PKB
Pelanggaran Cak Imin Dibeber Para Mantan Ketua DPC PKB, 'Muhaimin Zalim Ubah AD/ART'
Munculnya wacana KLB PKB ditengarai karena banyak pelanggaran anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART).
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Gonjang ganjing di kubu internal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) semakin mencuat ke permukaan.
Terutama soal rencana bakal digantinya Muhaimin Iskandar.
Sejumlag DPC ada yang mendukung, namun tak sedikit yang menolak.
Wacana Muktamar Luar Biasa (MLB) PKB menyeruak ke publik.
Baca juga: Cerita Briptu Tivany, Dulu Bertato dan Bertindik, Jadi Polwan Cantik Berhijab Kasihan Lihat Mama
Sejumlah petinggi PKB daerah klaim tak puas dengan kepemimpinan Muhaimin Iskandar.
MLB pun menyeruak ke permukaan.
Wacana MLB muncul tak lama setelah KLB Partai Demokrat.
Bagaimana nasib KLB atau muktamar luar biasa PKB? Akankah kandas seperti Demokrat.
Berikut liputannya dirangkum Tribunnews.com, Rabu (14/4/2021) dari berbagai sumber:
Pelanggaran AD/ART?
Baca juga: Sosok Jendral TNI M Jusuf, Pria Bugis yang Berani Gebrak Meja di Depan Soeharto
Munculnya KLB PKB ditengarai karena banyak pelanggaran anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART).
Hal ini diungkapkan oleh Eks Ketua DPC PKB Jeneponto Andi Mappanturu.
Ia juga mengaku merasa dizalimi oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
Sebab, seharusnya ia masih mengemban jabatan hingga 2022.
Baca juga: Sri Mulyani Beber Bobroknya Pemerintahan Presiden Soeharto, Banyak Aset Hilang
"Tetapi karena kezaliman pak Muhaimin yang mengubah AD/ART
pada saat muktamar di Bali di dalamnya sudah tidak demokrasi," tutur Andi kepada Tribun Network, Senin (12/4).
Menurut Andi, Cak Imin seakan ketakukan akan dilengserkan
dari kursi ketua umum sehingga AD/ART partai diubah.
Satu di antaranya DPP sembarangan menunjuk pengurus DPC.
Padahal, seharusnya penjaringan nama DPW harus melalui DPC.
"Berdasarkan AD/ART lama Ketua DPW dipilih oleh Ketua DPC.
Setelah didengungkan oleh mantan Ketua DPC PKB Karawang Ahmad Zamakhsari alias Jimmy,
kini mantan Ketua DPC PKB Bandar Lampung, Juanda turut menyuarakan hal yang sama.
Dia mengatakan, kepemimpinan Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin)
telah terjadi pelanggaran AD/ART.
Mulai dari tidak adanya fungsi Dewan Syura dan Ketua DPC.
"Di PKB fungsi Dewan Syura sudah tidak ada dan sekarang fungsi Ketua DPC sudah tidak ada," kata Juanda saat dihubungi Tribunnews, Selasa (13/4/2021).
Selain itu, dia mengatakan saat ini PKB telah keluar jalur
dari khitahnya lantaran tidak ada demokrasi di internal PKB.
Dia menyebut saat ini PKB dikuasai oleh keluarga Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
"Karena Cak Imin sdh lebih dari 3 priode memimpin PKB.
Dan PKB sudah menjadi milik keluarga Cak imin bukan lagi Partainya warga Nahdliyin," pungkasnya.
Berikut Deretan Partai Politik yang Pernah Terpecah :
KLB Demokrat
Wacana KLB PKB menyeruak setelah sebelumnya api konflik di tubuh Partai Demokrat berhasil padam.
KLB yang berlangsung pada Jumat (5/3/2021) di Deli Serdang,
Sumatera Utara itu digelar oleh pihak yang kontra dengan
kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dengan hasil KLB tersebut, maka Partai Demokrat kini terpecah menjadi dua, yaitu di bawah AHY dan Moeldoko.
Namun Moeldoko yang terpilih sebagai ketua umum
melalui Kongres Luar Biasa (KLB) tidak diakui pemerintah.
PDIP Soerjadi vs PDIP Megawati
Perpecahan di tubuh Partai Demokrasi Indonesia (PDI) bermula ketika 16 fungsionaris
DPP PDI menyatakan akan melaksanakan kongres PDI guna memisahkan diri dari kepengurusan Megawati.
DPP PDI pun langsung memecat 16 fungsionaris itu karena secara sepihak
mengadakan kongres yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanggah (AD/ART) PDI.
Meski demikian, kongres di Medan tetap berjalan dan menunjuk
Wakil Ketua MPR/DPR Soerjadi sebagai ketua umum, dikutip dari Harian Kompas, 22 Juni 1996.
Melalui staf sosial politik ABRI saat itu, Letjen Syarwan Hamid,
pemerintah mengakui DPP PDI hasil Kongres Medan tersebut.
Artinya, pemerintah juga tidak akan mengakui adanya tandingan atau DPP PDI pimpinan Megawati.
Dualisme PDI ini kemudian berujung pada peristiwa mencekang
yang terjadi pada 27 Juli 1996 atau dikenal dengan "Kudatuli" (Kerusuhan 27 Juli) dan memakan korban jiwa.
Peristiwa Kudatuli berawal dari upaya pengambilalihan
kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia di Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta.
Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia mencatat,
kerusuhan itu mengakibatkan 5 orang tewas, 149 orang luka, dan 23 orang hilang.
Mengutip Harian Kompas, 13 Oktober 1996, kerugian materiil akibat peristiwa tersebut diperkirakan mencapai Rp 100 miliar.
PKB Gus Dur vs Cak Imin
Perpecahan di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bermula ketika Gus Dur
mencopot Muhaimin Iskandar dari jabatan sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB.
Dari 30 orang yang hadir, 20 orang memilih opsi agar Muhaimin mundur,
5 orang mendukung agar digelar Muktamar Luar Biasa (MLB), 3 suara menolak MLB, dan 2 abstain.
Akibat pemecatan itu, Muhaimin menggugat Gus Dur ke PN Jakarta Selatan.
PKB pimpinan KH Abdurrahman Wahid menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) di Ponpes Al-Asshriyyah, Parung, Bogor.
MLB ini menghasilkan keputusan Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Syuro PKB
dan Ali Masykur Musa sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz.
Menyusul MLB Bogor, giliran PKB kubu Muhaiman menggelar MLB di Hotel Mercure Ancol.
Hasilnya, Muhaimin ditetapkan sebagai Ketua Umum PKB,
sementara KH Aziz Mansyur ditunjuk sebagai Ketua Dewan Syuro.
Golkar Aburizal Bakrie vs Agung Laksono
Pada 2014 lalu, Partai Golkar juga memiliki dua kepengurusan,
yaitu hasil Munas Bali dengan terpilihnya Aburizal Bakrie dan hasil Munas Ancol
yang mengukuhkan Agung Laksono sebagai ketua umum.
Munculnya dua kepengurusan ini diyakini karena Munas Bali dilakukan secara tidak demokratis.
Pada Munas Bali, beberapa calon ketua umum Partai Golkar,
seperti Airlangga Hartarto dan Hajriyanto mengundurkan diri.
Pada Maret 2015, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
mengeluarkan surat keputusan yang mengesahkan Golkar kubu Agung Laksono.
Saat itu, Golkar kubu Agung memang menyatakan dukungan untuk pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Sementara Golkar kubu Aburizal memilih sebagai oposisi.
Namun, konflik tak berhenti pasca keluarnya SK Menkumham.
Kubu Aburizal menggugat SK tersebut ke PTUN.
Sejak saat itu terjadi konflik berkepanjangan antara dua kubu,
seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com, 5 Agustus 2020.
Dualisme tersebut akhirnya berakhir ketika kubu Aburizal dan Agung sepakat
untuk berdamai dan bersama-sama menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa pada pertengahan tahun 2016.
PPP Romahurmuziy vs Djan Farid
Perpecahan di partai berlambang Kabah ini bermula ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menetapkan Ketua Umum PPP saat itu, Suryadharma Ali sebagai tersangka korupsi dana penyelenggaraan haji.
Pengurus Pusat yang diinisiasi Romahurmuziy atau Rommy
sebagai sekretaris jenderal saat itu memecat Suryadharma.
Namun Suryadharma tak terima dan balik memecat Rommy.
Kubu Rommy kemudian menggelar Muktamar di Surabaya.
Hasilnya, Rommy terpilih sebagai ketua umum.
Sementara kubu Suryadharma juga menggelar Muktamar di Jakarta dan memilih Djan Farodz sebagai ketua umum.
Dalam hal ini, pemerintah lebih memilih mengesahkan PPP
yang dipimpin oleh Rommy dan diakui sebagai peserta Pilkada 2017.
Konflik di tubuh PPP perlahan mulai melunak setelah Rommy
ditangkap KPK pada Maret 2019 dan digantikan oleh Suharso Monoarfa.
Anggota PPP kubu Djan Faridz perlahan-lahan mulai mengakui dan melebur ke PPP pimpinan Suharso.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Setelah Demokrat, Kini Muncul Wacana KLB PKB, Posisi Cak Imin Terancam?