Info Militer
Majalah Amerika Mengulas Persiapan Indonesia Menghadapi 'Bentrok' dengan Militer China di Natuna
China sendiri menklaim bahwa Laut China Selatan adalah wilayah teritorialnya. Hal ini menimbulkan kekhawatiran negara-negara di dunia belakangan ini.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Wilayah Laut China Selatan akhir-akhir ini banyak mendapat sorotan lantaran keberadaan militer Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Situasi ini diperparah dengan provokasi Amerika Serikat di wilayah tersebut.
China sendiri menklaim bahwa Laut China Selatan adalah wilayah teritorialnya.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran negara-negara di dunia belakangan ini.
Kemungkinan pecahnya bentrokan China dan AS di wilayah tersebut juga banyak menjadi perbincangan.
Mengutip Kompas.com (20/12/2020), sebuah laporan tentang potensi bentrokan China dan AS muncul dari South China Sea Probing Initiative (SCSPI), sebuah lembaga pemikir yang berfokus pada masalah keamanan di sekitar wilayah yang diperebutkan.
Laporan itu menyoroti kemungkinan bentrokan "tak terduga" antara kedua negara kuat, AS dan China, di tengah ketegangan yang meningkat.
Sementara itu, Indonesia juga menjadi salah satu negara yang waspada terhadap pencaplokan wilayah Laut China Selatan oleh China. Apa yang telah dipersiapkan Indonesia?
Menurut laporan Forbes, sebuah majalah bisnis yang berpusat di Amerika, yang ditulis Davis Axe (8/7/2020), Departemen Luar Negeri AS pada Juli 2020 mengizinkan Indonesia untuk membeli hingga delapan transportasi tiltrotor V-22 Osprey dari Bell-Boeing dengan biaya sekitar $ 2 miliar, yang mana jumlah tersebut sudah termasuk suku cadang.
Wilayah Indonesia, yaitu Natuna, diyakini menjadi salah satu sasaran pencaplokan oleh China.
Seperti yang dijelaskan lembaga pemikir California RAND, "Natuna adalah sumber ketegangan yang terus berlanjut di kawasan ini."
Dikatakan bahwa Natuna miskin, tetapi perairannya kaya akan gas alam dan juga ikan. Hal itulah dikayakan menyebabkan Cina cemburu pada pulau-pulau tersebut.
Meskipun tidak ada yang secara serius mempermasalahkan bahwa Kepulauan Natuna adalah milik Indonesia, apa yang disebut dengan "sembilan garis putus-putus" -sebagian terjauh dari klaim tidak resmi Tiongkok atas Laut Cina- meluas hingga ke zona ekonomi eksklusif sepanjang 200 mil yang mengelilingi kepulauan itu.
Serangan penangkapan ikan juga telah menjadi krisis geopolitik. Pada bulan Januari, armada penangkap ikan Tiongkok muncul di Kepulauan Natuna, hanya sehari setelah Presiden Indonesia Joko Widodo mengunjungi gugusan pulau tersebut. Armada Tiongkok kembali pada bulan berikutnya.
“Sedikit demi sedikit, saya pikir Cina akan merebut laut Indonesia, Laut Filipina, laut Vietnam,” kata Wandarman, seorang nelayan di Natuna, kepada The New York Times. "Mereka lapar: minyak, gas alam, dan banyak sekali ikan," katanya.