Kim Jong Un
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un Dikabarkan Sakit Parah dan Hendak Dikudeta
Kim Jong Un disebut kehilangan berat hingga 20 kg tetapi tidak terpantau memiliki masalah kesehatan utama yang memengaruhi pemerintahannya
TRIBUNMANADO.CO.ID - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dikabarkan sakit parah.
Tak hanya itu, muncul kabar Kim Jong Un bakal dikudeta.
Kim Jong Un disebut kehilangan berat hingga 20 kg tetapi tidak terpantau memiliki masalah kesehatan utama yang memengaruhi pemerintahannya
Berdasarkan laporan dari Monthly Chosun, tanda-tanda itu terlihat dari dibakarnya kendaraan yang dipakai untuk mengawal Kim.
Insiden itu berawal pada 30 Juni. Saat itu, Kim disebut memerintahkan transportasi material berkualitas tinggi untuk pembangunan rumah mewah.
Dilansir Allkopop Kamis (8/7/2021), material itu dibeli dari China dan dikirim lewat kapal yang diselundupkan.
Kapal tersebut sampai di Pelabuhan Dongyang pada 4 Juli, dan rencananya dibawa dengan pengawalan tujuh kendaraan.
Namun dalam perjalanan, kendaraan terakhir dilaporkan dibakar bersama dengan suplai pesanan Kim Jong Un.
Komandan pengawalan mengungkapkan, pelaku sengaja membakar mobil untuk menyasar pemimpin Korea Utara sejak 2011 tersebut.
Pemerintah pusat langsung menganggap langkah ini sebagai bentuk kudeta, dan mengirimkan Komando Pertahanan Nasional untuk menyelidikinya.
The Korea Herald memberitakan, kudeta itu disebut didalangi oleh Kim Pyong Il, yang notabene paman Kim.
Selain adanya kabar upaya penggulingan paksa, muncul rumor bahwa Kim menderita pendarahan di otak.
Lebih lanjut, material berkualitas tinggi itu diperlukan Kim untuk membangun 800 rumah mewah di tepi Sungai Pyeongyang.
Pemerintah Korea Utara menyelundupkannya dengan kode "Barang Nomor 1" untuk mengelabui deteksi internasional.
Negara penganut ideologi Juche itu dihantam serangkaian sanksi karena mengembangkan rudal balistik dan senjata nuklir.
Respons Korea Selatan
Merespons rumor tersebut, intelijen Korea Selatan menyebut Kim masih memimpin Korea Utara "secara normal".
"Kami memastikan bahwa segala rumor yang berhubungan dengan Kim Jong Un tidak berdasar." kata Dinas Intelijen Nasional (NIS) dalamr rilisnya.
Telik sandi "Negeri Ginseng" memastikan Kim tidak menderita pendarahan otak yang membuatnya kolaps atau kudeta.
NIS menyatakan berdasarkan informasi yang mereka punya, Kim masih mengikuti pertemuan politbiro pada 29 Juni.
"Dia mengikuti seluruh agenda sepanjang hari, dan masih mengurusi berbagai kepentingan negara secara normal," jelas Seoul.
Kim, yang dikenal sebagai perokok berat, terus menjadi perhatian dunia karena kondisi kesehatannya.
Pada tahun lalu, dia tidak muncul di publik selama 20 hari. Memunculkan spekulasi liar bahwa kondisi kesehatannya sedang buruk.
Bahkan, beredar kabar bahwa Kim generasi ketiga itu meninggal dunia, sebelum dia muncul pada Mei 2020.
Lebih Langsing 20 kg Dibanding Sebelumnya
Badan Intelijen Nasional Korea Selatan memperkirakan Jong-un baru-baru ini kehilangan antara 10kg dan 20kg, kata Kim Byung-kee, seorang anggota parlemen kepada wartawan, di mana dirinya diberi pengarahan oleh kantor mata-mata, Kamis (7/8/2021).
"Jika ada kelainan pada kesehatannya, seharusnya ada tanda-tanda masuknya obat-obatan impor ke klinik yang bertanggung jawab atas kesehatan Kim, tetapi itu tidak terdeteksi," kata anggota parlemen itu, seraya menambahkan Kim Jong Un masih memimpin pertemuan "berjam-jam" dan tidak ada yang aneh dengan cara dia berjalan.
Pemimpin Korea Utara berusia 37 tahun itu tidak terlihat oleh publik selama sebagian besar bulan Mei, dan ketika dia muncul kembali dalam video bulan Juni yang menunjukkan dia memimpin rapat pemerintah, dia tampak jauh lebih langsing.
Media pemerintah kemudian memuat sebuah cerita yang mengutip seorang warga yang mengatakan warga Korea Utara menangis sedih saat melihat Kim Jong-un yang lebih langsing.
Berat badan Kim dipantau oleh agen mata-mata untuk menganalisa rezim otokratis dan rahasia di Pyongyang, terutama karena keluarga Kim memiliki riwayat penyakit jantung.
Total perdagangan antara Korea Utara dan China turun 81 persen selama lima bulan pertama tahun 2021, dibandingkan dengan tahun lalu, kata Ha.
Pembatasan di sepanjang perbatasan dengan China, perjuangan menghadapi pandemi dan sanksi internasional membuat ekonomi Korea Utara hampir tidak tumbuh tahun ini, kata Fitch Solutions April lalu.
Mr Kim Jong Un bulan lalu memperingatkan "situasi makanan sekarang semakin tegang".
