Kasus Djoko Tjandra
Irjen Napoleon Satu Sel dengan Buronan yang Pernah Dia Tangkap, Singgung Bursa Kapolri dan Pidana
Dikutip dari tayangan wawancara itu, Napoleon membantah telah melakukan penghapusan red notice Djoko Tjandra.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Terdakwa kasus korupsi dugaan penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte blak-blakan soal kasus yang menjeratnya.
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri itu merasa dirinya sebagai pihak yang dikorbankan untuk kepentingan yang lebih besar.
Hal itu disampaikan Napoleon dalam wawancara kepada Aiman Witjaksono.
Baca juga: Bursa Calon Kapolri, Lemkapi Prediksi Presiden Jokowi Akan Berikan Calon Tunggal ke DPR RI
Dikutip dari tayangan wawancara itu, Napoleon membantah telah melakukan penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Bahkan Irjen Napoleon Bonaparte mengaku mendekam di rutan dengan sejumlah narapidana yang memiliki berbagai latar belakang kejahatan berbeda-beda.
Dari mulai terpidana kasus narkoba, korupsi, hingga pembobol bank.
Kasus yang terakhir disebut bahkan ia yang menanganinya sendiri dengan menyeret pelaku yaitu Maria Pauline Lumowa.
Seperti diketahui, Maria Pauline Lumowa, pelaku pembobolan Bank BNI ditangkap Irjen Napoleon pada Juli 2020 setelah buron selama 17 tahun.
Saat menangkap pelaku, ketika itu Napoleon masih menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri.
"Saya ditempatkan di sini bersama dengan penjahat narkoba, koruptor, bahkan bersama dengan orang yang saya tangkap bulan Juni lalu di Serbia, Maria Pauline Lumowa," kata Napoleon dalam wawancara eksklusif dengan jurnalis Kompas TV, Aiman Witjaksono.
"Jeruji di sini tidak akan memakan badan dan mental saya."
Napoleon diketahui merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Dalam kasus ini, ia didakwa menerima uang dari Djoko Tjandra sebesar 200.000 dollar Singapura dan 270.000 dollar Amerika Serikat atau setara Rp 6,1 miliar.
Atas dugaan kasus yang dialamatkan kepadanya itu, Napoleon menilai tuduhan tersebut adalah sebuah rekayasa.
"Itu tuduhan rekayasa yang dibuat oleh Tommy Sumardi (terdakwa lain dalam kasus ini). Tugas dialah yang harus membuktikan apa itu benar. Mari kita lihat di pengadilan, apa buktinya," tutur dia.
Baca juga: 5 DJ Cantik yang Kini Berhijab Tinggalkan Cara Berbusana Lama, Termasuk Nathalie Holscher Istri Sule
Jenderal bintang dua itu pun mengendus adanya keganjilan dalam kasus yang menjeratnya.
Ia mengaku tidak mengenal Tommy Sumardi secara pribadi.
Napoleon mempertanyakan mengapa ada orang yang mau mengorbankan diri sendiri untuk masuk penjara demi menjatuhkan dirinya.
"Dari situ saja itu sudah tercium. Ia bukan orang yang dirugikan. Pasti kan ada dalangnya. Ada kepentingan yang lebih besar daripada saya," ujar dia.
Dari keganjilan tersebut, Napoleon mengaku merasa dikorbankan. Kendati demikian, soal siapa pihak yang diuntungkan, Napoleon menilai publik yang lebih tahu.
Ia menduga ada kemungkinan bahwa kasus yang menimpanya berhubungan dengan bursa calon kapolri pengganti Jenderal (Pol) Idham Azis.
Bahkan, menurut dugaannya, ada hal yang lebih besar lagi, yaitu upaya untuk menutupi suatu perbuatan pidana.
"Saya tidak pernah bilang ada yang diuntungkan. Itu publik mungkin lebih tahu. Pertanyaan bukan yang diuntungkan atau tidak diuntungkan, tapi ada keganjilan. Tapi, semua nanti akan terungkap di pengadilan," kata Napoleon.
Mantan Sespri Ungkap Pertemuan Irjen Napoleon dengan Tommy Sumardi di Mabes Polri
Pertemuan antara Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, dan Tommy Sumardi diungkap dalam sidang lanjutan kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/11/2020).
Pihak yang mengungkapkan yakni mantan sekretaris pribadi Napoleon, Fransiscus Ario Dumais.
Fransiscus mengatakan pertemuan terjadi rentang April 2020 hingga Mei 2020 di ruangan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, yang merupakan ruang kerja Napoleon.
"Apakah ada saksi Prasetijo Utomo beberapa kali menghadap ke Kadiv?" tanya jaksa kepada Fransiscus.
"Ada, seingat saya beliau dua kali. Dua kali bersama Pak Tommy," jawab Fransiscus, yang bersaksi untuk terdakwa Djoko Tjandra.
Jaksa lantas menanyai Fransiscus soal pernah atau tidaknya Tommy Sumardi menemui Napoleon tanpa Prasetijo. Fransiscus menjawab, Tommy pernah datang ke kantor Irjen Napoleon beberapa kali.
Baca juga: Wanita Ini Ajak Suaminya Lapor Selingkuhan yang Jambak & Gigit Tangannya, Perselingkuhan Terbongkar

