Sejarah Hari Ini
Ingat Sejarah Hari Ini? Tahun Baru Imlek Menjadi Hari Libur Nasional di Indonesia
Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000
Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rhendi Umar
TRIBUNMANADO.CO.ID - Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa.
Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan tahun baru Imlek sangat beragam.
Namun, kesemuanya banyak berbagi tema umum seperti perjamuan makan malam pada malam tahun baru, serta penyulutan kembang api.
Meskipun penanggalan Imlek secara tradisional tidak menggunakan nomor tahun malar, penanggalan Tionghoa di luar Tiongkok sering kali dinomori dari pemerintahan Huangdi.
Setidaknya sekarang ada tiga tahun berangka 1 yang digunakan oleh berbagai ahli, sehingga pada tahun 2017 Masehi, "Tahun Tionghoa" dapat jadi tahun 4715, 4714, atau 4654.

Di Indonesia, selama tahun 1968-1999, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum.
Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.
Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967.
Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).
Baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.
Praktik Perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia
Biasanya, perayaan tahun baru Imlek berlangsung sampai 15 hari.
Satu hari sebelum atau pada saat hari raya Imlek, bagi warga Indonesia keturunan Tionghoa adalah suatu keharusan untuk melaksanakan pemujaan kepada leluhur, seperti dalam upacara kematian, memelihara meja abu atau lingwei (lembar papan kayu bertuliskan nama almarhum leluhur), bersembahyang leluhur seperti yang dilakukan pada hari Ceng Beng (hari khusus untuk berziarah dan membersihkan kuburan leluhur).
Oleh sebab itu, satu hari sebelumnya atau pada saat hari raya Imlek para anggota keluarga akan datang ke rumah anggota keluarga yang memelihara lingwei (meja abu) leluhur untuk bersembahyang, atau mengunjungi rumah abu tempat penitipan lingwei leluhur untuk bersembahyang.
Sebagai bentuk penghormatan dan sebagai tanda balas-budi maka pada saat acara sembahyang dilakukan pula persembahan jamuan makan untuk arwah para leluhur. Makna dari adanya jamuan makan untuk arwah leluhur adalah agar kegembiraan dan kebahagian saat menyambut hari raya Imlek yang dilakukan di alam manusia oleh keturunannya juga dapat turut serta dinikmati oleh para leluhur di alam lain.
Selain jamuan makan juga dilakukan persembahan bakaran yang umumnya dikenal sebagai uang arwah (uang orang mati) serta berbagai kesenian kertaspakaian, rumah-rumahan, mobil-mobilan, perlengkapan sehari-hari, dan pembantu).

Makna persembahan bakaran jinzhi dan zhǐzhā yang dilakukan oleh keturunannya adalah agar arwah para leluhur tidak menderita kekurangan serta sebagai bekal untuk mencukupi kebutuhannya di alam lain.
Praktik jamuan makan dan persembahan bakaran jinzhi yang dilakukan oleh keturunannya untuk arwah para leluhur di alam lain merupakan bentuk perwujudan tanda bakti dan balas-budi atas apa yang telah dilakukan oleh orangtuanya saat masih hidup kepada anak-anaknya di alam manusia.
Pada malam tanggal 8 menjelang tanggal 9 pada saat cu si (jam 23:00-01:00) Umat melakukan sembahyang lagi. Sembahyang ini disebut Sembahyang “King Thi Kong” (Sembahyang Tuhan Yang Maha Esa) dan dilakukan di depan pintu rumah menghadap langit lepas dengan menggunakan altar yang terbuat dari meja tinggi berikut sesaji, berupa sam-poo (teh, bunga, air jernih),
tee-liau (teh dan manisan tiga macam), mi swa, ngo koo (lima macam buah), sepasang tebu, dan tidak lupa beberapa peralatan seperti hio-lo (tempat dupa), swan-loo (tempat dupa ratus/bubuk), bun-loo (tempat menyempurnakan surat doa), dan lilin besar.

Pada hari Cap Go Meh, tanggal 15 Imlek saat bulan purnama, umat melakukan sembahyang penutupan tahun baru pada saat antara shien si (jam 15:00-17:00) dan cu si (jam 23:00-01:00).
Upacara sembahyang dengan menggunakan thiam hio atau upacara besar ini disebut Sembahyang Gwan Siau (Yuanxiaojie).
Sembahyang kepada Tuhan adalah wajib dilakukan, tidak saja pada hari-hari besar, namun setiap hari pagi dan malam, tanggal 1 dan 15 Imlek dan hari-hari lainnya.
Kini, tahun baru Imlek dirayakan dengan beragam cara, mengingat Indonesia memiliki beragam budaya dan warga Indonesia keturunan Tionghoa telah memeluk keberagaman dan menganut agama dan kepercayaan yang berbeda-beda.
Meski demikian, berkumpul bersama, makan kue keranjang, dan berbagi angpau menjadi benang merah dari perayaan tahun baru Imlek.
BERITA TERKINI TRIBUNMANADO:
• Kecelakaan Truk Rem Blong Lindas Wanita hingga Terjun ke Kali, Sopir Ngaku Mengerem dan Tak Mabuk
• Pasca Bencana Gempa, Telkomsel Lakukan Ini di Mamuju dan Majene
• Ramalan Zodiak Karier Selasa 9 Februari 2021, Capricorn Temukan Peluang Emas, Gemini Ambil Inisiatif