Opini Politik
Mbak Ning dan Hujan Salah Musim
Ceplas-ceplos, blak-blakan, terus-terang, apa adanya. Itulah katakteristik Ribka Tjiptaning Proletariyati (63).
Oleh: Karyudi Sutajah Putra
TRIBUNMANADO.CO.ID - Ceplas-ceplos, blak-blakan, terus-terang, apa adanya. Itulah katakteristik Ribka Tjiptaning Proletariyati (63).
Maka ketika buku biografinya, "Aku Bangga Menjadi Anak PKI" (2002) menuai kontroversi, ia tak peduli.

Kini, ia bikin "ulah" lagi. Dalam rapat kerja dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Selasa (12/1), anggota Komisi Kesehatan DPR yang menyebut dirinya Mbak Ning itu menolak vaksinasi Covid-19 yang mulai Rabu (13/1) dilaksanakan pemerintah.
Presiden Jokowi adalah orang pertama yang menerima suntikan vaksin merek Sinovac itu.
Mbak Ning berdalih, vaksin Sinovac yang diimpor dari Tiongkok itu belum teruji aman.
Sebab itu, ia dan seluruh keluarganya akan menolak divaksinasi.
Ia yang juga seorang dokter lebih memilih membayar denda daripada divaksinasi, meski harus dengan menjual mobil sekalipun.
Selain belum aman, Mbak Ning mengendus ada motif bisnis di balik "proyek" vaksinasi Covid-19.
Negara dilarang bisnis dengan rakyatnya, kata dia. Entah motif bisnis semacam apa yang ia maksud, karena faktanya vaksin itu diberikan secara gratis kepada rakyat.
Baca juga: Jadwal Liverpool vs Manchester United, Big Match Liga Inggris Pekan Ini, Duel Puncak Klasemen
Baca juga: Prakiraan Cuaca Hari Sabtu 16 Januari 2021, 24 Wilayah Indonesia Ini Berpotensi Hujan Lebat
Mungkin saja ada keuntungan ekonomi bagi oknum-oknum tertentu dalam impor vaksin yang dibiayai uang negara itu. Bila benar, ternyata jiwa proletariat Mbak Ning belum luntur juga.
Sontak. Semua terhenyak. Menolak vaksinasi adalah wacana biasa. Yang luar biasa adalah penolakan itu dilakukan oleh politisi PDIP, partai utama pendukung pemerintah.
Penolakan disampaikan secara terbuka pula, sehingga ada yang menilai dia provokatif dan menghasut.
Mbak Ning pun langsung dicap sebagai "koalisi rasa oposisi". Ia mendapat aplaus dari kaum oposan. Sebaliknya, ia mendapat kecaman dari koalisi. Ia pun ditegur partainya.
Ya, ibarat hujan, Mbak Ning salah musim. Tak seharusnya hujan itu turun di musim kemarau. "She is the right woman on the wrong place." Betapa tidak?