Berita Heboh
Pengemis Sogok Pemerintah Rp 7 Juta Per Bulan, Pengemis Kaya Raya ini Setiap Harinya Mau Setor Uang
Sehari-hari, pria ini memang mengemis di pinggir jalan. Tapi siapa sangka kalau dari hasil keringatnya itu, sang pengemis menjadi kaya raya.
Kakek Muklis digiring masuk ke dalam mobil operasional Sudin Sosial Jakarta Selatan.
"Awalnya enggak bilang kalau mengemis. Bilangnya usaha. Namun, enggak mungkin di sini dia enggak punya rumah dan saudara," terang Yunus.
Akhirnya, Yunus mengakui bahwa ia mengemis usai dicecar sejumlah pertanyaan oleh petugas P3S berdasarkan kejadian serupa pada tahun 2017 silam.
Saat itu, Muklis juga pernah tertangkap.
Tak main-main, saat itu Kakek Muklis membawa uang senilai Rp 98 juta dari hasilnya mengamen.

Bawa Uang Hampir Rp 200 Juta
Usai mengaku mengemis, tas ransel dari Kakek Muklis diperiksa di dalam mobil.
Yunus mengatakan terhitung sebanyak Rp 182 juta yang berhasil dihitung oleh petugas di lapangan.
Ia melihat ada berlembar-lembar uang Rp 100 ribu sebanyak 18 ikat. Per ikat itu senilai Rp 10 juta.
Selain itu, Yunus menemukan juga berlembar-lembar uang Rp 50 ribu di amplop terpisah senilai Rp 2 juta.
Namun, lanjut Yunus, ketika kembali dihitung ulang di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1, jumlahnya Rp 194.500.000.
"Awalnya kan memang saya tanya ini dari mana? Dari usaha bengkel katanya. Namun, akhirnya dia mengaku bahwa dari hasil mengemis," terang Yunus.
Belakangan, Kakek Muklis menjadi target penjangkauan petugas sosial.
Kurang lebih selama tiga bulan, P3S berusaha melacak keberadaannya lantaran mengganggu kenyamanan masyarakat.
Sering Ditukar di Bank
Kakek Muklis kerap kali menukarkan uang Rp 500 ribu dari hasilnya mengemis ke Bank.
"Misalkan terkumpul uang Rp 500 ribu, Ia langsung tukarkan uang itu ke bank dengan pecahan Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu," ujar Yunus.
Uang dari hasilnya mengemis itu, ia selalu kumpulkan di dalam tas ranselnya.
Anak Kalian Jangan Jadi Pengemis
Hari Anak Internasional bertepatan pada 20 November. Noviarman Kepala Dinas Sosial Kota Jambi berharap tak ada tindak komersilkan anak.
Keinginannya yaitu orang tua cepat sadar dari tindakan mengkomersilkan anak mereka.
Tak hanya di Kota Jambi, di daerah lain pun punya kemungkinan yang sama.
Tapi harapan Noviarman terhadap bebasnya anak-anak Jambi dari tindakan mengemis cukup besar.
"Kasihan anak-anak, di usia dia yang butuh belajar tapi ada pihak yang mengkomersilkan. Termasuk kadang orangtuanya sendiri," tuturnya.
"Jangan jadikan anak kalian sebagai pengemis," kata Noviarman, Kamis (19/11/2020) bernada menegaskan.
Banyak contoh di jalanan anak-anak menjadi pengemis. Menurutnya, tindakan seperti itu tidak pantas dilakukan.
"Kadang ibu-ibu yang menggendong bayinya justru kadang berani menjadikan alasan meminta-minta," ujarnya.
Padahal menurutnya, di Kota Jambi banyak tempat yang membutuhkan karyawan di toko-toko biasa.
Baik itu toko laundry, cuci motor maupun mobil, juga kuliner.
Jika tidak memungkinkan, mereka bisa buka usaha kecil-kecilan sendiri.
Ia meneruskan ungkapannya. Noviarman merasa miris, tindakan itu menurutnya merupakan bentuk kekerasan terhadap anak.
Sebagai Kepala Dinas Sosial, ia sedang berusaha menemukan cara yang tepat untuk membina para orangtua seperti itu.
Kemungkinan besar ada kerjasama dari beberapa pihak untuk memberantas perilaku tersebut.
Karena menurutnya, sekedar penertiban bukanlah solusi yang cukup untuk perilaku tersebut. ( TribunJambi.com /Rara Khushshoh Azzahro ) (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Pengemis Kaya Raya di Jambi Nekat Sogok Pemerintah, Noviarman: Penghasilan 7 Juta Per Hari, https://jambi.tribunnews.com/2020/11/21/pengemis-kaya-raya-di-jambi-nekat-sogok-pemerintah-noviarman-penghasilan-7-juta-per-hari?page=all
Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Pengemis Ini Kaya Raya, Penghasilannya Sangat Fantastik, Nekat Sogok Pemerintah Rp 7 Juta Per Bulan, https://kupang.tribunnews.com/2020/11/21/pengemis-ini-kaya-raya-penghasilannya-sangat-fantastik-nekat-sogok-pemerintah-rp-7-juta-per-bulan?page=all
Kunjungi channel Youtube kami: