TePI Indonesia
TePi Indonesia Sorot Revisi UU Pemilu, Jeirry Sumampow: Jangan Terburu-Buru
Komite Pemilih Indonesia (TePi) Indonesia menyorot Revisi UU Pemilu, dinilai rencana itu terburu-buru.
Penulis: Ryo_Noor | Editor: David_Kusuma
TRIBUNMANADO. CO. ID, MANADO - Komite Pemilih Indonesia (TePi) Indonesia menyorot Revisi UU Pemilu, dinilai rencana itu terburu-buru.
Jeirry Sumampow, Koordinator TePi Indonesia menilai revisi yang terburu-buru juga kurang baik. Justru itu akan mengakibatkan pembuatan UU tak maksimal.
"Apalagi ini kan mau menggabung semua UU terkait Pemilu. Juga akan membuat sistem Pemilu Serentak," katanya.
Dalam konteks ini, penundaan itu baik. Agar ada waktu lebih panjang untuk membahasnya, dan bisa mengakomodir sebanyak mungkin masukan dari berbagai kalangan dan stakeholder yang selama ini fokus mengamati dan bergiat di kepemiluan
• HUT ke 12 Tribun Manado, Sekda Bitung Audy Pangemanan: Jadi Media Reformis
• PPKM Berlaku Hingga Tanggal 15 Februari, Ini Kata Kapolres Tomohon
• Demokrat Tuding Moeldoko Ingin Rebut Paksa Kursi Ketum, Moeldoko: Jangan Baper
Kedua, pembahasan yg terburu buru karena waktu yang pendek akan membuat DPR tak akan fokus pada substansi persoalan yang sesungguhnya.
Selama ini, Jeirry mengatakan, menjadi masalah dan juga pada dssain sistem pemilu serentak secara lebih mendalam.
"Saya khawatir hanya akan mengulang apa yang selama ini terjadi. Revisi dilakukan tapi secara kualitatif regulasinya tetap buruk. Jadi saya khawatir waktu yang singkat akan menghasilkan UU dengan kualitas rendah," ujarnya
• HUT ke 12 Tribun Manado, Ini Harapan Sekdep Pembinaan GMIM Pdt Frangky Kalalo
• TPA Iloilo Dibangun Rp 224 Miliar, Gubernur Olly Optimistis Masalah Sampah Manado Tuntas
Ketiga, Jeirry menilai, biasanya sesuai pengalaman selama ini, mepetnya waktu, malah akan membuat DPR terfokus pada "isu-isu populer",
misalnya terkait persyaratan ikut Pemilu dan soal ambang batas, baik Presiden maupun Parlemen serta juga Paslon dalam Pilkada.
Begitu juga, soal dapil dan besaran dapil serta jumlah alokasi kursi.
"Jadi hanya akan terfokus pada isu-isu yang terkait langsung dengan kepentingan politik parpol, khususnya yang ada di parlemen.
Padahal hal-hal itu bukanlah yang utama dan substansial dalam penataan sistem pemilu serentak," ungkap dia.
• Dugaan Selingkuh James Arthur Kojongian, Golkar Sulut Pastikan Akan Ada Langkah Selanjutnya
• Memelihara Keladi Tri Colour, Jangan Simpan di Tempat Gelap
Padahal ada banyak topik lain yang jauh lebih penting dan substansial yang mestinya jadi perhatian dan fokus pembahasan.
Keempat, lanjut Jeirry waktu yang terbatas hanya akan membuat revisi itu bersifat tambal-sulam.
Jadi "menambal" dan "menyulam" hal-hal yg selama ini dilihat sebagai masalah satu persatu, tanpa melihatnya atau menempatkannya dalam kerangka kesatuan sistem yang lebih luas.
"Ini bisa membuat sinkronisasi satu dengan yang lain tak harmonis dalam satu kesatuan sistem yang utuh. Akibatnya, dalam implementasi kemudian hari akan terlihat kelemahan disana-sini," ujarnya.
• Herson Mayulu Minta Masyarakat Bolsel Tak Pukuli Petugas Medis
Menurut Jeirry, lebih berbahaya jika melakukan pembahasan yang terburu-buru.
Kelima, akan makin riskan juga menurutku jika revisi tersebut ditumpangi oleh kepentingan politik untuk menggelar Pilkada Serentak di Tahun 2022 atau 2023.
"Menurut hemat saya, itu akan makin problematik. Sebab membuat waktu yang tersedia makin sempit dan fokus pun beralih.
Bagi saya, revisi UU Pemilu penting sekali dan sangat strategis. Karena itu, tak boleh dibuat mainan politik semata, seperti kebiasaan selama ini," kata dia
Ia kurang yakin, jika dipaksakan dalam waktu terbatas ini, DPR akan mampu membuat sebuah UU yang baik dan berkualitas. Tak ada ya g bisa menjamin. Karena itu, menurutnya sebaiknya revisi ditunda.
Keenam, bisa saja dibuat opsi baru, yaitu agenda revisi tetap berjalan sesuai Prolegnas 2021 tapi waktunya dibuat lebih panjang, sehingga pemberlakuannya baru setelah 2024.
"Jadi kita punya waktu lebih panjang untuk memikirkan dan mendalami substansi yang perlu, tanpa diganggu juga oleh kepentingan politik untuk menggelar Pilkada di Tahun 2022 dan atau 2023," urainya.
Ketujuh, untuk kepentingan Pemilu dan Pilkada tetap berlangsung di tahun 2024 sesuai regulasi yang berlaku saat ini dan untuk mengantisipasi serta meminimalisir akibat negatifnya,
mengingat pengalaman traumatik dalam Pemilu 2019, maka dalam kurang waktu yang tersisa, KPU dan Bawaslu bisa fokus untuk membuat mitigasi resiko dan skema-skema untuk pelaksanaan Pemilu dan Pilkada tersebut.
Termasuk menyiapkan regulasi turunan UU Pemilu dan Pilkada yang ada sekarang untuk diberlakukan tahun 2024 nanti.
"Ini juga penting agar penyelenggara pemilu tak keteteran terus dalam mempertahankan Pemilu Pilkada, sebagaimana juga pengalaman selama ini," kata dia. (ryo)
• Nia Ramadhani Disorot Saat Jadi Host, Disebut Pamali Saat Tolak Pinggang
• Keadaan Warga Negara Indonesia di Myanmar Setelah Terjadi Kudeta Militer, Tercatat Ada 500 Orang
YOUTUBE TRIBUN MANADO: