Soeharto
KISAH Soeharto Izinkan Perusahaan Asing Menambang di Freeport Papua, Suku Amungme Protes
Meletusnya peristiwa G30S dan huru-hara di sejumlah daerah pasca-peralihan kekuasaan membuat situasi ekonomi tidak stabil.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Soeharto belum genap dua bulan resmi menjadi presiden kedua Indonesia.
Namun pada tanggal 7 April 1967, dia sudah memberikan izin kepada Freeport Sulphur of Delaware untuk menambang di Papua.
Selama masa pemerintahan Orde Lama, Presiden Soekarno sama sekali belum pernah mengizinkan investasi perusahaan asing di Indonesia, seperti melansir Kontan.
Jadi, Freeport adalah perusahaan penanaman modal asing (PMA) pertama di Tanah Air.
Ketika Orde Baru masih berumur jagung, ekonomi Indonesia terbilang masih karut-marut.
Meletusnya peristiwa G30S dan huru-hara di sejumlah daerah pasca-peralihan kekuasaan membuat situasi ekonomi tidak stabil.

Salah satunya terjadinya inflasi yang mencapai 600-700 persen.
Hal itu ditandai dengan meroketnya harga kebutuhan pangan.
Otomatis, pembangunan infrastruktur terhenti saat itu.
Presiden Soeharto bergerak cepat melakukan stabilisasi ekonomi.
Salah satunya dengan membuka keran investasi bagi Freeport.
Penandatanganan kontrak kerja dengan pemerintah Indonesia untuk penambangan tembaga di Papua Barat tersebut dilakukan di Departemen Pertambangan Indonesia.
Saat itu, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menteri Pertambangan Ir. Slamet Bratanata dan Freeport oleh Robert C. Hills (Presiden Freeport Shulpur) dan Forbes K. Wilson (Presiden Freeport Indonesia), anak perusahan Freeport Sulphur.
Penandatanganan KK disaksikan pula oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Marshall Green.
Freeport mendapat hak konsensi lahan penambangan seluas 10.908 hektar untuk kontrak selama 30 tahun terhitung sejak kegiatan komersial pertama dilakukan.