Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Partai Demokrat

Cerita Gede Pasek, Data Penerima Uang Hambalang Bikin Kaget Mahfud MD

Ditemui Pasek, Mahfud MD Kaget Data Penerima Uang Hambalang Tidak Ada Nama Anas Urbaningrum

Editor: Aldi Ponge
YOUTUBE
Anas Urbaningrum 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Anas Urbaningrum disebut tak menerima uang dari proyek Hambalang.

Hal ini diungkap mantan Politisi Demokrat I Gede Pasek Suardika.

I Gede Pasek Suardika mengaku pernah memperlihatkan bukti tersebut ke Mahfud MD beberapa tahun lalu.

Sekjen Partai Hanura ini mengaku pernah menerima undangan Mahfud MD untuk membahas perkara hukum Anas Urbaningrum pasca-berdebat di twitter dengan Mahfud MD.

“Ketika kita tweetwar di Twitter akhirnya beliau ngundang saya. Saya hadirkan bersama Yulianis melihat data itu di kantornya Pak Mahfud, waktu itu beliau belum Menko Polhukam,” ungkap Pasek di Youtube Akbar Faizal Uncensored berjudul "Testimoni Saksi Peristiwa Kriminalisasi Hukum dan Politik SBY terhadap Anas!!"

“Beliau liat sendiri itu semua, kaget dia dilihat siapa-siapa yang terima uang. Nggak ada Anas Urbaningrum di situ, itu dokumen yang ada di KPK itu,” tambah Pasek.

Pasek lebih lanjut bercerita, framing yang dinarasikan terhadap Anas Urbaningrum saat kasus bergulir sangat jauh dari fakta hukum.

Satu di antaranya adalah perihal mobil Harrier yang dimiliki Anas Urbaningrum dan dinilai sebagai gratifikasi.

Padahal, kata Pasek, Anas memiliki mobil itu sebelum menjadi Anggota DPR.

“Fakta persidangan, fakta-fakta yang ada saksi-saksi yang ada sumbernya dari PT Panahatan, yang PT itu nggak ada kaitan dengan Adhikarya ataupun urusan proyek Hambalang, nggak ada,” ungkap Pasek.

“Tetapi cerita yang benar adalah Mas Anas dapat duit dari SBY setelah terpilih, dikasih hadiah ya sama Pak SBY setelah terpilih menjadi juru kampanye terbaik,” tambah Pasek.

Uang tersebut, sambung Pasek, kemudian diberikan Anas kepada Nazaruddin.

Anas, meminta tolong Nazaruddin untuk membelikan mobil dengan uang yang diberikan SBY.

Kekurangan dari pembelian mobil, sambung Pasek, dicicil oleh Anas setiap bulan.

“Uang yang dikasih oleh SBY pada Anas ini sebagian besar, uangnya dikasih Nazar untuk DP, sisanya itu Nazar dulu nalangin, pakailah perusahaan PT Panahatan itu,” ujar Pasek.

Tetapi, lanjut Pasek, karena mobil Harrier itu menjadi keributan akhirnya dijual dan hasil penjualan itu uangnya dikembalikan ke Nazaruddin.

“Jadi duitnya itu sebenarnya minus di Anas,” tutur Pasek.

Selanjutnya soal Hambalang, Pasek menegaskan Anas Urbaningrum sesungguhnya tidak memiliki sangkut paut dengan kasus tersebut.

Bahkan, ini diperkuat dengan hasil audit BPK yang menyatakan tidak ada nama Anas dalam kaitan dengan Hambalang.

“Di sinilah peran oknum komisioner KPK, dengan memasukan dakwaan kasus Hambalang dan proyek-proyek lainnya. Jadi bahasa dan proyek-proyek lainnya, ini yang penting tersangka dulu Anas, nanti kita cari, masa sih nggak ada,” kata Pasek.

“Padahal di dalam KUHAP tidak boleh ketidakjelasan di dalam dakwaan orang, persangkaan itu enggak boleh, jadi harus jelas ketika masuk penyidikan di kasus apa dia itu dihukum, tapi nggak ada urusan,” lanjutnya.

Sebagai informasi, Anas Urbaningrum berdasarkan putusan hakim di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terbukti bersalah dalam kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang pada 2010-2012.

Anas divonis 8 tahun pidana penjara dan harus membayar denda Rp300 juta serta membayar uang ganti rugi ke negara Rp 57,5 miliar dalam putusan hakim 24 September 2014.

Kemudian, Anas melakukan banding dan hakim memutus hukuman Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu lebih rendah 1 tahun atau menjadi 7 tahun penjara.

Tidak berhenti di situ, Anas kemudian melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam upaya kasasi ini, Anas Urbaningrum bertemu dengan Artidjo Alkostar, penegak hukum yang dikenal bersih dan memiliki integritas tinggi.

Artidjo yang menjadi Ketua Majelis Hakim menolak permohonan kasasi yang diajukan Anas Urbaningrum.

Artidjo kemudian memperberat hukuman Anas Urbaningrum menjadi 14 tahun penjara atau dua kali lipat dari putusan sebelumnya.

Anas Urbaningrum kemudian melanjutkan upaya hukum peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

Di tahap ini, putusan hukum Anas Urbaningrum dipangkas dari 14 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara pada 30 September 2020.

Hakim yang memutus terdiri atas Sunarto sebagai ketua majelis yang didampingi hakim anggota Andi Samsan Nganro dan Mohammad Askin.

