Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Papua

Pengungsi Papua Barat Mengaku Diteror Kopassus, Ayahnya Ternyata yang Menyuplai Senjata

Izzy menceritakan, sebelum memimpin keamanan untuk Thales, ayahnya bekerja untuk Asio, Organisasi Intelijen Keamanan Australia.

Editor: Rhendi Umar
Isitimewa
Lober Wanggai dan Izzy Brown melakukan protes di luar kantor konsulat Indonesia 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Sebuah kisah berbeda dibagikan oleh wanita bernama Izzy Brown asal Australia.

Ia harus menghadapi fakta memilukan saat ternyata ada jalinan ironis antara ayah yang bekerja di perusahaan senjata terkaya di dunia dan suaminya yang berasal dari Papua Barat.

Membagikan kisahnya melalui kanal berita The Guardian (5/5/2021), Izzy mengungkapkan bahwa ayahnya bekerja untuk Thales, salah satu perusahaan senjata terkaya di dunia.

Thales adalah perusahaan mustinasional Prancis yang beroperasi di lebih dari 50 negara di dunia, termasuk Australia.

Izzy menceritakan, sebelum memimpin keamanan untuk Thales, ayahnya bekerja untuk Asio, Organisasi Intelijen Keamanan Australia.

Selama ayahnya bekerja di perusahaan senjata tersebut, Thales tak pernah mendapatkan jawaban pasti tentang apa yang dikerjakan ayahnya.

Sampai pada suatu hari, Izzy mengetahui bahwa perusahaan itu menjual kendaraan bersenjata termasuk kepada pasukan khusus Indonesia, Kopassus.

Hal yang ia ketahui adalah bahwa Kopassus yang sama adalah yang dituduh meneror, menyiksa, dan membunuh rakyat Papua Barat.

Sementara suaminya merupakan seorang pengungsi Papua Barat. Bahkan, anak-anak mereka tinggal di sana.

"Separuh dari keluarga anak-anak kami tinggal di Papua Barat, ketakutan dengan tentara Indonesia, siap lari ketika pasukan Kopassus masuk ke desa mereka,"

"Tiba-tiba saya menyadari dengan menyakitkan bahwa ayah saya dibayar oleh perusahaan yang menjual senjata yang mungkin digunakan untuk melawan keluarga cucu-cucunya sendiri," ungkapnya.

Sebelumnya, Izzy menyadari bahwa mungkin perjalanan hidup sang ayah dan suaminya punya jalinan pada suatu titik.

Namun, ia mengaku tak pernah membayangkan bahwa jalinannya akan semengerikan ini.

"Saya selalu curiga bahwa perjalanan ayah saya dan perjalanan pasangan saya mungkin berhubungan, tetapi saya tidak pernah membayangkan betapa mengerikannya cerita mereka," katanya.

Suami Izzy, Lober Wanggai, mendarat di Cape York, Australia pada tanggal 17 Januari 2006 di sebuah kano cadik bersama 42 pengungsi lainnya dari Papua Barat.

Halaman
123
Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved