KPK
Wawancara Eksklusif Direktur PJKAKI KPK: Pegawai KPK Ada yang Disuruh Pilih Alquran atau Pancasila
Berikut petikan wawancara khusus dengan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Sujanarko.
Tetapi bisa saya yakinkan, karena saya waktu tes Capim KPK dulu sampai ke DPR, maka pertanyaan TWK kemarin sangat tidak berbobot, pertanyaan rendahan.
Di antara pertanyaan yang ditanyakan itu apa?
Kalau saya tidak ada yang aneh-aneh ya. Saya yakin pengujinya juga tidak berani. Tetapi pertanyaan-pertanyaan yang sangat rendah dan tidak berintegritas itu diajukan kepada officer-officer yang di bawah.
Kebetulan saya dapat testimoni dari anak buah, tentang lepas jilbab, hasrat. Itu kebetulan anak buah saya. Bahkan disuruh pilih antara Alquran atau Pancasila. Bagaimana pertanyaan kok seperti itu? Itu testimoni yang saya dapat.
Siapa pewawancara atau pelaksana tes?
Ini juga suatu keanehan. Karena biasanya kalau konsultan profesional dan berintegritas saat kita masuk dipersilakan duduk, dia memperkenalkan diri dulu sebelum peserta ditanya identitasnya. Ini diminta nama dia nggak nyebut.
Jadi seperti gelap. Kita nggak jelas, minta nomor handphone-nya nggak ada. Pewawancara orang-orang yang tidak mau diketahui identitasnya, tidak profesional banget.
Apakah anda mengenal mereka?
Tidak kenal. Tetapi saya yakin pewawancara saya bukan dari BKN. Orang di luar BKN.
Kira-kira menurut anda, dari mana pewawancara itu berasal?
Kalau dari sisi jenis-jenis pertanyaan, mereka punya kompetensi intelijen. Orangnya cukup senior.
Ketika diberi tahu tidak lolos TWK, apa Anda rasakan?
Kalau saya biasa saja. Tetapi prinsip saya begini, kebenaran tidak boleh takluk. Jadi kalau saya menyatakan saya di jalur kebenaran, maka saya akan tegak berdiri dan melawannya.
Bagaimana mekanisme anda mendapat pemberitahuan tidak lolos TWK?
Dengan ramainya publik, ada tekanan-tekanan publik itu, muncullah gagasan menonaktifkan pegawai. Ini juga blunder kedua. Kenapa? Karena tidak ada SOP, mekanisme, peraturan KPK bisa menonaktifkan pegawai tanpa kesalahan. Kesalahan yang dimaksud di KPK itu bukan kesalahan atas persepsi pimpinan. KPK itu selalu yang disebut kesalahan melalui proses pemeriksaan internal bahkan melalui sidang kode etik. Jadi setiap pejabat di KPK tidak boleh mempersepsikan anak buahnya punya kesalahan tanpa proses yang adil. Tidak ada proses seperti itu.