Dan berdasarkan putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor 246 PK/Pid.Sus/2018 tanggal 30 September 2020, KPK sudah mengeksekusi putusan tersebut.

SBY dan Oknum KPK Disebut Mendesain Anas Urbaningrum Jadi Tersangka

Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut telah mendesain Anas Urbaningrum menjadi tersangka.

Pernyataan itu disampaikan oleh I Gede Pasek Suardika yang merupakan mantan politisi Partai Demokrat di Youtube Akbar Faizal Uncensored berjudul "Testimoni Saksi Peristiwa Kriminalisasi Hukum dan Politik SBY terhadap Anas!!"

"SBY sudah mendesain dengan oknum di KPK, bahwa Februari (2013 -red) harus sudah selesai ini. Anas Urbaningrum sudah selesai, pengambilalihan sudah bisa dilakukan," kata Pasek.

Pasek kemudian merunut bagaimana SBY memberikan sinyal politik kepada KPK untuk segera memproses Anas Urbaningrum.

Sinyal itu, kata Pasek, disampaikan SBY saat kunjungan kerja kepresidenan ke Jeddah.

"Tanggal 4 (Februari 2013) itu, jelas sekali itu pidato SBY kepada KPK, spesial sekali. SBY pidato dari Jeddah menyampaikan kepada KPK dengan bahasa kalau salah katakan salah, kalau tidak salah tolong jelaskan kenapa tidak salah," ucap Pasek meniru SBY.

"Mestinya kan kalau salah katakan salah, kalau benar katakan benar, Kalau terbukti katakan terbukti, kalau tidak terbukti katakan tidak terbukti. Itu logikanya, nah karena narasi kalimatnya seperti itu, itu bahasa politik yang dibaca pesan kekuasaan kepada KPK, bahwa barang ini harus sudah selesai," tambah Pasek.

Kemudian 7 Februari 2013, Pasek menceritakan bahwa media mendapat keterangan dari Syarief Hasan jika Anas Urbaningrum sudah ditetapkan tersangka oleh KPK. Meski dibantah oleh Syarief Hasan, kata Pasek, tetapi kemudian ada sprindik Anas Urbaningrum yang bocor.

"Tanggal 7 malam itulah kemudian muncul sprindik bocor yang tanpa ada gelar perkara, dua komisioner sudah tandatangan, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto," ungkap Pasek.

"Kalau nggak salah Pak Pandu juga sempat disuruh tandatangan, tapi kemudian menarik tandatangannya," tambah Pasek.

Pasek menuturkan, fakta adanya sprindik yang bocor dan pernyataan Syarief Hasan yang beredar di media soal Anas Urbaningrum tersangka membuat SBY merubah peta.

Tetapi, kata Pasek, SBY sudah mengambilalih langsung Partai Demokrat dari tangan Anas Urbaningrum pada 8 Februari 2013 melalui rapat Majelis Tinggi Partai. Tetapi dalam rapat Majelis Tinggi tersebut, Anas Urbaningrum menolak.

"Itulah kudeta yang artinya beliau (SBY) turun tangan langsung, beliau rapatkan tanpa melalui kongres, dia ambil itu semua," ujar Pasek.

Pengambil aliran Partai ini, sambung Pasek, berlanjut dengan SBY mengundang DPD-DPD dan DPC-DPC ke Cikeas pada 10 Februari 2013 sepengetahuan Anas Urbaningrum.

"Di situ SBY menunjukkan bahwa saya lo ya sekarang ngatur Demokrat bukan Anas," cerita Pasek.

Lalu kemudian, SBY kembali membuat kegiatan pada 14 Februari 2013 kepada pemilik suara di Partai Demokrat.

Undangan tersebut bukan ditandatangani SBY, tetapi Jero Wacik dan Edhy Baskoro Yudhoyono. Dalam bacaan Pasek, SBY ingin kegiatan tersebut diarahkan kepada KLB untuk menyingkirkan Anas Urbaningrum.

"Tapi kan statusnya Mas Anas waktu itu belum juga menjadi tersangka. Ini tampaknya bikin SBY geregetan sama KPK ini, nggak imbang, nggak ikutin, gara-gara sprindik tanggal 7 bocor, jadi ini (penetapan tersangka Anas Urbaningrum) belum keluar," beber Pasek.

Upaya menggeser Anas Urbaningrum berlanjut di tanggal 17 Februari 2013, dengan membuat Rapimnas.

Sebelumnya, kata Pasek, Anas dipanggil SBY ke Cikeas pada 16 Februari 2013 malam. Tetapi dalam situasi yang sama KPK juga belum menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka hingga Rapimnas.

"Anas baru ditersangkakan tanggal 22 Februari," ucap Pasek.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Pasek menceritakan Anas Urbaningrum kemudian mundur dari Partai Demokrat sebagai komitmen atas pakta integritas.

Dari penetapan tersangka 22 Februari 2013, kata Pasek, Anas baru diproses sebagai tersangka 10 Januari 2014.

"10 bulan lebih didiamkan tapi kekuasaannya Anas di Partai Demokrat telah berhasil diambil," katanya.

SUMBER:

https://www.kompas.tv/article/158604/sby-dan-oknum-kpk-disebut-mendesain-anas-urbaningrum-jadi-tersangka?page=all

https://www.kompas.tv/article/158623/ditemui-pasek-mahfud-md-kaget-data-penerima-uang-hambalang-tidak-ada-nama-anas-urbaningrum?page=all

Berita Terkait Anas Urbaningrum

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved