Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kasus Perceraian

Sebulan Ada 410 Perceraian yang Banyak Diajukan Pihak Istri, Janda di Daerah Ini Makin Banyak

Kabarnya dalam sebulan di daerah ini banyak kasus perceraian. Bahkan kebanyakan yang mengajukan perceraian adalah pihak istri.

Editor: Glendi Manengal
Kompas.com
Ilustrasi Cerai 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kabarnya dalam sebulan di daerah ini banyak kasus perceraian.

Bahkan kebanyakan yang mengajukan perceraian adalah pihak istri.

Hal ini terkait dengan dampak dari pandemi Covid-19, membuat tingginya angka perceraian.

Baca juga: Asisten Pemerintahan dan Kesra Bolmut Ikuti FGD Program Keamanan Pangan Terpadu

Baca juga: Krisdayanti Gunakan Kebaya Motif Berbeda, Tapi Warna Sama Saat Lamaran Aurel Disorot, Tak Dianggap?

Baca juga: Kisah Ovi Dian, Crazy Rich Indonesia, Dulu Ayahnya Penjual Minyak Tanah, Kini Hidupnya Mewah


Foto : Ilustrasi perceraian. (SHUTTERSTOCK)

Jumlah janda di Blitar makin banyak seiring banyaknya para istri ramai-ramai ajukan cerai ke Pengadilan Agama, Januari 2021 ada 410 kasus perceraian.

Sebesar 70 persennya gugatan cerai diajukan oleh para istri dan mereka siap menjanda karena efek pandemi Covid-19. 

Tingginya kasus perceraian di Blitar sebelumnya terjadi pada 2020, berdasarkan data Pengadilan Agama Blitar menangani 5.546 kasus perceraian.

Lebih dari 72 persennya diajukan oleh pihak istri.

Rata-rata, gugatan cerai yang dilakukan para istri di Blitar itu lantaran tidak stabilnya perekonomian di masa pandemi Covid-19. 

Selain itu banyaknya pernikahan dini yang membuat pasangan belum mapan secara psikologis dan finansial, juga jadi pemicu utama terjadinya perceraian.

Gugatan cerai oleh pihak istri itu, juga didominasi oleh para tenaga kerja wanita atau TKW Blitar.

Perceraian di Gresik

Di akhir tahun lalu, angka kasus perceraian di Gresik juga tinggi. 

Gresik termasuk wilayah dengan angka perceraian tinggi di Jatim, bahkan selama enam bulan pertama masa pandemi Covid-19, merupakan masa memuncaknya perceraian.

Dari data perceraian yang didapatkan SURYA di Pengadilan Agama (PA) Gresik, ada 1.058 kasus perceraian selama Maret sampai Agustus.

Bahkan perceraian tertinggi terjadi pada Maret, atau awal merebaknya Covid-19, yaitu sebanyak 268 gugatan yang disahkan PA.

Menyikapi kondisi itu, Kementerian Agama (Kemenag) Gresik bersama dengan Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama menggelar bimbingan perkawinan bagi calon pengantin, Kamis (3/12/2020).

Kepala Kemenag Gresik, Markus mengatakan, kegiatan bimbingan perkawinan bagi calon pengantin itu diharapkan bisa mengurangi angka perceraian dan membantu membangun keluarga yang kokoh.

Menurut Markus, bimbingan perkawinan juga bisa menjadi bekal bagi calon pengantin untuk menciptakan keharmonisan keluarga.

Sebab dalam bimbingan tersebut ada pembekalan tentang tujuan utama berumah tangga.

"Menurut data di PA, angka perceraian sangat tinggi dan salah satunya dipicu kekerasan dalam rumah tangga.

Dan ada keinginan tidak sesuai kemampuan suami, sehingga terjadi perceraian," kata Markus.

Lebih lanjut Markus memberikan nasihat kepada calon pengantin, khususnya calon kepala keluarga untuk sabar menghadapi kehidupan berumah tangga.

"Biasanya saat awal pernikahan gelombang masalah masih landai-landai.

Tetapi setelah berjalan tiga tahun, sampai puluhan tahun, ujian sangat besar.

Ibarat kapal, ini sudah di tengah laut sehingga gelombang masalah agak besar.

Maka sebagai kepala keluarga harus mempunyai kesabaran yang luas," imbuhnya.

Sementara Ketua PCNU Gresik, KH Khusnan Ali mengatakan, bimbingan perkawinan bagi calon pengantin ini sangat penting dan bermanfaat.

Diharapkan dari kegiatan ini akan tercipta keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah.

"Intinya, pesan dari orangtua itu agar dalam keluarga tidak ada pertengkaran.

Tetapi dalam keluarga tercipta kerukunan dan saling pengertian," kata KH Khusnan didampingi Ketua LKK PCNU Gresik, Achmad Fachri.

Lebih lanjut KH Khusnan menjelaskan, perceraian timbul bukan karena harta benda dan kekerasan dalam rumah tangga saja.

Tetapi juga karena faktor tidak ada yang mengakui kesalahannya.

"Semakin tinggi pendidikannya, biasanya semakin pintar mencari alasan, bukan pintar mengakui kesalahan.

Sehingga keluarga tidak harmonis dan terjadi perceraian," imbuhnya.

Kegiatan tersebut juga menghadirkan pemateri dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik dan Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Gresik.


Foto : Ilustrasi Perceraian. (tribunnews)

Angka perceraian di Bondowoso

Sementara itu, tingginya kasus perceraian di tengah pandemi Covid-19 juga terjadi di Kabupaten Bondowoso.

Pengadilan Agama Kabupaten Bondowoso mencatat rentang Januari - Agustus 2020 angka perceraian mencapai 2.433 perkara.

Jumlah ini meningkat dibanding kasus perceraian 2019 yang hanya 1.874 perkara (Januari-Desember).

Sedangkan penyabab perceraian terbanyak karena faktor ekonomi.  

Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Bondowoso, Mochammad Nur Prehantoro mengatakan penyebab perceraian paling banyak karena faktor ekonomi.

Sang istri tak dinafkahi oleh suaminya.

"Masalah nafkah paling tinggi, bisa jadi karena pengaruh menurunnya pendapatan saat pandemi Covid-19.

Masalah lain yakni perselingkuhan, pertengkaran yang terus-menerus dan perilaku tak baik seperti main judi," katanya, Kamis (1/10/2020).

Ia menyebutkan, data perceraian selama Januari-Agustus mencapai 2.433 perkara.

Dengan rincian cerai gugat 1.421 perkara. Sedangkan talak cerai 1.012 kasus.

Sedangkan selama 2019, angka perceraian Januari-Desember 1.874 perkara.

Rinciannya cerai gugat 1.319 perkara dan talak cerai 555 kasus.

"Kasus perceraian pada 2020 diprediksi bakal terus menanjak.

Kasus perceraian terbanyak terjadi pada juni dengan total 431 perkara.

Perkara cerai gugat mendominasi," sebutnya.

Pada Juni 2020, lanjut Nur, pihaknya sempat kwalahan menyidangkan kasus perceraian.

Ada masa saat Pengadilan Agama dalam sehari menyidangkan 100 perkara perceraian.

"Waktu itu pernah sampai akumulasi 100 perkara dalam sehari.

Kami sampai kwalahan.

Tetapi setelah itu kembali normal, hanya 30-40 perkara yang disidangkan tiap harinya," lanjutnya.

Dalam persidingan, hakim tak serta-merta memutus kasus perceraian.

Hakim mengedepankan proses mediasi dalam perkara perceraian agar mereka bisa rujuk kembali.

"Namun, kebanyakan dari mereka tekadnya sudah bulat untuk bercerai.

Persentase perceraian 90 persen ke atas. Hanya sedikit yang kembali berdamai atau rujuk," paparnya.

Ia menambahkan, di sisi lain bertambahnya kasus perceraian juga bisa disebabkan karena maraknya pernikahan dini.

Ia menilai pasangan yang menikah dini tak siap secara mental dan perekonomian.

Pengadilan Agama Bondowoso mencatat sebanyak 427 orang mengajukan dispensasi kawin sedari Januari-Juni 2020.

Dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2019 tentang perkawinan perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.

Artinya, banyak warga yang ingin melangsungkan pernikahan di bawah usia yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang.

Rata-rata usia pasangan yang mengajukan dispensasi yakni 17-18 tahun.

"Usia perkawinan pasangan yang mengajukan perceraian beragam. Ada yang 5 bulan ada yang 2 tahun.

Usia pasangan yang bercerai rata-rata 20-30 tahun," pungkasnya. (KompasTV/Sugiyono/Danendra Wijaya Kusuma)

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Janda di Blitar Makin Banyak, Para Istri Ramai-ramai Ajukan Cerai, Sebulan 410 Perceraian, Ada Apa?, https://surabaya.tribunnews.com/2021/03/16/janda-di-blitar-makin-banyak-para-istri-ramai-ramai-ajukan-cerai-sebulan-410-perceraian-ada-apa?page=all.

Berita Terkait Kasus Perceraian

Sumber: Surya
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved