Prakiraan Cuaca
Gelombang Tinggi Hantui Sulawesi Utara, Wilayah Kepulauan Diminta Waspada
Selain cuaca ekstrem, gelombang tinggi juga berpotensi menghantui beberapa wilayah di Sulawesi Utara pada bulan Februari.
Penulis: Isvara Savitri | Editor: Isvara Savitri
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Tak hanya cuaca ekstrem, gelombang tinggi juga masih berpotensi menghantui beberapa daerah Indonesia, termasuk Sulawesi Utara.
Hal tersebut diungkapkan oleh Koordinator Observasi dan Informasi BMKG Stasiun Maritim Bitung Ricky Daniel Aror, Kamis (4/2/2021).
Ia mengungkapkan bahwa iklim di darat dan di laut berbeda sehingga masyarakat harus tau karakteristiknya.
"Kalau di darat banyak dapat pengaruh dari topografi, tapi kalau di laut cenderung homogen karena tidak ada pengaruh topografi," ucap Ricky.
Meski begitu, iklim di laut cenderung dipengaruhi angin monsun yang terjadi sebanyak dua kali dalam satu tahun.

"Satu tahun ada dua siklus, yaitu Monsun Asia dan Monsun Australia. Kalau Monsun Asia angin dari utara, tapi bisa saja nanti bergeser dari barat laut kemudian timur laut, yang penting condongnya itu di utara," jelas Ricky.
Selain Monsun Asia ada Monsun Australia yang pegerakannya sebaliknya, yaitu angin dari selatan yang bisa bergeser dari tenggara atau barat daya.
"Di bulan Februari ini kita masih berada di bawah pengaruh Monsun Asia yang arah gerakan atau perpindahan massa udara cenderung dari Asia kemudian dari Samudera Pasifik yang kita tahu banyak mengandung uap air," ujarnya.
• Prakiraan Cuaca BMKG Sam Ratulangi Manado, Sulut Masih Berpotensi Alami Cuaca Ekstrem
• Gajah di Pusat Latihan Satwa Khusus TNGL Melahirkan, Menteri LHK Turut Senang: Kasih Nama Siapa Ya?
Monsun Asia ini kemudian masuk ke wilayah Indonesia untuk meneruskan perjalanan ke bagian selatan ekuator atau khatulistiwa.
Selain itu, kondisi gelombang tinggi juga diperkuat dengan adanya tarikan dari siklon tropis yang terjadi di utara Australia sehingga memperkuat aliran massa udara dari utara ke selatan.
Ricky mengatakan selama beberapa bulan ke depan daerah kepulauan seperti Sitaro, Sangihe, Talaud, dan Laut Maluku perlu mewaspadai gelombang tinggi.
"Gelombangnya diperkirakan hingga 2,5 meter bahkan bisa lebih karena pengaruh-pengaruh lokal seperti angin kencang dari awan konvektif atau kumunolimbus yang juga bisa memicu gelombang tinggi secara mendadak," tambahnya.
Terkait aktivitas nelayan di perairan, Ricky mengatakan hal tersebut keputusan masing-masing pemilik dan kru kapal.

"Kami hanya menginfokan kondisi laut. Barangkali dengan tinggi yang kami infokan ada beberapa perahu nelayan yang mumpuni atau bisa untuk melewati gelombang karena ukuran kapal atau perahu kan beda-beda," pungkasnya.
Tetapi bagi nelayan yang perahunya kecil, jika gelombang sudah di atas 2 meter, Ricky menyarankan agar menunda keinginannya untuk melaut.