Amendemen UUD 1945
Jokowi Mendukung Amendemen UUD 1945, Ini Ayat yang Akan Ditambahkan, Berikut Penjelasan Ketua MPR
Berikut penjelasan Bambang Soesatyo mengenai ayat yang akan ditambahkan pada amendemen UUD 1945.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Amendemen Undang-Undang Dasar ( UUD ) 1945 telah mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo.
Hal itu diketahui setelah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo bertemu Jokowi di Istana Bogor pada beberapa hari lalu.
Presiden Joko Widodo mendukung adanya amendemen UUD 1945.
Berikut penjelasan Bambang Soesatyo mengenai ayat yang akan ditambahkan pada amendemen UUD 1945.
Ketua MPR Bambang Soesatyo bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor. (mpr.go.id)
Sebelumnya dalam pertemuannya dengan Jokowi Bambang Soesatyo menegaskan bahwa amendemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak akan menjadi bola liar ataupun membuka kotak pandora.
Khususnya, kata dia, terkait perubahan perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode.
Menurut pria yang akrab disapa Bamsoet itu, Presiden Jokowi justru khawatir dan mempertanyakan apakah amendemen UUD 1945 tidak berpotensi membuka kotak pandora sehingga melebar termasuk mendorong perubahan periodesasi masa jabatan presiden dan wakil presiden.
"Saya tegaskan kepada Presiden Jokowi, sesuai dengan tata cara yang diatur di Pasal 37 UUD RI 1945 sangat rigid dan kecil kemungkinan menjadi melebar," kata Bamsoet dalam keterangan yang diterima Sabtu (14/8/2021).
Ketua DPR RI ke-20 itu menuturkan, Presiden Jokowi mendukung amendemen terbatas UUD 1945 hanya untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan tidak melebar ke persoalan lain.
PPHN, kata dia, diperlukan sebagai penunjuk arah pembangunan nasional.
"Presiden Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada MPR RI mengenai pembahasan amendemen UUD 1945 untuk menghadirkan PPHN.
Karena merupakan domain dari MPR RI. Beliau berpesan agar pembahasan tidak melebar ke hal lain, seperti perubahan masa periodesasi presiden dan wakil presiden.
Karena Presiden Jokowi tidak setuju dengan itu," jelasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, pasal 37 UUD 1945 mengatur secara rigid mekanisme usul perubahan konstitusi.
Perubahan tersebut, lanjut dia, tidak dapat dilakukan secara serta merta, melainkan harus terlebih dahulu diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR atau paling sedikit 237 pengusul.
Amandemen UUD 1945 (KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)
Usulan tersebut juga harus diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
Selain itu, proses pengusulan juga harus melalui beberapa tahapan sebagaimana diatur dalam Tata Tertib MPR.
"Dengan demikian, tidak terbuka peluang menyisipkan gagasan amendemen di luar materi PPHN yang sudah diagendakan. Semisal, penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode. Karena MPR RI juga tidak pernah membahas hal tersebut," tegas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini melanjutkan, amendemen terbatas hanya akan ada penambahan dua ayat dalam amendemen UUD 1945 yaitu penambahan ayat di pasal 3 dan pasal 23.
Penambahan satu ayat pada pasal 3, jelas dia, memberikan kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN.
"Sementara, penambahan satu ayat pada Pasal 23 mengatur kewenangan DPR menolak RUU APBN yang diajukan presiden apabila tidak sesuai PPHN. Selain itu, tidak ada penambahan lainnya dalam amendemen terbatas UUD 1945," pungkas Bamsoet.
Seperti diketahui, beberapa bulan terakhir ramai kembali soal wacana masa jabatan presiden dan wakil presiden ditambah menjadi tiga periode.
Wacana itupun seolah menguat dengan munculnya sejumlah komunitas pendukung Jokowi untuk maju kembali sebagai presiden.
Namun, dibutuhkan amendemen atau perubahan UUD 1945 untuk mengubah ketentuan mengenai masa jabatan presiden tersebut, misalnya menjadi maksimal tiga periode.
Hal ini karena gagasan tiga periode jelas menabrak Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan presiden dan wakil presiden hanya dapat menjabat maksimal dua periode.
Sudah 4 Kali Amendemen
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
UUD 1945 ditetapkan dan disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945. UUD 1945 mulai berlaku pada 18 Agustus 1945 hingga 27 Desember 1949.
Dikutip situp resmi Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham), sejauh ini UUD telah diamandeman sebanyak empat kali melalui sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
amendemen tersebut berlangsung pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 1999, 2000, 2001, dan 2002.
amendemen adalah perubahan resmi dokumen resmi atau catatan tertentu tanpa melakukan perubahan terhadap UUD. Bisa dikatakan melengkapi dan memperbaiki beberapa rincian dari UUD yang asli.
Tujuan Amendemen
Tujuan perubahan UUD 1945 untuk menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan hukum.
Perubahan tersebut sebagai respon tuntutan reformasi pada waktu itu. Tuntutan tersebut antara lain dilatar belakangi oleh praktek penyelenggaraan negara pada masa pemerintahan rezim Soeharto.
Alasan filosofis, historis, yuridis, sosiologis, politis, dan teoritis juga mendukung dilakukannya perubahan terhadap konstitusi. Selain itu adanya dukungan luas dari berbagai lapisan masyarakat.
Perubahan UUD 1945 bukannya tanpa masalah. Karena ada sejumlah kelemahan sistimatika dan substansi UUD pasca perubahan seperti inkonsisten, kerancuan sistem pemerintahan dan sistem ketatanegaraan yang tidak jelas. Perubahan Undang-Undang Dasar ternyata tidak dengan sendirinya menumbuhkan budaya taat berkonstitusi.
amendemen UUD 1945
Sebelum dilakukan amendemen, UUD 1945 memiliki 38 bab, 37 pasal, dan 64 ayat. Setelah dilakukan empat kali amendemen ada 16 bab, 37 pasal 194 ayat, tiga pasa aturan perakitan, dan dua pasal aturan tambahan.
Jimly Asshiddiqie dalam bukunya Konsolidasi naskah UUD 1945 (2003).
Berikut empat emendemen UUD 1945:
Amendeman I
amendemen yang pertama dilakukan pada Sidang Umum MPR pada 14-21 Oktober 1999. Pada amendemen pertama menyempurnakan sembilan pasal, yakni pasal 5, pasal 7, pasal 9, pasal 13.
Kemudian pasal 13, pasal 15, pasal 17, pasal 20, dan pasal 21. Ada dua perubahan fundamental yang dilakukan, yaitu pergeseran kekuasaan membentuk undang-undang dari Presiden ke DPR, dan pembatasan masa jabatan presiden selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Amandeman II
amendemen kedua terjadi pada Sidang Tahunan MPR pada 7 hingga 18 Agustus 2010.
Pada amendemen tersebut ada 15 pasal perubahan atau tambahan/tambahan dan perubahan 6 bab. Perubahan yang penting itu ada delapan hal, yakni:
·Otonomi daerah/desentralisasi.
·Pengakuan serta penghormatan terhadap satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa dan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.
·Penegasan fungsi dan hak DPR.
·Penegasan NKRI sebagai sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
·Perluasan jaminan konstitusional hak asasi manusia.
·Sistem pertahanan dan keamanan Negara.
·Pemisahan struktur dan fungsi TNI dengan Polri.
·Pengaturan bendera, bahasa, lambang Negara, dan lagu kebangsaan.
amendemen III
Amandeman ketiga berlangsung pada Sidang Umum MPR, 1 hingga 9 September 2001. Ada 23 pasal perubahan/tambahan dan tiga bab tambahan.
Perubahan mendasar meliputi 10 hal, yakni:
·Penegasan Indonesia sebagai negara demokratis berdasar hukum berbasis konstitusionalisme.
·Perubahan struktur dan kewenangan MPR.
·Pemilihan Presiden dan wakil Presiden langsung oleh rakyat.
·Mekanisme pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
·Kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah.
·Pemilihan umum.
·Pembaharuan kelembagaan Badan Pemeriksa Keuangan.
·Perubahan kewenangan dan proses pemilihan dan penetapan hakim agung.
·Pembentukan Mahkamah Konstitusi.
·Pembentukan Komisi Yudisial.
amendemen IV
amendemen IV berlangsung pada Sidang Umum MPR, 1 hingga 9 Agustus 20012. Ada 13 pasal, tiga pasal aturan peralihan, dua pasal tambahan dan peruban dua bab.
Dalam empat kali amendemen UUD 1945 tersebut relatif singkat. Bahkan selama pembahasannya tidak banyak menemui kendala meski pada Sidang MPR berlangsung alot dan penuh argumentasi.
