Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tribun Travel

Goyang Lidah Sembari Asa Karsa di Sawua Kolintang Cafe n Resto Tomohon

Cafe ini menawarkan sesuatu yang baru, yang selama ini hanya ada di imajinasi terliar para wisatawan: kuliner lezat di satu sisi dan unsur budaya.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
Istimewa.
Sawua Kolintang Café n Resto di Kota Tomohon. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado - Pendemi Covid 19 boleh merobohkan bangunan Pariwisata Sulut. Tapi ide tak pernah mati. Kreativitas tumbuh justru dipicu oleh situasi sulit. 

Dari kreativitas itulah hadir Sawua Kolintang Café n Resto di Kota Tomohon.

Cafe ini menawarkan sesuatu yang baru, yang selama ini hanya ada di imajinasi terliar para wisatawan: kuliner lezat di satu sisi dan unsur budaya Minahasa di sisi lainnya. 

Pengunjung dapat menikmati segala hal tentang kolintang sembari bersantai atau bersantap.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia Sandiaga Uno saat berkunjung ke Likupang beberapa waktu lalu mengatakan, paduan wisata kuliner dan budaya adalah model dari pariwisata masa depan yang dinikmati milenial. 

Lokasinya di RBN Wale Mazani Tomohon, Walian Satu, Kecamatan Tomohon Selatan, Kota Tomohon, Sulawesi Utara.

Berkendara dengan santai, tempat wisata ini hanya ditempuh sekitar 10 menit dari pusat Kota Tomohon.

Sawua Kolintang Café n Resto mulai dibuka pada Sabtu (10/04/2021).

Kehadirannya ditandai dengan prosesi adat “Nae Rumah Baru” yang dalam tradisi Minahasa disebut “Ohlorz Sumolo”.

Ritual ini merupakan kebiasaan orang Minahasa ketika akan memasuki dan bertinggal di rumah yang baru.

Dalam ritual Ohlorz Sumolo ini, ada empat tahapan besar yang dilakukan.

Pertama, Meresi U Lesar atau ritual pembersihan tempat perayaan.

Selanjutnya, Foso Sumolo atau upacara inti memasuki rumah yang baru.

Pada upacara ini juga dibagi dalam beberapa tahapan. Pertama, ritual Tumalinga Un Awar Le’os.

Dalam ritual ini pemimpin ritual mengambil tiga atau lima buah batu yang licin dan membungkusnya dengan daun lontar (=daun woka).

Batu yang terbungkus tersebut kemudian ditempatkan pada tempat yang sudah ditetapkan sambil menunggu bunyi burung Manguni (Owl) sebagai penanda.

Kedua, ritual Tumutung U Solo, yaitu pemimpin ritual menyalakan obor dan menyerahkannya kepada pemilik rumah.

Pemimpin ritual dan pemilik rumah kemudian bersama-sama berjalan mengelilingi halaman rumah sebanyak sembilan kali.

Ketiga adalah ritual Morai, yakni berbagai ucapan doa oleh pemimpin ritual.

Setelah tiga ritual pada tahap Foso Sumolo ini, kemudian digelar Rzumani U A'asaren Sumolo atau nyanyian Mazani memasuki rumah yang baru.

Setelah itu, dilakukan Mahmeya'an atau makan dan minum beralaskan daun.

Keseluruhan prosesi adat Ohlorz Sumolo ini dilakukan dengan menggunakan bahasa asli Minahasa yaitu bahasa Tombulu.

Di dalam kawasan Sawua Kolintang Café n Resto, pengunjung akan diperkenalkan tentang alat musik kolintang, nama dan istilah dalam bahasa Tombulu.

Di tempat dengan bangunan tradisional – sebagian besar berbahan dasar bambu dan kayu – pengunjung duduk dengan meja yang tak lain adalah alat musik kolintang.

Selain memesan makan dan minum, pengunjung juga dapat melihat pembuatan kolintang atau bahkan memesan/membeli.

Tak hanya Sawua Kolintang Café n Resto, ada banyak fasiltas lainnya di RBN Wale Mazani Tomohon.

Ada homestay atau tempat menginap dengan sebutan “Lawi Kakasean”.

Lalu resto n café yang disebut Pahkanenan wo Pahwangkeran.

Selain itu Wale Pahtateran atau aula, Pasong Pahwera’an atau ampiteater, serta Wale Pahturu’an Wo Pemawa’an atau gedung diklat.

Pengunjung juga dapat melihat budidaya kayu kolintang atau Pahtaneman Kai Kolintang, workshop kolintang, serta monumen, museum, dan galeri. 

Roy Pangalila selalu Strategic Leader Sawua Kolintang Cafe dan Resto menjelaskan apa yang telah digelar dalam acara ini adalah salah satu upaya melakukan rekonstruksi budaya Nae Rumah Baru dengan melakukan adaptasi dan simplifikasi sana sini sebagai simbolisasi bahwa Sawua Kolintang Cafe n Resto ini resmi dibuka.

“Ini hal yang pertama dilakukan di Minahasa pada jaman modern ini dengan melakukan upacara ritual seperti ini ketika sebuah unit usaha dibuka atau diresmikan, tidak dalam bentuk doa dan pemberkatan dengan menggunakan ritus agama tertentu namun menggunakan ritus yg dipakai oleh leluhur Minahasa jaman dulu,” ujar Pangalila. 

Dipuji Uskup Manado

Uskup Manado Mgr Benedictus Estephanus Untu MSC memberi apresiasi atas apa yang telah digagas oleh RBN Wale Mazani Minahasa ini.

"Pesan yang ingin disampaikan lewat upacara yang telah kita ikuti bersama ini adalah bahwa peran dari masing-masing orang yang telah dipercayakan memainkan perananya sangat menentukan dalam hasil akhir dari keseluruhan rangkaian," kata dia. 

Menurut Uskup, pesan tersebut menjadi cermin dalam kehidupan sehari hari dimana manusia harus hidup bersinergi.

"Misalnya dalam keluarga dimana jika kita hanya fokus pada diri sendiri saja tanpa memperhitungkan anggota keluarga yang lain maka hal ini tidak akan cukup menghasilkan sesuatu yang berkualitas. Untuk itu peran masing-masing anggota dalam sebuah rangkaian secara keseluruhan menjadi penting,” ungkap Uskup Manado. (art) 

3 Berita Populer Hari ini, Kerajaan Bisnis Tommy Soeharto hingga Kabar Orangtua Gempi Rujuk

Sosok Probosutedjo, Adik Soeharto yang Emosi Disebut Saudara Tiri, Eks Napi, Karir Dihalang Soeharto

Sosok Mbak Tutut Putri Sulung Soeharto, Pernah Jadi Menteri, Masuk Daftar Orang Terkaya di Indonesia

Berita tentang Tribun Travel lainnya.

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved