Maria Lumowa
Masih Ingat Maria Lumowa? Dulu Bobol Bank Rp 1,7 T dan Buron 17 Tahun, Kini Dituntut Jaksa
Maria Pauline Lumowa telah menjadi buronan pemerintah Indonesia sejak 17 tahun lalu
TRIBUNMANADO.CO.ID - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Maria Pauline Lumowa membayar uang pengganti sebesar Rp 185,82 miliar.
Maria Pauliene diketahui buron sejak 2003 dan baru ditangkap oleh Kementerian Hukum dan HAM lewat jalur ekstradisi dari Serbia pada 9 Juli 2020 lalu.
Maria Pauline Lumowa telah menjadi buronan pemerintah Indonesia sejak 17 tahun lalu dan tiba di Indonesia, Kamis (9/7/2020) silam
Maria Pauline Lumowa lahir di Paleloan, 27 Juli 1958.
Ia merupakan pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia, perusahaan yang bergerak di bidang ekspor hasil perkebunan, pupuk cair, dan industri marmer.
Mengutip Kompas.com, kasus ini bermula pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003.
Ketika itu Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Pengucuran pinjaman senilai Rp 1,7 triliun itu setelah Maria mengajukan pengajuan 41 Letter of Credit (L/C), yang dilampirkan dengan delapan dokumen ekspor fiktif, yang seolah-olah perusahaan itu telah melakukan ekspor.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Kasus Maria Pauline Lumowa ini kemudian menyeret Komjen Pol. Suyitno Landung, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri saat itu, dengan tuduhan menerima suap mobil dan Brigjen Pol. Samuel Ismoko yang menerima cek dari Adrian Waworuntu, kolega Maria Pauline.
Pada 13 Desember 2005, Komjen Pol. Suyitno Landun ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang pada saat menangani kasus pembobolan Bank BNI dengan tersangka Adrian Waworuntu.
Ia divonis satu tahun enam bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Oktober 2006 dan ditahan di Markas Besar Polri
Selanjutnya, Hakim Ibrahim juga ikut terseret kasus ini karena tertangkap tangan oleh petugas KPK, sesaat setelah menerima tas plastik berisi uang Rp 300 juta.