Korupsi Pemecah Ombak
Kejati Geledah Kantor Pemkab Minut, Buru Dalang Korupsi Pemecah Ombak, Adik Bupati Jadi Tersangka
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulut kembali melakukan penggeledahan di Kantor bupati Minut tepatnya di Bagian Hukum
Penulis: Erlina Langi | Editor: David_Kusuma
TRIBUNMANADO.CO.ID, AIRMADIDI - Kasus korupsi pemecah ombak di Kabupaten Minahasa Utara (Minut), kembali memasuki babak baru.
Pasalnya setelah ditetapkannya adik bupati Minahasa Utara Alexander Panambunan sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi pemecah ombak tahun 2016,
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulut kembali melakukan penggeledahan di Kantor bupati Minut tepatnya di Bagian Hukum
Terpantau Rabu (27/1/2021) pada 16.44 Wita di tengah guyuran hujan deras, petugas kejaksaan nampak melakukan pemeriksaan sekaligus menyita sejumlah dokumen yang diisi dalam map besar

Usai melakukan pengambilan dokumen, nampak petugas bergegas kembali ke mobil, saat coba dikonfirmasi Tribun Manado, mereka lebih memilih bungkam
"No comment ya, nanti saja soalnya tunggu informasi dari Kejati," singkatnya sembari berlalu menggunakan mobil
Sementara Kabag Hukum Dolly Kenap, SH yang mengantar kepergian tim kejaksaan tinggi enggan berkomentar lebih
• Desakan JAK Diganti dari Anggota DPRD Sulut Menguat, Ini Penjelasan Partai Golkar Sulut
• Dicopot dari Ketua Harian Golkar Sulut, DPD I Akan Panggil JAK untuk Dimintai Keterangan
• Jajaran Polres Bolmong Sambut Kapolri Baru
Sembari tertawa ia mengatakan dirinya belum bisa memberikan keterangan.
"Nanti ya saya tak bisa berkomentar," tandasnya. (drp)
Adik Bupati Minut
Kejaksaan Tinggi ( Kejati) Sulawesi Utara belum berhenti mengungkap dugaan kasus Korupsi Proyek Pemecah Ombak/Penimbunan Pantai Desa Likupang
pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Minahasa Utara Tahun Anggaran 2016.
Korps Adhiyaksa meringkus satu orang tersangka yang diduga ikut terlibat dalam kasus korupsi ini.
Dia adalah AMP alias Alexander yang adalah adik dari Bupati Minahasa Utara Vonnie Aneke Panambunan.

