Internasional
Vaksin AstraZeneca Dianggap Kurang Ampuh Hadapi Varian Covid-19 Afrika Selatan, Mengapa?
Varian Virus Corona (Covid-19) saat ini termasuk yang paling mengkhawatirkan. Namun sayangnya vaksin AstraZeneca kurang ampuh mengatasinya.
Namun cukup kontradiktif mengingat masih banyak orang yang meragukan khasiat vaksin bahkan menolak vaksinasi.
Namun menurut survei terbaru, kini masyarakat global tambah yakin akan kehadiran vaksin Covid-19.
Jajak pendapat terbaru yang dilakukan di Inggris menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat global akan vaksin mulai meningkat.
Saat ini sudah semakin banyak orang yang bersedia menerima vaksin di tengah wabah Covid-19.

Dilansir dari Reuters, pada hari Kamis (4/2/2021) YouGov dan Imperial College London’s Institute of Global Health Innovation (IGHI) merilis hasil survei yang menemukan bahwa sebanyak 78 persen orang di Inggris bersedia menerima vaksin Covid-19, diikuti oleh Denmark sebesar 67 persen.
Survei kali ini mencakup 15 negara dengan hasil yang beragam.
Perancis memiliki proporsi responden tertinggi yang mengatakan tidak akan mengambil vaksin, yaitu 44 persen.
Kepercayaan akan vaksin juga meningkat di Prancis.
Data menunjukkan kenaikan dari 15 persen pada November menjadi 30 persen pada Januari.
• Harimau Putih Sinka Zoo Bernama Tora Berhasil Dilumpuhkan Tembakan Bius, Eka Terpaksa Ditembak Mati
• SINOPSIS Ikatan Cinta Minggu 7 Februari 2021: Rafael dan Nino Curiga, Ada Apa?
Di kawasan Asia Pasifik seperti Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, kesediaan untuk menerima vaksin telah menurun sejak bulan November lalu.
Jepang jadi negara yang paling ragu, diikuti oleh Singapura.
"Karena vaksin akan memainkan peran penting dalam mengendalikan pandemi, para pemimpin negara harus mendorong rakyatnya agar memahami pentingnya vaksinasi Covid-19," ungkap David Nabarro, wakil direktur IGHI dan pakar Covid-19 untuk WHO.

Survei tersebut juga merupakan bagian dari upaya WHO serta badan terkait lainnya untuk bisa lebih memahami pandangan masyarakat global akan vaksin.
Reuters melaporkan, sejak April 2020 para peneliti telah mensurvei lebih dari 470 ribu di seluruh dunia dengan tema serupa.
Survei terbaru ini dilakukan dalam periode 4-24 Januari 2021.