Sangat Mungkin Dilakukan
Komunitas Jokowi-Prabowo 2024 alias Jokpro 2024 terus mendorong agar Presiden Joko Widodo dapat kembali maju di Pilpres 2024 berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Penasihat Jokpro 2024, M. Qodari optimis amendemen UUD 1945 mengenai masa jabatan presiden menjadi 3 periode sangat mungkin dilakukan apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam UUD RI 1945 terpenuhi.
"Memang UUD 45 sudah mengatur pada pasal 37 bahwa UUD 45 bisa diubah sejauh syarat-syaratnya dipenuhi, diusulkan sepertiga anggota MPR, kemudian dihadiri 2/3 anggota MPR dan juga disetujui 50 persen plus 1 kalau nggak salah nanti bisa dicek konstitusinya tapi intinya sejauh syarat-syarat itu terpenuhi, maka kemudian amendemen bisa dilakukan," kata Qodari dalam keterangannya, Sabtu (13/8/2021).
Qodari menambahkan, pada kenyataannya amendemen UUD 1945 sudah pernah dilakukan beberapa kali yakni 1999, 2000, 2001, dan 2002.
Ia mengatakan, amendemen itu dilakukan secara faktual bukan prank atau tipuan.
Untuk itu, Qodari berpandangan dengan besarnya koalisi pemerintahan di parlemen sudah memenuhi syarat untuk melakukan amendemen UUD 1945.
"Jadi kalau kita bicara kekuatan politik yang ada pada hari ini ya yang ada di parlemen, itu menurut saya sudah sangat mendekati syarat-syarat untuk peluang bisa terjadinya amendemen, begitu," ungkapnya.
Lebih lanjut, Qodari menyatakan dukungan untuk Jokowi maju menjadi tiga periode saat ini pekerjaan rumahnya hanya dengan rakyat.
Pasalnya soal urusan dengan elite politik terkait amendemen sudah terselesaikan.
"Jadi PR kita hari ini ada dua, pertama elite politik, yang kedua adalah masyarakat, saya melihat bahwa PR terbesar itu justru ada di masyarakat, karena ya kalau bicara elite politik tanya setuju apa nggak, ya kan 80 persen koalisinya Pak Jokowi," kata Qodari yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer.
Qodari menegaskan, dengan koalisi besar di parlemen bukan tidak mungkin amendemen akan dilakukan.
Menurutnya, UU Omnibus Law yang berat saja bisa lolos di parlemen.
"Kita udah melihat bagaimana perundang-undangan yang sulit misalnya seperti Omnibus Law segala macam kan disetujui begitu. Jadi saya melihat PR kita itu ada di masyarakat," tuturnya.
Selain itu, Qodari memperkirakan target amendemen UUD 1945 terjadi sebelum dimulainya tahapan pemilu oleh KPU yang diperkirakan akan terjadi sekitar pertengahan tahun depan.
Agar antara amendemen dengan tahapan pemilu tidak bertabrakan sekaligus mempermudah pekerjaan KPU.
“Berdasarkan pengalaman kira-kira punya batas waktulah untuk memulai tahapan pemilu kalau tidak salah, tahapan pemilu itu akan dilaksanakan atau katakanlah dikibarkan benderanya itu pada pertengahan tahun depan, mungkin antara Juni atau Juli, nah kapan amendemennya? Ya kira-kira sebelum itu, supaya antara amendemen dengan tahapan pemilu ini dia tidak tabrakan juga mempermudah KPU,” tandasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Jokpro 2024 Timothy Ivan Triyono kembali menegaskan bahwa ide atau gagasan Jokpro 2024 bukan gagasan halu dan sama sekali tidak melanggar konstitusi.
"Sebab berdirinya Jokpro 2024 ini berdasarkan imajinasi politik masyarakat Indonesia yang tercermin dari beberapa hasil survei memposisikan Jokowi dan Prabowo selalu diposisi teratas dari sisi keterpilihan," ungkapnya.
Timothy juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bergabung mendukung Jokpro 2024 agar Indonesia Aman, Damai, dan Sejahtera.
“Mari saya mengajak saudara-saudara semua bergabung dengan Jokpro 2024, di manapun saudara berada. Saya yakin Jokpro 2024 dapat mencegah polarisasi ekstrim agar Indonesia Aman, Damai, dan Sejahtera. Salam Persatuan Indonesia!" jelas Timothy.
Berita Terkait amendemen UUD 1945
SUMBER: