Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Keluarga Soeharto

Sosok Sukirah, Ibu Soeharto, Putri Bangsawan Kemusuk yang Dinakahi Kertosudiro, Hidupnya Malang

Kisah hidup Sukirah, ibunda Presiden Soeharto putri bangsawan Kemusuk, DIY. Menikah dengan Kertosudiro. Hidup dalam kemalangan setelah menikah.

Penulis: Frandi Piring | Editor: Frandi Piring
Kolase Foto: Twitter/cikalbangsaa.wordpress.com
Sosok Sukirah, Ibu Soeharto, Putri Bangsawan Kemusuk nikahi Kertosudiro. 

Kisah <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/soeharto' title='Soeharto'>Soeharto</a> dan kedua orangtuanya, Kertosudiro dan <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/sukirah' title='Sukirah'>Sukirah</a>.Kolase
(Foto: Kisah Soeharto dan kedua orangtuanya, Kertosudiro dan Sukirah./Kolase Foto: Dok.Instagram/@tututsoehart/https://sclm17.blogspot.com/)

Seiring berjalannya waktu, kesehatan Sukirah pulih kembali dan kemudian menemukan kebahagiaannya sebagai seorang istri.

Sukirah berkenalan dengan Purnomo keturunan Wongsomenggolo pendiri dusun Kemusuk dan akhirnya memutuskan untuk menikah.

Purnomo yang kemudian berganti nama menjadi R. Atmoprawiro, sangat memahami latar belakang Sukirah sehingga kehidupan rumah tangga mereka dijalani dengan harmonis.

Sementara Kertosudiro yang telah menikah kembali dan berganti nama menjadi Notokaryo, berniat menitipkan Soeharto kepada adiknya, Ny. Prawirowiharjo.

Tanpa sepengetahuan Sukirah, Kertosudiro membawa Soeharto secara paksa karena takut niatnya tidak disetujui oleh Soekirah dan Soeharto tumbuh hingga dewasa dalam asuhan Ny. Prawirowiharjo.

Menikah dengan R. Atmopawiro, Sukirah menjalani kehidupan yang lebih baik dan dikaruniai tujuh orang putra dan putri.

Sukirah dikenang sebagai perempuan yang kuat tirakat dan gedhe prihatine.

Gaya hidup yang  sederhana, kemandirian serta taat dalam mengamalkan ajaran agama selalui diajarkan Sukirah kepada semua anaknya.

Sifat lain yang selalu dinasihatkan kepada anak-anaknya adalah gemi, nastiti lan ngati-hati, yakni hemat, tekun

dan selalu bersikap hati-hati (waspada) dan juga pepatah open dan kopen, yaitu sikap merawat dan memelihara segala sesuatu.

Perjuangan Soekirah dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya belum bisa ia rasakan hasilnya.

Menjelang saat-saat kemerdekaan, penyakit lama yang dideritanya kambuh lagi hingga mengakibatkan dirinya meninggal dunia pada tahun 1946 dan kemudian dimakamkan di Gunung Pule.

Sedangkan Atmoprawiro meninggal pada tahun 1949, karena tertembak oleh Belanda yang sedang melacak jejak Soeharto di Kemusuk.

Atmoprawiro kemudian dimakamkan di pemakaman keluarga Wongsomenggolo di daerah Gedong.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved