UU ITE
Jokowi Diminta Bebaskan Korban UU ITE
Amnesty International Indonesia menyambut baik pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi)
TRIBUNMANADO.CO.ID - Amnesty International Indonesia menyambut baik pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) harus memberi rasa keadilan kepada masyarakat.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengakui bahwa pasal-pasal karet di dalam UU ITE mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat."Kami mengapresiasi pernyataan Presiden bahwa UU ITE harus memberi rasa keadilan kepada masyarakat, tetapi ini tidak boleh menjadi sekedar jargon," katanya.
Langkah pertama Presiden untuk menindaklanjuti pernyataannya sendiri, kata Usman, adalah dengan membebaskan mereka yang dikriminalisasi dengan UU ITE hanya karena mengekspresikan pandangannya secara damai.
Pemerintah wajib menghormati dan melindungi hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat, termasuk mereka yang memiliki pandangan bertentangan dengan pemerintah.
"Yang juga tak kalah penting, pemerintah juga harus menyadari bahwa perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi tidak berhenti sampai di revisi UU ITE," tutur Usman.
Usman mengungkapkan, ada pasal dalam undang-undang lain yang juga sering digunakan untuk menjerat kebebasan berekspresi. Misalnya pasal makar dalam KUHP untuk menjerat warga Papua yang mengekspresikan pandangan mereka secara damai.
"Menjamin keadilan di tengah masyarakat harus dilakukan secara menyeluruh dan tidak diskriminatif," kata Usman.
Di sisi lain, Polisi juga harus menggunakan perspektif hak asasi manusia (HAM) dalam menegakkan hukum agar tidak melanggar kebebasan berpendapat dan berekspresi."Sepanjang 2020, Amnesty International mencatat setidaknya terdapat 119 kasus dugaan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi dengan menggunakan UU ITE, dengan total 141 tersangka, termasuk di antaranya 18 aktivis dan empat jurnalis," pungkas Usman.
Sebelumnya, dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri di Istana Negara tanggal pada 15 Februari lalu, Presiden Jokowi meminta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) untuk meningkatkan pengawasan agar implementasi terhadap penegakan UU ITE dapat berjalan secara konsisten, akuntabel, dan berkeadilan.
Presiden juga mengatakan, jika UU ITE tidak bisa memberi rasa keadilan, maka dia akan meminta DPR untuk merevisi ‘pasal karet’ yang dapat menimbulkan multitafsir dalam undang-undang tersebut.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka peluang merevisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ia ingin menghapus pasal-pasal karet dalam UU ITE.
Jokowi mengatakan, sedianya semangat awal UU ITE untuk menjaga agar ruang digital Indonesia sehat dan produktif. Namun, ia tidak ingin UU ITE justru menimbulkan rasa tidak adil dalam penerapannya.
"Semangat awal UU ITE adalah untuk menjaga agar ruang digital Indonesia bersih, sehat, beretika, dan produktif," kata Jokowi lewat cuitannya dalam akun @jokowi di Twitter, Selasa (16/4) dua hari lalu.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengakui penggunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi (UU ITE) beberapa waktu terakhir di masyarakat sudah tidak sehat.
Sigit mengatakan, payung hukum yang mengatur soal dunia digital di Indonesia itu malah acap kali menciptakan polarisasi di tengah masyarakat.Sigit menyinggung banyak pihak yang malah saling lapor menggunakan UU ITE.
"Undang-undang ITE yang selama beberapa hari ini kita ikuti bahwa suasananya sudah tidak sehat," kata Listyo dalam arahannya di Rapat Pimpinan (Rapim) Polri, Jakarta, Selasa (16/2/2021).
Pihak kepolisian kata Sigit bakal menentukan langkah-langkah lanjutan untuk lebih selektif dalam mengusut kasus-kasus serupa.(*)