Kekurangan abadi bangsanya diperburuk oleh badai topan tahun lalu yang memusnahkan tanaman pangan dan keputusannya untuk menutup perbatasan karena Covid-19, menghambat perdagangan resmi yang dimiliki Korea Utara.
Pemimpin Korea Utara kemudian mengatakan negara itu menghadapi "krisis besar" atas pelanggaran karantina, meskipun tidak ada rincian yang diberikan pada saat itu.
Mr Ha mengatakan agen mata-mata percaya pernyataan Mr Kim ada hubungannya dengan penundaan rencana untuk membuka kembali perbatasan sehingga perdagangan dengan China bisa mendapatkan dorongan.
Korea Utara Fokus Beri Makan Rakyatnya daripada Urus Nuklir
Kim Jong Un menurunkan pemimpin militer dalam perombakan dramatis kepemimpinan badan tertinggi partai yang berkuasa, sehingga membuat warga sipil mendominasi pemerintahan.
Analis percaya langkah diktator Korea Utara menunjukkan fokus baru kebijakannya, yaitu untuk memerangi kekurangan pangan dan kegagalan birokrasi atas pembangunan militer.
Pekan lalu, Korea Utara mengumumkan serangkaian perubahan kepemimpinan yang mungkin merupakan perombakan pejabat tinggi paling signifikan dalam beberapa tahun.
Media pemerintah belum memberikan rincian tentang perubahan personel ini.
Tetapi penurunan pangkat kemungkinan dilakukan untuk pejabat yang terkait dengan apa yang disebut Kim sebagai “krisis besar” Korea Utara.
Kondisi itu terjadi karena penyimpangan virus corona di tengah masalah ekonomi dan kekurangan makanan yang diperparah oleh penutupan perbatasan anti-pandemi.
Reuters melaporkan pada Kamis (8/7/2021), foto-foto yang diterbitkan di media pemerintah menunjukkan Kim mengunjungi makam keluarganya, bersama pejabat pemerintahan yang tampaknya telah di rombak.
Setidaknya, dokumentasi itu mengonfirmasi bahwa Ri Pyong Chol, seorang penasihat utama yang memainkan peran utama dalam program rudal balistik dan nuklir Korea Utara, telah kehilangan posisinya di Presidium politbiro.
Ri, yang terkadang mengenakan seragam militer, terlihat di foto tersebut mengenakan pakaian sipil. Dia terlihat berdiri beberapa baris di belakang Kim, menunjukkan peran barunya yang tidak jelas.
Penunjukan baru pada posisinya di presidium partai tidak muncul di foto. Mereka yang berdiri di samping Kim semua warga sipil.
Tampaknya militer telah "diturunkan dalam urutan kekuasaan", kata Ken Gause, seorang spesialis kepemimpinan Korea Utara di CNA, sebuah organisasi penelitian dan analisis nirlaba yang berbasis di Amerika Serikat.
Menurutnya, militer mendominasi kebijakan di Korea Utara dan itu diyakini tidak akan berubah dalam jangka panjang.
Tetapi, perubahan terkini mungkin menandakan bahwa untuk saat ini, Kim tidak mungkin untuk melanjutkan ancaman nuklir, sementara dia berfokus pada masalah di dalam negeri, kata Gause.
"Fokus secara internal adalah pada ekonomi, bukan program nuklir," katanya.
Sulit untuk menentukan nasib Ri, apalagi menarik kesimpulan tentang sinyal apa yang ingin dikirim dalam hal program senjata strategis Korea Utara, kata Rachel Minyoung Lee, seorang analis di program 38 North yang berbasis di AS, yang mempelajari Korea Utara.
Menurutnya, Ri bisa saja diangkat kembali sepenuhnya dan bahkan merebut kembali gelar anggota presidiumnya.
Foto-foto itu juga menunjukkan bahwa Choe Sang Gon, sekretaris partai dan direktur departemen sains dan pendidikan, kehilangan posisinya di politbiro.
Sementara Kim Song Nam, direktur Departemen Internasional, dan Ho Chol Man, direktur Departemen Kader, mungkin telah dipromosikan sebagai anggota penuh, kata Lee.
Kim Jong Un diyakini frustrasi oleh para pejabat yang tidak secara akurat melaksanakan arahannya atau menyampaikan informasi kepadanya.
Perubahan personel mungkin sesuai dengan upaya yang lebih luas untuk "memperbaiki nyali rezim" dengan mengalihkan otoritas, tetapi bukan (mengalihkan) kekuasaan, ke bawah rantai komando,” kata Gause.
"Kim telah memperketat lingkaran dalamnya di sekitar sekelompok teknokrat dan personel keamanan internal, dua sektor yang didedikasikan untuk membuat ‘Juche’ berjalan saat ini," katanya, mengacu pada ideologi kemandirian Korea Utara.
Gause menilai langkah ini bukan rencana jangka panjang, tetapi tindakan sementara mengingat keadaan luar biasa yang dihadapi rezim.
Michael Madden, seorang ahli kepemimpinan di 38 North, mengatakan bahwa apa yang tampak seperti penurunan pangkat seringkali bisa menjadi bagian dari pergantian rutin.
Tindakan itu tujuannya untuk mencegah pejabat mana pun membangun terlalu banyak basis kekuatan. Hal itu juga bisa dilakukan untuk menugaskan kembali pejabat yang kompeten dan tepercaya untuk menangani masalah tertentu dalam peran yang lebih langsung.
"Demosi adalah hal yang sangat umum dalam politik Korea Utara," katanya.
"Kita perlu ingat bahwa hal-hal yang terlihat seperti penurunan pangkat bagi kita sebenarnya bisa bertujuan lain."