Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

News

HASIL Penelitian, Soal Siapa Yang Lebih Banyak Terpapar Covid 19, Pria atau Wanita

Simak hasil penelitian tentang covid 19 atau virus corona. Mengenai siapa yang banyak terpapar covid 19, pria atau wanita.

Tribunnews
Penelitian tentang siapa yang lebih banyak terpapar covid 19. Pria atau wanita. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Virus corona atau Covid 19 hingga kini masih terus membayang-bayangi seluruh dunia.

Semua orang Berisiko Tertular dan terpapar covid 19 jika tak memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik dan mengabaikan prokol kesehatan.

Namun ada penelitian yang menyebutkan siapa yang lebih banyak terpapar corona, antara wanita dan pria.

Ilustrasi Pemakaman Covid 19
Ilustrasi Pemakaman Covid 19 (tribun jabar)

Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak pria yang meninggal akibat Covid-19 daripada wanita.

Dikutip dari healthline.com, para ahli mengatakan sebagian alasannya, wanita cenderung memiliki sistem kekebalan yang lebih kuat daripada pria.

Mereka menambahkan, pria juga cenderung terlibat dalam perilaku yang lebih berisiko seperti mengabaikan jarak fisik dan mereka tidak menganggap serius gejala tersebut.

Sebuah studi yang diterbitkan pada bulan April 2020, di Frontiers in Public Health melaporkan bahwa pria dan wanita sama-sama cenderung tertular virus corona baru.

Namun, para peneliti juga melaporkan, pria secara signifikan lebih mungkin menderita efek penyakit yang parah.

Para peneliti China mengatakan bahwa dalam satu subset besar pasien Covid-19, lebih dari 70 persen dari mereka yang meninggal adalah laki-laki.

Mereka menemukan hasil yang serupa ketika mereka memeriksa penelitian dari wabah sindrom pernapasan akut (SARS) tahun 2003.

Studi tersebut didukung oleh angka-angka lain yang dirilis sejak pandemi Covid-19 dimulai.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, 63 persen kematian terkait Covid-19 di Eropa terjadi di antara pria.

Sebuah studi oleh Institut Kesehatan Tinggi Roma pada Maret 2020 menemukan, di antara orang Italia yang dirawat di rumah sakit karena virus corona baru, 8 persen pria meninggal dibandingkan dengan 5 persen wanita.

Ternyata COVID-19 lebih banyak menyerang pria daripada wanita, simak penjelasannya.
Ternyata COVID-19 lebih banyak menyerang pria daripada wanita, simak penjelasannya. (Freepik)

Di New York City, pria meninggal karena virus corona hampir dua kali lipat dari wanita.

Departemen kesehatan kota melaporkan pada awal April 2020, 43 kematian akibat COVID-19 untuk setiap 100.000 pria, dibandingkan dengan 23 kematian untuk setiap 100.000 wanita.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) saat ini tidak melaporkan kematian COVID-19 berdasarkan jenis kelamin, tetapi para ahli tidak melihat alasan tren tersebut akan berbeda di tempat lain di negara ini.

"Beberapa alasan yang mendasari mengapa COVID-19 mungkin lebih mematikan bagi pria daripada wanita mungkin termasuk fakta bahwa penyakit jantung lebih sering terjadi pada pria lanjut usia daripada pada wanita lanjut usia," ujar ahli penyakit menular dan salah satu pendiri dari Jaringan Penyakit Menular Global dan Epidemiologi (GIDEON), Dr. Stephen Berger.

"Studi juga menemukan bahwa tekanan darah tinggi dan penyakit hati lebih umum pada pria dan ini semua berkontribusi pada hasil yang lebih negatif dengan Covid-19," imbuhnya.

Enzim dan Sistem Kekebalan

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada 10 Mei 2020 kemarin melaporkan, pria memiliki konsentrasi angiotensin-converting enzyme (ACE2) yang lebih tinggi dalam darah mereka daripada wanita.

Karena ACE2 memungkinkan virus corona untuk menginfeksi sel-sel sehat, ini dapat membantu menjelaskan mengapa pria lebih rentan terhadap Covid-19 daripada wanita.

Para peneliti juga melaporkan, sistem kekebalan juga bisa menjadi faktor.

Berger menjelaskan genetika mungkin juga memainkan peran besar.

Wanita memiliki kelebihan kromosom X, sehingga sistem kekebalannya lebih kuat daripada pria. (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani)

Beda Pendapat AS dan Cina soal Misi Tim Ahli WHO di Wuhan

Amerika Serikat (AS) pada Senin (18/01) meminta Cina untuk mengizinkan tim ahli dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk mewawancarai "perawat, mantan pasien, dan petugas laboratorium" di pusat kota Wuhan. Hal ini langsung mendapat teguran dari Beijing.

Tim ahli dari WHO yang bermaksud menyelidiki asal-usul virus corona baru tiba di Wuhan pada 14 Januari silam, di mana kemudian mereka mengadakan telekonferensi dengan mitra Cina selama karantina dua minggu sebelum memulai penyelidikan.

AS yang menuduh Cina menutup-nutupi asal muasal wabah, menyerukan "transparansi" dalam investigasi yang akan dilakukan WHO. AS juga mengkritik ketentuan kunjungan ke negara itu, di mana sebelumnya para ahli Cina telah melakukan penyelidikan tahap pertama.

Garrett Grigsby dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan, yang memimpin delegasi AS, mengatakan Cina harus berbagi semua studi ilmiah terkait sampel hewan, manusia dan lingkungan yang diambil dari pasar di Wuhan, tempat virus SARS-CoV-2 diyakini pertama kali muncul pada akhir 2019.

"Analisis komparatif dari data genetik tersebut akan membantu mencari sumber yang tumpang tindih dan potensial dari wabah yang memicu pandemi COVID-19," kata Grigsby kepada Dewan Eksekutif WHO.

"Kami memiliki tugas serius untuk memastikan bahwa investigasi penting ini kredibel dan dilakukan secara objektif dan transparan," lanjut Grigsby, seraya merujuk pada varian baru virus corona yang ditemukan di Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil.

Sementara itu, Sun Yang, Direktur Jenderal Tanggap Darurat Kesehatan dari Komisi Kesehatan Nasional Cina, mengatakan kepada dewan: "Studi asal virus bersifat ilmiah. Itu perlu koordinasi, kerja sama. Kita harus menghentikan tekanan politik apa pun.

Delegasi Australia juga menyerukan agar tim ahli WHO memiliki akses ke "data, informasi, dan lokasi utama yang relevan."

Cina dan WHO lamban mengantisipasi pandemi?

Tim panel ahli independen pada Senin (18/01) menyimpulkan bahwa Cina dan WHO sebenarnya dapat bertindak lebih cepat untuk mencegah pandemi selama tahap awal penyebaran wabah virus vorona.

Panel Independen untuk Kesiapsiagaan dan Tanggap Pandemi mengatakan evaluasinya terhadap awal krisis di Cina "menunjukkan bahwa ada potensi tanda-tanda awal untuk ditindaklanjuti lebih cepat".

Tim panel juga mengatkan bahwa langkah-langkah antisipasi seharusnya segera diterapkan di semua negara yang memiliki risiko penularn. Rencanaya tim akan mepresentasikan laporan awal mereka kepada Dewan Eksekutif WHO hari Selasa (19/01) ini.

COVID19 pertama kali terdeteksi di pusat kota Wuhan, Cina, pada akhir 2019 sebelum menyebar ke luar perbatasan Cina yang menyebabkan pandemi global. Lebih dari dua juta orang di seluruh dunia meninggal karena virus ini.

Tim panel mengatakan bahwa "langkah-langkah kesehatan masyarakat bisa diterapkan lebih tegas oleh otoritas kesehatan lokal dan nasional di Cina pada Januari."

WHO pun dikritik karena dinilai lamban pada awal krisis yang ditunjukkan dengan tidak mengadakan rapat komite darurat hingga 22 Januari 2020. WHO juga dinilai gagal menyatakan wabah tersebut sebagai Situasi Darurat Kesehatan Global (PHEIC) - tingkat siaga tertinggi - hingga 30 Januari 2020.

rap/hp (Reuters, AFP)

Artikel ini telah tayang di

Tribunnews.com

https://m.tribunnews.com/corona/2021/01/19/ini-alasan-mengapa-pria-lebih-rentan-terpapar-covid-19-ketimbang-wanita?page=all

https://m.tribunnews.com/internasional/2021/01/19/beda-pendapat-as-dan-cina-soal-misi-tim-ahli-who-di-wuhan?page=all

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved