KKB Papua
Komnas HAM Kecewa KKB Papua Ditetapkan Sebagai Teroris, Al-Rahab Singgung Mahfud MD
Pihak Komnas HAM kecewa atas putusan Pemerintah tetapkan KKB Papua sebagai teroris. Amiruddin Al-Rahab singgung Menko Pulhukam Mahfud MD.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Penetapan Kelompok Kriminal Bersenjata Papua atau KKB Papua sebagai teroris menuai tanggapan dari berbagai kalangan.
Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe, meminta kepada pemerintah seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Bersamaan, pihak Komnas HAM juga turut bertanggapan.
(Foto: Pasukan KKB Papua ditetapkan menjadi teroris./Facebook TPNPB)
Wakil Ketua Eksternal Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) Amiruddin Al-Rahab kecewa dengan keputusan pemerintah
yang menyematkan label teroris terhadap kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.
"Kalau hari ini Pak Menko mengumumkan jalan keluarnya dengan menambah label teroris,
saya terus terang merasa kecewa dengan itu," kata Amiruddin seperti dikutip dari Antara, Kamis (29/4/2021).
Ia menilai penegakan hukum yang transparan, adil, dan bertanggung jawab menjadi jalan penyelesaian
yang lebih penting untuk diutamakan daripada pemberian label teroris kepada KKB.
"Itu jauh lebih penting diutamakan daripada mengubah-ubah soal label," kata dia.
Menurut Amiruddin selama ini label KKB di Papua kerap mengalami banyak perubahan.
Namun, ia menilai perubahan label tersebut tidak membawa perubahan apapun.
KKB di Papua, menurutnya, pernah disebut sebagai kelompok separatis,
kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB), dan sekarang menjadi teroris.
"Tidak ada perubahan, situasinya sama saja," ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga mengkhawatirkan adanya eskalasi kekerasan yang terjadi di lapangan usai KKB dikatagorikan sebagai teroris.
Kemudian, ia juga mempertanyakan terkait proses hukum yang akan dijalankan hingga reaksi dari pihak-pihak di Papua atas label teroris kepada KKB.
Karena itu, menurut Amiruddin penegakan hukum yang transparan dinilai Komnas HAM jauh lebih penting diutamakan dari pada sekadar pelabelan terhadap KKB.
"Saya katakan ini semua karena KKB itu sesuatu yang tidak jelas.
Apa itu KKB. Dimana alamat KKB. KKB itu bukan organisasi," ucap Amiruddin Al-Rahab.
(Foto: Wakil Ketua Eksternal Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) Amiruddin Al-Rahab singgung Menko Polhukam Mahfud MD yang tetapkan KKB Papua sebagai teroris. (Nursita Sari/Kompas.com)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sebelumnya mengumumkan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua dimasukkan ke dalam katagori organisasi teroris.
Mahfud mengatakan, pelabelan organisasi teroris terhadap KKB sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU.
"Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris," ujar Mahfud dalam konferensi pers, dikutip dari kanal Youtube Kemenko Polhukam, Kamis (29/4/2021).
Tanggapan Gubernur Papua Lukas Enembe
Penetapan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB Papua) oleh pemerintah ditanggapi Gubernur Papua Lukas Enembe.
KKB Papua kini dikategorikan sebagai teroris setelah aksi-aksi yang meresahkan dan mengancam NKRI
Namun, Gubernur Lukas Enembe menilai, bahwa hal itu pemerintah pusat seharusnya berkonsultasi lebih dahulu
dengan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sebelumnya, pemerintah telah resmi menetapkan KKB sebagai organisasi teroris
yang dianggap mengancam kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada Kamis (29/4/2021).
"Pemerintah Provinsi Papua juga berpendapat bahwa pemerintah pusat sebaiknya melakukan komunikasi
dan konsultasi bersama Dewan Keamanan PBB terkait pemberian status teroris terhadap KKB," kata ujar Lukas, Kamis (29/4/2021).
Lukas mengeluarkan tanggapan tertulis yang disebar melalui Juru Bicara Gubernur Papua, Muhammad Rifai Darus.
Ada tujuh poin penting yang dikeluarkan Lukas Enembe dalam pernyataan tersebut,
salah satunya ia meminta pemerintah pusat mengkaji kembali pelabelan teroris bagi KKB.
Berikut tujuh poin pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe.
1. Terorisme adalah konsep yang selalu diperdebatkan dalam ruang lingkup hukum dan politik,
dengan demikian penetapan KKB sebagai kelompok teroris perlu untuk ditinjau dengan seksama
dan memastikan obyektifitas negara dalam pemberian status tersebut.
2. Pemerintah Provinsi Papua sepakat bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang
yang mengaku sebagai bagian dari KKB adalah perbuatan yang meresahkan,
melanggar hukum serta menciderai prinsip-prinsip dasar HAM.
3. Pemerintah Provinsi Papua meminta kepada pemerintah pusat dan DPR RI
agar melakukan pengkajian kembali menyoal penyematan label terhadap KKB sebagai teroris.
Kami berpendapat bahwa pengkajian tersebut harus bersifat komprehensif dengan memperhatikan dampak sosial,
dampak ekonomi dan dampak hukum terhadap warga Papua secara umum.
4. Pemerintah Provinsi Papua mendorong agar TNI dan Polri terlebih dahulu
untuk melakukan pemetaan kekuatan KKB yang melingkupi persebaran wilayahnya,
jumlah orang dan ciri-ciri khusus yang menggambarkan tubuh organisasi tersebut.
Hal ini sangat dibutuhkan, sebab Pemerintah Provinsi Papua tidak menginginkan adanya peristiwa salah tembak
dan salah tangkap yang menyasar penduduk sipil Papua.
5. Pemerintah Provinsi Papua juga berpendapat bahwa pemberian label teroris kepada KKB
akan memiliki dampak psikososial bagi warga Papua yang berada di perantauan.
Hal ini ditakutkan akan memunculkan stigmatisasi negatif yang baru bagi warga Papua yang berada di perantauan.
6. Pemerintah Provinsi Papua juga berpendapat bahwa pemerintah pusat sebaiknya melakukan komunikasi
dan konsultasi bersama Dewan Keamanan PBB terkait pemberian status teroris terhadap KKB.
7. Pemerintah Provinsi Papua menyatakan, bahwa Rakyat Papua akan tetap dan selalu setia kepada NKRI,
sehingga kami menginginkan agar pendekatan keamanan (security approach) di Papua dilakukan lebih humanis
dan mengedepankan pertukaran kata dan gagasan, bukan pertukaran peluru.
(Kompas.com)
Tautan: