Konflik Myanmar
Polisi Myanmar Pilih Nyebrang ke India, Tolak Perintah Militer Tembak Mati Demonstran
Perlawanan terhadap junta militer yang mengkudeta pemerintahan sipil yang memenangkan Pemilu terus menuai penolakan.
TRIBUNMANADO.CO.ID, YANGON - Perlawanan terhadap junta militer yang mengkudeta pemerintahan sipil yang memenangkan Pemilu terus menuai penolakan. Bukan hanya oleh masyarakat biasa, melainkan juga oleh kepolisian Myanmar yang menolak membunuh para demonstran.
Perintah menembak mati para demonstran dikirim langsung dari pimpinan militer berkuasa.
Inilah kesaksian seorang polisi Myanmar, Tha Peng, dengan tegas menolak instruksi untuk menembak mati pengunjuk rasa (demonstran) antikudeta.

Adapun instruksi itu diterimanya pada 27 Februari 2021, saat dia diminta membubarkan demonstran di Kota Khampat.
Tha Peng mengatakan, menurut aturan polisi, demonstran harus dihentikan dengan peluru karet atau ditembak di bawah lutut.
Namun, dia diberi perintah oleh atasannya untuk menembak demonstran sampai mati.
Polisi berusia 27 tahun itu yakin instruksi tersebut merupakan perintah militer Myanmar yang dikenal sebagai Tatmadaw.
Oleh sebab itu, dia menolak instruksi 'tembak mati demonstran' dan memilih mundur dari kepolisian.
Tak hanya itu, Tha Peng juga meninggalkan rumah dan keluarganya di Kota Khampat, lalu menyebrang ke negara bagian Mizoram timur laut India.
Perjalanannya ke Mizoram dilakukan selama tiga hari, tetapi kebanyakan dia tempuh pada malam hari untuk menghindari orang-orang yang mencarinya.
Baca juga: Isra Miraj, Berikut 55 Ucapan Bahasa Indonesia dan Inggris, Cocok Dibagikan ke Medsos
Baca juga: Kecelakaan Maut Tadi Malam, Update 27 Orang Tewas Usai Bus Rombongan Terjun ke Jurang
Dalam perjalanan itu, Tha Peng menutup-nutupi nama lengkapnya agar identitasnya tidak terbongkar.
Meski tak membeberkan secara rinci terkait identitasnya, Tha Peng tetap bisa melanjutkan perjalanan.
Hal itu karena di perbatasan India-Myanmar memiliki 'rezim pergerakan bebas'.
Rezim tersebut memungkinkan seseorang untuk menjelajah beberapa mil ke wilayah India tanpa memerlukan izin perjalanan.
Para pengunjuk rasa membuat barikade di seberang jalan dengan longyi, pakaian tradisional yang banyak dikenakan di Myanmar, selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon pada 3 Maret 2021. (STR / AFP)
Lebih lanjut, menurut data polisi Mizoram, setidaknya ada empat polisi, termasuk Tha Peng yang melarikan diri ke wilayahnya.
Ke empat polisi itu melarikan diri dengan alasan yang sama, yaitu menolak instruksi tembak mati demonstran.
"Karena gerakan protes yang diadakan oleh pengunjuk rasa antikudeta di berbagai tempat, kami diperintakan untuk menembak mereka," kata empat polisi Myanmar dalam pernyataan bersama kepada polisi Mizoram.
"Dalam skenario seperti itu, kami tidak punya nyali untuk menembak orang-orang kami sendiri yang merupakan demonstran damai," kata mereka, dikutip dari Channel News Asia.
Sementara itu, menurut seorang pejabat senior India, sekira 100 orang dari Myanmar yang kebanyakan polisi dan keluarganya, telah melintasi perbatasan India sejak aksi protes di Negeri Seribu Pagoda dimulai.
Beberapa dari mereka kemudian berlindung di distrik Champhai Mizoram yang berbatasan dengan Myanmar.
Sebagai informasi, aksi unjuk rasa antikudeta militer Myanmar telah berlangsung selama sebulan lebih di seluruh negeri.
Berdasarkan laporan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, unjuk rasa itu diketahui telah menyebabkan 60 demonstran tewas.
Lebih dari 1.800 orang, termasuk Aung San Suu Kyi telah ditahan oleh pihak militer yang dipimpin oleh Min Aung Hlaing.
Baca juga: RENUNGAN KRISTEN - Menjadi Orang Kristen Bukan Tanpa Masalah
(Tribunnews.com/Rica Agustina)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Cerita Polisi Tolak Instruksi Tembak Mati Demonstran di Myanmar, Pilih Mundur dari Kepolisian, https://www.tribunnews.com/internasional/2021/03/11/cerita-polisi-tolak-instruksi-tembak-mati-demonstran-di-myanmar-pilih-mundur-dari-kepolisian?page=all.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Sanusi