Penahanan terhadap AMP berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor Print-01/P.1/Fd.1/01/2021 tanggal 21 Januari 2021 yang ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara A. Dita Prawitaningsih, S.H., MH.
"Tersangka dilakukan penahanan di Rutan Polresta Manado selama 20 hari sejak tanggal 21 Januari 2021 s/d 09 Februari 2021," ujar Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sulut, Theo Rumampuk SH MH.
Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 3 jo. Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambahkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.
Diketahui pada tahun 2017 AMP pernah dipanggil oleh Kejati Sulut untuk diperiksa dalam kasus ini.
Sayangnya AMP mangkir dalam pemeriksaan tersebut dengan alasan sakit.
Bukti surat sakit tersebut dibawa langsung kuasa hukumnya Stevi Da Costa.
"Kami hanya bawa surat pemberitahuan, klien kami sakit," kata Da Costa kepada Tribun Manado beberapa waktu yang lalu.
Menurut Da Costa, kliennya sebenarnya kooperatif, andai saja dalam keadaan sehat maka akan memenuhi panggilan.
"Sudah dua kali dipanggil kami akan berusaha setelah sehat tanpa panggilan, siap datang untuk klarifikasi," katanya.
4 Orang Telah Diputus Bersalah Hakim
Seperti diketahui pada 2 Juli 2018, Kejati Sulut menetapkan sidang agenda putusan terhadap ketiga terdakwa kasus pemecah ombak yaitu Steven Solang (44) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) divonis 3,6 tahun penjara, denda Rp 50 juta dan subsidair satu bulan kurungan.
Terdakwa Rosa Tindajoh (54) yang menjabat kala itu, Kepala BPBD Kabupaten Minahasa Utara tahun 2016 divonis 3,6 tahun penjara, denda Rp 50 juta, subsidair satu bulan kurungan.
Sedangkan Robby Moukar (47), Direktur Manguni Makasiouw Minahasa sebagai pelaksana proyek divonis 2,6 tahun penjara, denda Rp 50 juta, subsidair satu bulan penjara.
Robby juga dikenai uang pengganti Rp 87 juta, dan bila hingga batas waktu yang ditetapkan uang pengganti tersebut tidak bisa dipenuhi terdakwa Robby, ditambah dua bulan kurungan.
Selain itu ada mantan salah satu direktur Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Junjungan Tambunan divonis penjara 1 tahun 6 bulan dengan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan.
Nama Bupati Minut dan Mantan Kapolresta Manado Disebut Dalam Persidangan
Nama Bupati Minahasa Utara Vonni Anneke Panambunan disebut berkali-kali dalam dakwaan yang dibacakan dalam sidang perdana korupsi pemecah ombak Likupang Minahasa Utara.
Bukan hanya bahkan mantan Kapolresta Manado, Kombes Pol Ryo Permana ikut disebut dalam sidang dakwaan kali ini.
Dalam sidang perdana ini, dihadirkan tiga terdakwa yakni Rosa Marina Tidajoh selaku Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Minahasa Utara, Steven Hendrik Solang Pejabat Pembuat Komitmen, dan Robby Maukar selaku kontraktor.
"Bahwa Vonnie Anneke Panambunan selaku Bupati Minahasa Utara menerbitkan surat keputusan Bupati Minut nomor 68 tahun 2016 tanggal 18 Februari 2016 bahwa Kabupaten Minahasa Utara Siaga Darurat Bencana Padahal menurut BMKG Kabupaten Minut tidak berpotensi bencana," ujar Jaksa Penuntut Umum Bobby Ruswin.
Selain itu, Vonnie Anneke Panambunan juga membuat dan menandatangani surat permohonan bantuan Dana Siap Pakai (DSP) siaga bencana banjir dan longsor kepada Badan Penanggulangan Bencana Nasional.
Dalam sidang pertama ini diketahui bahwa Mantan Kapolresta Manado Ryo Permana yang bertindak sebagai pelaksana kegiatan dilapangan sudah melakukan pekerjaan proyek sebesar 40 persen.
"Hal ini tentu saja bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan/jasa pemerintah pasal 87 ayat 3 bahwa penyedia barang dan jasa dilarang mengalihakan pelaksanaan pekerjaan utama berdasarkan kontrak dengan melakukan sub kontrak dengan pihak lain," beber Bobby.
Usai persidangan, anggota JPU lainnya Pingkan Gerungan mengatakan bahwa pada sidang selanjutnya akan dihadirkan beberapa saksi.
"Kemungkinan Bupati dan Ryo Permana akan kami panggil juga," ujar Pingkan.
Dakwaan Persidangan
Sebagaimana dalam dakwaan, kasus yang berawal Februari 2016 hingga Desember 2016, awalnya terdakwa Steven pernah diajak bersama terdakwa Rosa bertemu Bupati VAP, melaporkan kondisi Desa Likupang II yang sering terkena banjir rob, dan oleh karenanya Bupati Minut menyampaikan rencana kegiatan proyek yang akan menggunakan anggaran dana siap pakai BPDB, dan proyek akan dikerjakan terdakwa Robby yang juga ada dalam ruangan itu.
Selanjutnya atas perintah terdakwa Rosa memintakan terdakwa steven untuk membuat proposal usulan kegiatan proyek.
Singkat, dalam rangka mendapat dana siap pakai BPBD VAP selaku bupati menerbitkan surat keputusan Bupati Minut No 60 Tahun 2016, tertanggal 18 Februari 2016 tidak berdasarkan pada adanya kondisi yang dinyatakan ekstrim. Sesuai klimatologi prakiraan curah hujan di Kab Minut dibawah normal , yang artinya sifat hujan tidak terlalu menghawatirkan dan tidak terdapat warning dari BMKG. Dan dana pun cair.
Belakangan ada selisih pekerjaan.
Terdakwa steven sendiri sebagai PPK tidak membuat usulan rencana kegiatan penanggulangan darurat membuat tanggul, dan tidak melakukan tindakan lain dalam rangka pengendalian pelaksanaan perjanjian kontrak.
Untuk terdakwa Robby, dikatakan JPU, sejak awal sudah mengetahui akan mendapat proyek dan menerima perintah untuk mendirikan perusahaan, PT MMM tidak melalui Pokja ULP BPDB melainkan mendapat penunjuk langsung dari Bupati VAP dengan alasan kategori dalam keadaan darurat.
Parahnya, ternyata pekerjaan dikerjakan orang lain Rio Permana, orang yang tidak memiliki hak untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
“Dan berdasarkan penghitungan yang dilakukan ahli dari Politeknik negeri manado. Dengan melakukan pengukuran terhadap hasil pekerjaan Didapat tiga kesimpulan Pekerjaan yang tidak selesai,” ujar JPU.
Pekerjaan batu,panjang pasangan batu adalah 637 m volume pasangan batu adalah 7.569,16 m2.volume pasang batu tidak sesuai yang tertera dalam kontrak kerja. Kondisi batu tidak rapi dan tidak saling mengikat, dimana tidak sesuai dengan surat edaran menteri PU no.07/SE.

Kedua, Pekerjaan geotekstil, tidak terpasang sesuai dengan volume yang ada didalam kontrak, pada bagian sepanjang 145.8 m, pemasangan geotekstil salah, tidak pada tempatnya. Dan yang ketiga pekerjaan penimbunan tanah telah selesai dilaksanakan, akan tetapi volume timbunan melebihi volume didalam kontrak.
Sehingga menimbulkan kerugian negara dari selisih pekerjaan di dalam kontrak dengan yang terpasang dilapangan.
Akibatya dalam perkara yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 8,8 Milyar tersebut, para tersangka diduga telah menyalahgunakan wewenang dalam proyek pemecah ombak dan penimbunan pantai di desa Likupang Kabupaten Minahasa Utara. (don/nie/ryo/rhen)
• Kecelakaan Maut Tadi Pagi, Pemotor Tewas di Depan Pos Polantas, Korban Disenggol Truk Tronton
• Prostitusi Anak yang Tumbuh Subur saat Covid-19, Tarif hingga Rp 6 Juta, Pemakai Pengusaha
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUN MANADO: