Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Hukuman Mati

Edhy Prabowo: Saya Siap Dihukum Mati dan Tidak Akan Lari

"Jangankan dihukum mati, lebih dari itupun saya siap," ucap Edhy di pelataran Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (22/2/2021).

Editor: muhammad irham
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo 

PT ACK merupakan satu-satunya perusahaan yang ditunjuk oleh KKP untuk mengangkut benih lobster ke luar negeri.

KPK menduga ACK sebenarnya milik Edhy Prabowo. Sebagian keuntungan dari biaya angkut benih yang dipatok sebesar Rp1.800 perekor diduga mengalir ke kantong Edhy.

Dakwaan Suharjito juga membeberkan bahwa Edhy meminta Rp5 miliar supaya mendapatkan izin ekspor.

Kemarin, ia juga membantah bahwa vila yang telah disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah miliknya.

“Semua kepemilikan itu kan atas nama siapa dan sebagainya juga enggak tahu,” ucap Edhy.

Namun Edhy mengakui pernah ditawarkan vila yang berlokasi Desa Cijengkol, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat itu.
Akan tetapi ia tak mengambilnya lantaran harganya terlampau mahal.

“Saya pernah ditawarkan memang untuk itu, tapi kan saya enggak tindaklanjuti, harganya mahal juga,” katanya.

Diwartakan sebelumnya, tiim penyidik KPK menyita 1 unit vila beserta tanah seluas 2 hektare di Desa Cijengkol, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada Kamis (18/2) lalu.

Penyitaan berkaitan dengan kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Plt Juru Bicara Ali Fikri mengungkapkan, vila dan tanah tersebut diduga milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, yang terjerat dalam kasus ini.

“Diduga villa tersebut milik tersangka EP (Edhy Prabowo) yang dibeli dengan uang yang terkumpul dari para eksportir yang mendapatkan ijin pengiriman benih lobster di KKP,” kata Ali.

Ali berkata bahwa usai dilakukan penyitaan, tim penyidik KPK lantas memasang plang penyitaan pada vila tersebut.

Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan 100 ribu dolar AS dari Suharjito.

Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.

Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.

Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved