dikutip Kompas.tv, merupakan sindrom yang mengacu pada sekelompok gejala medis di mana sistem kekebalan tubuh mengalami terlalu banyak peradangan.
Akibatnya, organ gagal berfungsi dan memicu kematian.
Dokter spesialis paru RS Royal Taruma dan dosen di Universitas Trisakti, Rita Khairani menjelaskan, badai sitokin masih sangat mungkin menyerang meski virus covid-19 di dalam tubuh pasien sudah tidak ada.
Sementara, Penanggungjawab Logistik dan Perbekalan Farmasi RSUP Dr. Kariadi Semarang, Mahirsyah Wellyan TWH., S.Si., Apt., Msc., menjelaskan badai sitokin atau cytokine strom merupakan reaksi berlebih sistem kekebalan tubuh.
Ketika SARS-CoV-2 memasuki tubuh, sel-sel darah putih akan merespons dengan memproduksi sitokin.
Untuk dipahami, sitokin adalah protein yang dihasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melakukan berbagai fungsi penting dalam penanda sinyal sel.
Sitokin tersebut lalu bergerak menuju jaringan yang terinfeksi dan berikatan dengan reseptor sel tersebut untuk memicu reaks peradangan.
Kenali apa itu Badai Sitokin (Kolase Tribun Manado/The Conversation via hellosehat.com)
“Pada kasus Covid-19, sitokin bergerak menuju jaringan paru-paru untuk melindunginya dari serangan SARS-CoV-2,” jelas Mahirsyah saat menjadi pemateri dalam Webinar tentang Upaya Pengobatan Covid-19 di Indonesia yang diadakan Politeknik Indonusa Surakarta bekerja sama dengan PC PAFI Surakarta, seperti dikutip Kompas.com, Sabtu (16/5/2020).
Dia menjelaskan, sitokin normalnya hanya berfungsi sebentar dan akan berhenti saat respons kekebalan tubuh tiba di daerah infeksi.
Pada kondisi badai sitokin, sitokin terus mengirimkan sinyal sehingga sel-sel kekebalan tubuh terus berdatangan dan bereaksi di luar kendali.
Paru-paru pun bisa mengalami peradangan parah karena sistem kekebalan tubuh berusaha keras membunuh virus.
Peradangan pada paru-paru itu sayangnya bisa terus terjadi meski infeksi sudah selesai.
Selama peradangan, sistem imun juga melepas molekul bersifat racun bagi virus dan jaringan paru-paru.
Tanpa penanganan yang tepat, fungsi paru-paru pasien dapat menurun hingga membuat pasien sulit bernapas.
Kondisi inilah yang kemudian bisa membuat pasien Covid-19 akhirnya meninggal dunia atau tak bisa bertahan.
“Maka sering pada pasien Covid-19 membutuhkan ventilator untuk membantu pernapasan,” jelas Mahirsyah.
Reaksi Kekebalan yang Parah
Sitokin adalah glikoprotein kecil yang diproduksi oleh berbagai jenis sel di seluruh tubuh.
Lantas, apa itu badai sitokin?
Dikutip dari cancer.gov, badai sitokin merupakan reaksi kekebalan yang parah di mana tubuh melepaskan terlalu banyak sitokin ke dalam darah terlalu cepat.
Badai sitokin juga dapat disebut sebagai hipersitokinemia.
Istilah tersebut muncul dalam artikel 1993 yang membahas penyakit graft-versus-host.
Namun, sejak tahun 2000, badai sitokin telah dirujuk dalam berbagai penyakit menular.
Itulah sebabnya istilah badai sitokin paling sering digunakan untuk menggambarkan respons inflamasi yang tidak terkendali oleh sistem kekebalan tubuh.
Dikutip dari news-medical, secara umum, peradangan akut dimulai dengan lima gejala utama termasuk kemerahan, tumor atau pembengkakan, panas, nyeri dan functio laesa atau hilangnya fungsi.
Peningkatan aliran darah biasanya akan mengikuti gejala-gejala ini untuk memungkinkan protein plasma dan leukosit mencapai lokasi cedera.
Respon tersebut menguntungkan untuk pertahanan terhadap infeksi bakteri
Namun terkadang respon tubuh tidak terkendali dan menyebabkan kerusakan pada fungsi organ lokal.