"Sempat beberapa kali, datang ke ruang, ke Kadiv. Yang pertama awal April, 16 April, Prasetijo tidak terlihat. Hanya Tommy yang datang sendiri," ungkap Fransiscus.
"Ketiga, 28 April Pak Tommy datang sendiri. Tapi tidak sempat ketemu karena Pak Napoleon rapat di ruang kerja, tapi sempat menunggu di ruang Sespri. Tanggal 29 April, Pak Tommy datang sendiri, pada saat itu tidak sempat bertemu," sambungnya.
Fransiscus mengatakan bahwa Tommy Sumardi dan mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo bertemu Irjen Napoleon awal April dan 4 Mei 2020.
Ia juga membeberkan soal peristiwa Tommy Sumardi sendirian membawa paper bag masuk ke ruangan Irjen Napoleon.
"Awal April dan 4 bulan Mei. Dia datang bersama (Tommy dan Prasetijo datang ke ruangan Napoleon)," kata Fransiscus.
"Bawa paper bag, dibawa Pak Tommy ke ruang Kadiv," imbuhnya ketika ditanyai soal pertemuan Irjen Napoleon dengan Tommy Sumardi pada 16 April.
"Waktu keluar gimana?" tanya jaksa lagi.
"Paper bag tidak bawa lagi," jawab Fransiscus.
Dalam sidang ini duduk sebagai terdakwa adalah Djoko Tjandra. Ia didakwa memberikan suap ke Irjen Napoleon sebanyak 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS.

Bila dikurskan, 200 ribu dolar Singapura sekira Rp2,1 miliar, sedangkan 270 ribu dolar AS setara Rp3,9 miliar lebih, sehingga totalnya lebih dari Rp6 miliar.
Lalu, Djoko Tjandra juga didakwa memberikan suap kepada Brigjen Prasetijo sebesar 150 ribu dolar AS. Bila dikurskan, 150 ribu dolar AS sekira Rp2,1 miliar.
Ada seorang lagi yang didakwa yaitu Tommy Sumardi yang disebut jaksa sebagai perantara suap dari Djoko Tjandra ke kedua jenderal itu.
Selain itu Tommy Sumardi juga disebut jaksa menerima uang dari Djoko Tjandra.
Setidaknya ada 2 kali penerimaan uang dari Djoko Tjandra ke Tommy Sumardi. Total uang diterima Tommy Sumardi yaitu 150 ribu dolar AS atau setara dengan Rp2,1 miliar.

Dalam surat dakwaan, Tommy diduga memberikan 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS kepada Irjen Napoleon Bonaparte dan 150 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo Utomo.
Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).
Baik Napoleon maupun Prasetijo didakwa menerima suap di dalam kantong plastik maupun paper bag.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Curhat Irjen Napoleon Bonaparte: Satu Sel di Rutan dengan Buronan yang Pernah Dia Tangkap