Sejarah Daerah
Sejarah Berdarah Tarkam Dumoga, Dendam Puluhan Tahun Belum Kunjung Lunas
Entah sudah berapa nyawa meregang. Belum terhitung korban luka luka. Kerugian material pun sulit ditaksir.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rhendi Umar
TRIBUNMANADO.CO.ID - Dumoga. Mendengar namanya saja, orang sudah bergidik.
Apalagi melewatinya. Badan menggigil. Dengkul serasa copot.
Dumoga Raya yang mencakup enam Kecamatan di Kabupaten Bolaang Mongondow ( Bolmong) memang wilayah rawan tarkam.
Tarkam di sini sudah puluhan tahun beranak pinak.
Dendam puluhan tahun belum kunjung lunas.
Entah sudah berapa nyawa meregang. Belum terhitung korban luka luka. Kerugian material pun sulit ditaksir.
Di era milenial ini, Dumoga mendapat julukan beken. Yakni negeri para Shinobi.
Tarkam di sini sering dipicu masalah sepele. Seperti knalpot racing, perselisihan anak muda hingga pesta miras.
Peserta tarkam tak hanya memakai samurai, tombak atau panah wayer, tapi juga senapan angin.
Kultur Dumoga memang keras. Banyak penduduk yang menyandarkan penghidupan pada tambang. Kulturnya sangat heterogen. Ada suku Mongondow sebagai suku asli, Minahasa, Sangihe, Jawa, Bali, Bugis dan lainnya.
Meski demikian, warga Dumoga sangat menjunjung tinggi kerukunan antar umat beragama.Pertikaian sama sekali tidak dikaitkan dengan agama.
Beberapa wilayah di Dumoga seperti Mopuya menjadi laboratorium umat beragama sedunia.
Catatan Tribun Manado, di era Covid ini, tarkam terjadi tiga kali.
Tarkampertama pecah usai pencoblosan Pilgub 2020.
Antara desa Tapa Aog dan Bombanon serta desa tonom versus Ibolian. Baku hantam dipicu konvoi massa usai pencoblosan.