Selama badai sitokin, berbagai sitokin inflamasi diproduksi pada tingkat yang jauh lebih tinggi dari biasanya.
Produksi sitokin yang berlebihan ini menyebabkan umpan balik positif pada sel imun lain terjadi, yang memungkinkan lebih banyak sel imun direkrut ke tempat cedera yang dapat menyebabkan kerusakan organ.
Salah satu kondisi klinis paling menonjol yang terkait dengan badai sitokin termasuk sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), yang telah menyebabkan sejumlah besar kematian akibat SARS-CoV-2.
Badai Sitokin pada Pasien Covid-19
Studi terbaru pada pasien yang terinfeksi Covid-19 telah menunjukkan bahwa orang-orang ini menunjukkan tingkat tinggi dari kedua sitokin pro-inflamasi, yang meliputi IFN-g, IL-1B, IL-6 dan IL-2, dan kemokin.
Hubungan antara badai sitokin dan Covid-19 dibuat ketika dokter mengamati bahwa pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) memiliki tingkat CXCL10, CCL 2, dan TNF-a yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien Covid-19 yang mengalami gejala yang lebih ringan.
Seperti banyak virus lain yakni SARS, MERS, dan influenza, badai sitokin telah digunakan sebagai tanda peringatan bagi dokter untuk mengenali peningkatan penyakit.
Jika tidak diobati, badai sitokin pada Covid-19 menghasilkan kerusakan imunopatogenik yang tidak hanya menyebabkan ARDS dalam banyak kasus tetapi juga dapat berkembang lebih lanjut menjadi kerusakan jaringan yang luas, kegagalan organ, dan kematian.
Gejala Badai Sitokin
Badai sitokin dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda.
Terkadang penderita hanya mengalami gejala ringan seperti flu.
Namun, gejala dari badai sitokin juga bisa menjadi parah dan mengancam jiwa.
Berikut gejala badai sitokin, dikutip dari verywellhealth:
-Demam dan kedinginan
-Kelelahan
-Pembengkakan ekstremitas
-Mual dan muntah
-Sakit otot dan sendi
-Sakit kepala
-Ruam
-Batuk
-Sesak napas
-Napas cepat
-Kejang
-Kesulitan mengkoordinasikan gerakan
-Kebingungan dan halusinasi
-Kelesuan dan respons yang buruk.
-Tekanan darah yang sangat rendah dan peningkatan pembekuan darah juga bisa menjadi tanda dari sindrom badai sitokin yang parah.
Jantung mungkin tidak memompa sebaik biasanya.
Akibatnya, badai sitokin dapat mempengaruhi beberapa sistem organ, berpotensi menyebabkan kegagalan organ dan kematian.
Pengobatan Badai Sitokin pada Covid-19
Penelitian terbaru menemukan bahwa ada periode kritis yang terjadi 5-7 hari antara waktu diagnosis Covid-19 dan sindrom disfungsi organ multipel (MODS).
Sedangkan sekitar 80% pasien cenderung membaik setelah masa tersebut.
Sekitar 20% pasien akan mengalami pneumonia berat dan sekitar 2% pada akhirnya akan menyerah pada virus ini.
Sebagian besar terapi anti-inflamasi sedang diteliti untuk mengobati badai sitokin pada Covid-19.
Untuk mengurangi efek merusak yang dapat ditimbulkan badai sitokin pada pasien Covid-19, para peneliti merekomendasikan agar diberikan imunoterapi.
Beberapa strategi imunoterapi penting yang telah diusulkan untuk tujuan ini termasuk antibodi penetralisir, yang dapat diperoleh dari plasma pasien yang sebelumnya selamat dari infeksi COVID-19, penghambat IFN, penghambat fosfolipid teroksidasi (OxPL), dan reseptor sphingosine-1-fosfat. (S1P1) antagonis.
Studi klinis lebih lanjut masih harus dilakukan untuk sepenuhnya mengevaluasi kemampuan opsi pengobatan ini untuk berhasil menghambat badai sitokin yang disebabkan oleh Covid-19.
(Tribunnews.com/Yurika)
SUMBER: