Tambang Patolo Bolmong
Tambang Emas Ilegal Potolo Bolmong Kembali Makan Korban, Walhi: Kelemahan Pemerintah dan Polisi
Kasus terbaru menimpa Refani Datundugon (24), warga Tungoi, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bоlmоng, Senin (28/6/2021).
Penulis: Nielton Durado | Editor: Jumadi Mappanganro
TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Kecelakaan kerja yang kembali terjadi di areal Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Potolo menuai sorotan dari Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Sulut.
Potolo tercatat bagian wilayah Desa Tanoyan Selatan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara.
Direktur Walhi Sulut Theo Runtuwene mengatakan, insiden tersebut menunjukkan adanya kelemahan pemerintah daerah dan aparat kepolisian setempat dalam menindak.
“Sekaligus bukti kegagalan pemerintah dan aparat terkait dalam melenyesaikan aturan pertambangan di daerah tersebut,” kata Theo Runtuwene via whatsApp ke tribunmanado.co.id, Senin (28/6/2021) malam.
Menurutnya, tambang ilegal yang telah merusak lingkungan dan berdampak kerugian sosial ekonomi masyarakat itu sudah lama dilarang.
“Kok masih bisa beraktivitas? Itu artinya pemerintah dan aparat keamanan setempat tidak tegas,” tuturnya.

Apalagi, aktivitas tambang emas ilegal di Potolo tersebut sudah kerap jatuh korban.
Kasus terbaru menimpa Refani Datundugon (24), warga Tungoi, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bоlmоng, Senin (28/6/2021).
Refani mengalami luka serius di bagian kepala akibat tertimbun batu saat menambang.
“Korban sudah dibawa ke rumah sakit di Kota Manado,” kata Kapolres Kotamobagu AKBP Prasetya Sejati yang dikonfirmasi sore tadi.
"Kita doakan saja semoga baik-baik saja," tambahnya.
Mantan Kasubdit Regident Polda Sulut ini, menambahkan jika dirinya belum bisa memastikan ada berapa korban dalam peristiwa tersebut.
"Ini masih kita lidik, jadi belum tahu pasti. Dalam waktu dekat ini akan segera memberikan keterangan terkait peristiwa ini,” terangnya.
Dalam catatan Tribun, pada 5 Maret 2019 lalu dua korban meninggal di areal tambang emas ilegal di Patolo.
Kedua korban itu bernama Sonti Polili (38) dan Amang Mokoginta (40). Keduanya meninggal karena menghirup zat asam dari lubang galian tambang.