Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Memahami Beragam Faktor Keterlibatan Perempuan dalam Pusaran Aksi Terorisme

Riset menunjukkan bahwa perempuan punya peran sangat vital dalam organisasi teroris, menjadi ahli propaganda, terlibat perekrutan, pengumpul dana.

Istimewa
Surat wasiat Zakiah Aini (26) pelaku terduga teroris penyerangan Mabes Polri Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (31/3/2021) beredar. 

Aksi-aksi terorisme didesain sedemikian rupa sehingga menjadi senjata psikologis untuk mengesankan keberanian dan panggilan jihad, heroisme, membangun efek menular, dan propaganda.

Dalam upaya mencapai tujuan dari desain itu, perempuan kemudian dilibatkan.

Sayangnya, selama ini konstruksi sosial masyarakat telah menempatkan perempuan dalam femininitas yang melekat.

Aspek yang dibangun adalah stereotipe perempuan sebagai pihak yang lemah lembut, pendukung keluarga, pengasuh anak, mengalah dan jauh dari kekerasan.

“Persoalannya adalah, perempuan dalam drama terorisme ditempatkan dengan memanfaatkan sterotipe yang berdasarkan femininitas tadi, sehingga perempuan diabaikan dalam pemeriksaan fisik, diabaikan dalam pemantauan, yang dalam satu titik membuat aparat lengah,” kata Puspitasari.

Karena masyarakat menempatkan perempuan dalam stereotipe itu, mereka cenderung tidak percaya ketika perempuan melakukan aksi terorisme.

Padahal, lanjut Puspitasari, riset menunjukkan bahwa perempuan punya peran sangat vital dalam organisasi teroris.

Perempuan menjadi ahli propaganda, terlibat perekrutan, pengumpulan dana untuk biaya kegiatan terorisme, bagian dari operator sistem teknologi infomasi, dipakai sebagai ornamen, pengasuh anak secara ideologis, hingga menyediakan dukungan logistik sampai materi bom.

Dalam beberapa kasus, perempuan bahkan menjadi pelaku bom itu sendiri.

“Jangan lupa, dalam konsep teater, perempuan menjadi pemain utama dalam orkestrasi teater tersebut,” kata dia.

“Sudahkan kita memperhitungkan akibat, dari melihat perempuan secara stereotipe,” ujar Puspitasari bernada tanya.

Proses yang Berbeda

Antropolog Dr Amanah Nurish mengakui bahwa terorisme adalah aksi lintas gender.

Dalam kasus pelaku perempuan, aparat lebih sulit menjaringnya karena identitas yang kompleks dan sulit diprediksi.

Amanah yang melakukan penelitian terorisme perempuan di Sulawesi Tengah melihat unsur kewilayahan menjadi faktor cukup berpengaruh.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved