Berita Internasional
Pengerahan Pasukan Rusia ke Perbatasan Picu Kekhawatiran Perang Dunia III
Kali ini isu kekhawatiran tentang Perang Dunia III datang dari konflik antara Rusia dan Ukraina.
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Kekhawatiran akan terjadinya Perang Dunia III menghantui pemerintah di negara-negara.
Sejumlah konflik pun dianggap bisa jadi pemicunya.
Apalagi belakangan ini banyak muncul berita tentang memanasnya hubungan antara negara-negara yang memiliki militer terkuat.
Kali ini isu kekhawatiran tentang Perang Dunia III datang dari konflik antara Rusia dan Ukraina.
Tensi antara kedua negara ini mulai meninggi setelah adanya pergerakan militer Rusia ke perbatasan Ukraina.
Hal itu ditakutkan bakal memicu perang dalam waktu dekat.
Namun, rencana perang melawan Ukraina baru-baru ini dibantah tegas oleh Rusia.
Kremlin pada Minggu (11/4/2021) menegaskan, pihaknya tak akan bergerak menuju perang dengan Ukraina.
Kremlin menyampaikan hal tersebut meski Rusia meningkatkan kehadiran militernya di perbatasan dengan sisi timur Ukraina.
Dalam beberapa pekan terakhir konflik semakin memanas antara tentara Ukraina dengan separatis pro-Rusia yang memegang dua wilayah di timur negara itu.
Akibatnya, muncul kekhawatiran eskalasi besar dalam konflik yang telah berlangsung lama.
"Tentu saja, tidak ada yang berencana maju perang, dan secara umum tidak ada yang menerima kemungkinan perang seperti itu," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, dalam wawancara televisi yang dikutip AFP, Minggu (11/4/2021).
Juru bicara Presiden Vladimir Putin menambahkan, tidak ada juga yang menerima kemungkinan perang saudara di Ukraina.
Peskov bersikeras Moskwa tidak terlibat dalam konflik tersebut, tetapi Rusia tidak akan cuek dengan nasib penutur bahasa mereka yang tinggal di wilayah konflik.
"Rusia melakukan segala upaya untuk membantu menyelesaikan konflik ini. Dan kami akan terus menjelaskannya tanpa lelah," lanjut Peskov.
Ukraina menuduh Rusia mengumpulkan ribuan personel militer di perbatasan utara dan timurnya, serta di semenanjung Krimea yang dicaplok.
Kremlin tidak membantah pergerakan pasukan itu, tetapi bersikeras Moskwa tidak berniat mengancam siapa pun.
Gedung Putih pekan ini mengatakan, jumlah pasukan Rusia di perbatasan dengan Ukraina sekarang lebih banyak dari kapan pun sejak 2014, ketika konflik pecah setelah pencaplokan Krimea oleh Rusia dari Ukraina.
Pertempuran mereda pada 2020 ketika perjanjian gencatan senjata disepakati Juli tahun lalu.
Meski begitu, bentrokan terjadi lagi sejak awal tahun ini dan masing-masing pihak saling menyalahkan.
Pada Kamis (8/4/2021) Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengujungi garis depan timur, dan berbicara dengan para tentara di parit.
Menurut presiden, 26 tentara Ukraina tewas sejak Januari 2021, dibandingkan 50 tentara selama 2020.
Sejak 2014 konflik di timur Ukraina merenggut lebih dari 13.000 korban jiwa dan membuat banyak orang mengungsi.
Negosiasi untuk kesepakatan damai masih buntu.
(Kompas.com/Aditya Jaya Iswara)
• Manchester United Permalukan Tottenham, Arsenal Kembali Cleansheet, Berikut Klasemen Liga Inggris
• Jenazah Pria Korban Pembunuhan Ini Ditolak Warga untuk Dimakaman, Alasannya karena Gemar Selingkuh
• Chord Gitar Lagu Layang Dungo Restu - Happy Asmara, Kunci Dasar C Mudah Dimainkan
Perang Nuklir AS dengan China-Rusia Sangat Mungkin Terjadi
Perang nuklir antara Amerika Serikat (AS) dengan Rusia atau China adalah kemungkinan yang sangat nyata.
Hal ini diungkapkan oleh seorang Laksamana Bintang Empat AS, Laksamana Charles A. Richard.
Express.co.uk memberitakan, Kepala Komando Strategis AS (STRATCOM) yang bertanggung jawab atas senjata nuklir AS ini telah menuduh Moskow dan Beijing secara agresif menantang perdamaian dunia dengan cara yang belum pernah terlihat sejak Perang Dingin.
Sebagai contoh, dia menyoroti serangan dunia maya dan ancaman di luar angkasa dan menambahkan bahwa China dan Rusia memanfaatkan pandemi global untuk memajukan agenda nasional mereka.
Menulis di majalah Prosiding US Naval Insitute, Laksamana Richard memperingatkan: "Perilaku ini tidak stabil, dan jika dibiarkan, meningkatkan risiko krisis atau konflik kekuatan besar."
Richard menambahkan: "Kami tidak dapat mengabaikan atau mengabaikan peristiwa yang saat ini tampaknya tidak mungkin tetapi, jika terjadi, akan memiliki konsekuensi bencana. Kita harus secara aktif bersaing untuk menahan agresi mereka; menyerahkan inisiatif mereka berisiko memperkuat persepsi mereka bahwa AS tidak mau atau tidak dapat merespons, yang selanjutnya dapat membuat mereka semakin berani."
Selain itu, dia juga khawatir, sekutu AS mungkin menafsirkan kelambanan sebagai keengganan atau ketidakmampuan untuk memimpin.
"Saat inisiatif musuh menjadi fait achievement, AS akan dipaksa untuk memutuskan apakah menerima 'normal baru' mereka, menggunakan kekuatan militer untuk membangun kembali status quo, atau menetapkan 'normal baru' kita sendiri."
Laksamana Richard bersikeras AS harus mengambil tindakan hari ini untuk memposisikan dirinya untuk masa depan.
"Ada kemungkinan nyata bahwa krisis regional dengan Rusia atau China dapat meningkat dengan cepat menjadi konflik yang melibatkan senjata nuklir, jika mereka merasa kerugian konvensional akan mengancam rezim atau negara," jelasnya seperti yang dikutip Express.co.uk.
Laksamana Richard memperingatkan Rusia dan China terus membangun kemampuan dan mengerahkan diri secara global.
Dia mengatakan Moskow telah secara agresif memodernisasi kekuatan nuklirnya selama lebih dari satu dekade.
"Ini adalah modernisasi pembom, rudal balistik antarbenua (ICBM), rudal balistik yang diluncurkan kapal selam (SLBM), kapal selam rudal balistik bertenaga nuklir, sistem peringatan, kemampuan komando dan kontrol (C2), dan doktrin untuk mendukungnya. Modernisasi ini sekitar 70 persen selesai dan akan segera direalisasikan dalam beberapa tahun," tambahnya.
Selain itu, tambahnya, Rusia juga sedang membangun sistem baru dan baru, seperti kendaraan luncur hipersonik, torpedo dan rudal jelajah bertenaga nuklir dan nuklir, dan kemampuan lainnya.
Dan dia memperingatkan agar tidak meremehkan Beijing yang tidak boleh disalahartikan sebagai kasus 'yang lebih rendah'.
"Lebih lanjut, persediaan senjata nuklir China diharapkan meningkat dua kali lipat (jika tidak tiga kali lipat atau empat kali lipat) selama dekade berikutnya," kata Laksamana Richard. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Rusia Tegaskan Tak Akan Perang dengan Ukraina, tapi...", dan KONTAN.CO.ID https://internasional.kontan.co.id/news/mencemaskan-terbuka-kemungkinan-perang-nuklir-antara-amerika-dengan-china-rusia