Doa dan Amalan
Bolehkah Wanita Membaca Alquran Saat Hadi?, Sebelum Kamu Lakukan Sebaiknya Baca Dulu 4 Pendapat ini
Semangat dan keinginan istiqomah dapat membaca Alquran setiap hari ini, sering menjadi dilema tersendiri bagi wanita yang sedang haid.
فأجازوا للحائض القراءة القليلة استحسانا؛ لطول مقامها حائضا، وهو مذهب مالك9 .
Mereka (Ulama Malikiyah)membolehkan wanita haidh membaca sedikit dari Al-Qur’an dengan dalil Istihsan10, karena lamanya masa haidh. Ini adalah pendapat Imam Malik.
3. Al-Qarafi(w. 684 H)
Al-Qarafidi dalam kitabnyaAdz-Dzakhirah menuliskan sebagai berikut :
الثامن في الطراز يفارق الجنب الحائض في جواز قراءة القرآن ظاهرا ومس المصحف للقراءة على المشهور في الحائض لحاجة التعليم وخوف النسيان11.
Hukum kedelapan: Dalam Kitab Ath-Thiraz : Hukum terhadap wanita haidh dan junub itu tentang kebolehan membaca Al-qur’an ini berbeda, begitu juga menyentuh mushaf. Dalam membaca Al-Qur’an, pendapat yang masyhur dalam madzhab adalah dibolehkan bagi wanita haidh untuk kegiatan mengajar dan dan karena takut lupa membaca Al-Qur’an.
وأما جواز القراءة فلما يروى عن عائشة رضي الله عنها أنها كانت تقرأ القرآن وهي حائض والظاهر اطلاعه عليه السلام وأما المنع فقياسا على الجنب والفرق للأول من وجهين أن الجنابة مكتسبة وزمانها
لا يطول بخلاف الحيض12 .
"Kebolehkan bagi wanita haid membaca Al-Qur’an, berdasarkan riwayat dari Aisyah RA, bahwasannya Aisyah pernah membaca Al-Qur’an dalam keadaan haid, dan itu dengan sepengetahuan Rasulullah.
Adapun larangan membaca Al-Qur’an ini terhadap wanita haidh,karena diqiyaskan hukumnya kepada orang junub berdasarkan pendapat pertama (Jumhur),maka ada perbedaan diantara keduanya dari dua segi, karena junub itu adalah seseuatu yang dikehendaki, sedangkan haidh tidak.Kedua, dari segi waktu, haidh waktunya lama, junub tidak selama haidh."
Berdasarkan pemaparan ulama-ulama besar Malikiyah di atas, dapat disimpulkan bahwa mereka tidak semuanya sepakat tentang kebolehan bagi wanita haidh membaca Al-Qur’an, seperti Ibnu Abdil Barr.
Sehingga penisbatan atas ulama madzhab Maliki yang membolehkan membaca Al-Qur’an perlu disebutkan siapanya, atau dengan menyebutkan bahwa pendapat kebolehan membaca Al-Qur’an bagi wanita haidh ini mengikuti pendapat sebagian ulama Malikiyah.
Dari pendapat-pendapat ulama malikiyah juga dapat disimpulkan, boleh bagi wanita haidh membaca Alquran, tapi kebolehannya tidak bersifat mutlak, tapi ada pengecualian-pengecualian.
3. Madzhab Asy-Syafi’i
Madzhab Syafi’i dalam hal ini, termasuk madzhab yang ketat melarang wanita haidh membaca Alquran.
Berikut pendapat dari para ulama Syafi’iyah terkait hukum wanita haidh membaca Alquran:
1.An-Nawawi (w. 676 H)
Al-Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab sebagai berikut :
في مذاهب العلماء في قراءة الحائض القرآن قد ذكرنا أنّ مذهبنا المشهور تحريمها ولا ينسى غالبا في هذا القدر ولأنّ خوف النّسيان ينتفي بإمرار القرآن على . 14القلب
"Sebagaimana yang telah kami sebutkan terkait wanita haidh membaca al-Qur’an, pendapat yang masyhur dalam madzhab kami adalah haram bagi wanita haidh membaca Al-Qur’an.
Adapun masa haid yang berlangsung beberapa hari biasanya, tidak akan sampai membuat seseorang lupa pada hafalannya.Kekhawatiran akan hilangnya hafalan Al-Qur’an dapat ditampik dengan menghafal/muraja'ah terus menerus di dalam hati”
2. Zakaria Al-Anshari (w. 926 H)
Zakaria Al-Anshari menuliskan di dalam kitabnya Asna Al-Mathalib Syarah Raudhatu At-Thalib sebagai berikut :
(لم يحلّ وطؤها) ولا غيره من التّمتّع المحرّم والقراءة 15ومسّ المصحف ونحوها
Tidak dihalalkan wanita haidh untuk digauli, begitu juga bercumbu yang diharamkan dengannya , serta melafadzkan Al-Quran dan menyentuhnya.
3.An-Khatib Asy-Syirbini (w. 977 H)
Imam Al-Khatib Asy-Syirbini menuliskan di dalam kitabnya Mughni Al-Muhtaj menyatakan sebagai berikut :
(الْقُرْآنُ) لِمُسْلِمٍ أَيْ وَيَحْرُمُ بِالْجَنَابَةِ الْقُرْآنُ
بِاللَّفْظِوَبِالْإِشَارَةِ مِنْ الْأَخْرَسِ. كَمَا قَالَ الْقَاضِي فِي فَتَاوِيهِ فَإِنَّهَا مُنَزَّلَةٌ مَنْزِلَةَ النُّطْقِ هُنَا، وَلَوْ بَعْضَ آيَةٍ كَحَرْفٍ لِلْإِخْلَالِ بِالتَّعْظِيمِ، سَوَاءٌ أَقَصَدَ مَعَ ذَلِكَ غَيْرَهَا أَمْ لَا، وَلِحَدِيثِ التِّرْمِذِيِّ وَغَيْرِهِ «لَا يَقْرَأُ الْجُنُبُ وَلَا الْحَائِضُ شَيْئًا مِنْ الْقُرْآنِ» (2) وَيَقْرَأُ رُوِيَ بِكَسْرِ الْهَمْزَةِ عَلَى النَّهْيِ وَبِضَمِّهَا عَلَى الْخَبَرِ الْمُرَادِ بِهِ النَّهْيُ ذَكَرَهُ فِي الْمَجْمُوعِ وَضَعَّفَهُ، لَكِنْ لَهُ مُتَابَعَاتٌ تَجْبُرُ ضَعْفَهُ، وَالْحَائِضُ وَالنُّفَسَاءُ فِي ذَلِكَ كَالْجُنُبِ، وَسَيَأْتِي حُكْمُهُمَا فِي بَابِ الْحَيْضِ، وَلِمَنْ بِهِ حَدَثٌ أَكْبَرُ إجْرَاءُ الْقُرْآنِ عَلَى قَلْبِهِ، وَنَظَرٌ فِي الْمُصْحَفِ، وَقِرَاءَةُ مَا نُسِخَتْ تِلَاوَتُهُ، وَتَحْرِيكُ لِسَانِهِ وَهَمْسُهُ بِحَيْثُ لَا يُسْمِعُ نَفْسَهُ؛ لِأَنَّهَا لَيْسَتْ بِقِرَاءَةِ قُرْآنٍ.16
Diharamkan bagi yang sedang junub membaca Al-Qur’an, baik secara lisan ataupun dengan isyarat bagi seseorang yang bisu.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Qadhi Husein dalam fatwa-fatwanya :Isyarat sama kedudukannya seperti melafalkan, meskipun hanya sebagian huruf saja, baik berniat dengan membacanya yang lainnnya (yaitu dzikir atau doa)atau tidak, sama-sama diharamkan.
Karena berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dan yang lainnya berbunyi: “Tidaklah orang yang junub dan haidh membaca sesuatu pun bagi dari Al-Qur’an.”
Wanita haidh dan nifas dalam hal ini sama hukumnya dengan orang yang junub. Maka bagi mereka, hanya beoleh boleh berinteraksi dengan Al-Qur’an bisa dengan membacanya di dalam hati, melihat kepada mushaf, melihat mushaf, membaca ayat-ayat Al-Quran yang sudah dinasakh tulisannya, menggerakkan bibir berkomat-kamit dan berbisik dengan sauranya tidak sampai terdengar oleh dirinya sendiri, maka (sebatas ini dibolehkan) tidak dianggap sebagai membaca Al-Qur’an.
Berdasakan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa para ulama Syafi’iyah dalam hal ini sangat berhati-hati, melarang wanita haidh membaca Alquran secara mutlak, baik hanya sebagian ayatnya saja, atau karena tujuan ta’lim, atau membacanya bukan dengan niat membaca, tetap hukumnya sama.
Namun bukan berarti tidak ada cara bagi wanita haidh bisa beriteraksi dengan Al-Qur’an, yang dilarang adalah melafadzkan dengan lisan secara jelas dan terdengar, namun jika membacanya di dalam hati, atau berkomat kamit dengan menggerakkan bibir dan mulut selama tidak terdengar bacaannya, maka masih boleh.
4. Madzhab Hambali
1. Ibnu Qudamah (W. 620 H)
Ibnu Qudamahmenuliskan di dalam kitabnya Al-Mughni:
ولنا: ما روي عن علي، - رضي الله عنه - أن النبي - صلى الله عليه وسلم - لم يكن يحجبه، أو قال: يحجزه، عن قراءة القرآن شيء، ليس الجنابة.رواه أبو داود، والنسائي، والترمذي، وقال: حديث حسن صحيح. وعن ابن عمر، أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: لا تقرأ الحائض ولا الجنب شيئا من القرآن. رواه أبو داود، والترمذي17
Pendapat kami berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Ali: “Tidaklah Nabi melarang seseorang membaca sesuatu pun dari Al-Qur’an selama dia tidak dalam keadaan junub”. Hadits Hasan Shahih. Dan Dari Ibnu Umar Rasulullah SAW bersabda: "janganlah wanita haidh dan junub membaca sesuatupun dari Al-Qur’an" (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi).
2. Ibnu Taimiyah (W. 782 H)
وَأَمَّا الْحَائِضُ فَحَدَثُهَا دَائِمٌ لَا يُمْكِنُهَا طَهَارَةٌ تَمْنَعُهَا عَنْ الدَّوَامِ فَهِيَ مَعْذُورَةٌ فِي مُكْثِهَا وَنَوْمِهَا وَأَكْلِهَا وَغَيْرِ ذَلِكَ فَلَا تُمْنَعُ مِمَّا يُمْنَعُ مِنْهُ الْجُنُبُ مَعَ حَاجَتِهَا إلَيْهِ وَلِهَذَا كَانَ أَظْهَرُ قَوْلَيْ الْعُلَمَاءِ أَنَّهَا لَا تُمْنَعُ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ إذَا احْتَاجَتْ إلَيْهِ كَمَا هُوَ مَذْهَبُ مَالِكٍ وَأَحَدُ الْقَوْلَيْنِ فِي مَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ وَيَذْكُرُ رِوَايَةً عَنْ أَحْمَد فَإِنَّهَا مُحْتَاجَةٌ إلَيْهَا وَلَا يُمْكِنُهَا الطَّهَارَةُ كَمَا يُمْكِنُ الْجُنُبَ18
Bagi wanita haidh, hadasnya berkepanjangan, tidka memungkinkan baginya untuk dapat segera bersudi, maka dia dapat dimaklumi…tidaklah dia dibatasi atau dilarang seperti orang yang sedang junub untuk memenuhi hajatnya, oleh karenanya.
Maka pendapat yang lebih jelas bahwasanya tidaklah dilarang wanita haidh membaca Al-Qur’an kalau untuk suatu hajat, sebagaimana pendapat madzhab Maliki, pendapat dari salah satu madzhab Syafi’I dan Ahmad, karena dia sednag berhajat sementara dia tidak dapat bersuci seperti orang yang sedang junub.
Ibnu Taimiyah terkait hukum wanita haidh membaca Al-Qur’an berbeda dengan pendapat dari mayoritas ulama Hanabillah, sebagaimana yang dikatakan Ibnu Qudamah.
Ibnu Taimiyah, beliau cenderung kepada pendapat dari Imam Malik, yang membolehkan untuk kondisi dan kadar tertentu kalau memang yang demikian merupakan suatu hajat atau keperluan.
Tulisan ini dikutip dari buku Membaca Al-Qur’an Saat Haidh, Bolehkah? yang ditulis oleh Isnawati,Lc., MA, terbitan Rumah Fiqih Publishing, Cetakan Pertama
15 Desember 2018
Artikel ini sudah tayang di https://makassar.tribunnews.com/amp/2021/01/28/bolehkah-membaca-alquran-saat-haid-pendapat-4-mazhab-hanafi-maliki-syafiiy-dan-hanbali?page=all