Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Massa PAHAM-Mor Pilih Olly, Sebagian Pendukung ke CEP-VAP

Petahana Pilgub Sulawesi Utara, Olly Dondokambey-Steven Kandouw panen dukungan dari simpatisan

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie Tombeg
Tangkapan layar Instagram Olly Dondokambey
Olly Dondokambey dan Steven Kandouw (Olly Steven) saat debat publik yang digelar KPU Sulut 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – Petahana Pilgub Sulawesi Utara, Olly Dondokambey-Steven Kandouw panen dukungan dari simpatisan pasangan calon kepala daerah di tujuh kabupaten kota. Di Kota Manado, paslon nomor urut 3 ini sesuai hasil survei Indonesia Observer mengantongi elektabilitas atau tingkat keterpilihan 64,9 persen.

Baca juga: Sachrul Ingin Boltim Jadi Destinasi Wisata: SSM-Oppo Ungguli Debat

Satu di antara strategi PDIP yakni pemilihan paket. Pemilih Olly-Steven juga memilih pasangan usungan PDIP di Pilkada Manado, yakni Andrei Angouw- Richard Sualang (AA-RS). Begitu pun pemilih AA-RS memilih Olly-Steven.

Indonesian Observer yang melakukan survei di Oktober 2020 mengungkap 'link and match' antara tiga paslon Pilkada Sulut dengan empat paslon Pilkada Manado. Olly-Steven tidak hanya meraup dukungan dari pemilih AA-RS, melainkan juga mendapat dukungan dari paslon lain.

Misalnya paslon Sonya Selviana Kembuan-Syarifuddin Saafa (SSK-SS), Mor Bastian-Hanny Joost Pajouw (Mor-HJP) dan Julyeta Paulina Amelia Runtuwene-Harley Mangindaan (PAHAM).

"Kira rekam link and match-nya, namun jadi catatan angka ini merupakan angka indikatif dengan margin of error kurang lebih 10 persen," ujar Andre Mongdong, Peneliti Indonesia Observer.

Adapun hasilnya, Olly-Steven meraup 95 persen pemilih yang bakal memilih AA-RS di Pilkada Manado. Kemudian, Olly-Steven meraup 33 persen pemilih yang akan memilih SSK-SS. Kebanyakan memang pemilih SSK-SS akan memilih paslon Christiany Eugenia Paruntu-Sehan Salim Landjar (CEP-Sehan) sebesar 67 persen. SSK-SS dan CEP-Sehan sama-sama diusung Partai Golkar.

Adapun, Olly-Steven meraup dukungan dari pemilih Mor-HJP sebesar 60 persen. Angka ini jadi yang terbesar dibanding lawan Olly-Steven, bahkan mengungguli paslon yang diusung Partai Demokrat CEP-Sehan. CEP-Sehan hanya meraup 20 persen pemilih Mor-HJP meski sama-sama diusung Demokrat. Sementara 15 persen pemilih Mor-HJP memilih Vonnie Anneke Panambunan-Hendry Runtuwene (VAP-HR). Olly-Steven juga meraup dukungan mayoritas dari pemilih PAHAM sebesar 45 persen.

Meski sama-sama diusung Partai Nasdem VAP-Hendry hanya meraup 27 persen pemilih PAHAM. Ada 19 persen pemilih PAHAM, siap memilih CEP- Sehan.

Baca juga: Pengamat Sebut Tren Politik di Pilkada Cenderung Ke Ketokohan

Partai Golkar Sulut akan memberikan sanksi tegas terhadap kadernya yang mendukung paslon lain. Juru Bicara Golkar Sulut Feryando Lamaluta, Kamis (19/11/2020) mengatakan, tidak ada yang namanya pengurus Golkar di kabupaten kota mendukung paslon yang diusung partai itu tapi di Pilgub Sulut mendukung paslon lain.

"Kader Golkar harus tegak lurus. Artinya harus mendukung paslon yang diusung dari tingkat kabupaten kota sampai provinsi," kata dia. Yoyo, sapaanya mengatakan, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar senantiasa meminta laporan ke pengurus provinsi jika ada kader yang tidak tegak lurus. Karena sudah jelas di dalam AD/ART Golkar, semua keputusan harus tegak lurus. "Kalau di kabupaten kota dukung calon Golkar tapi di provinsi tidak. Itu namanya bukan kader," pungkasya.

Sejauh ini Golkar Sulut sudah memecat delapan kadernya yang membelot. Mantan kader-kader itu tidak bisa lagi membawa nama Golkar dalam kegiatan politik mereka. Bukan saja mendukung paslon lain di tingkat provinsi, namun nama-nama itu mendukung paslon lain di tingkat kabupaten/kota yang bukan diusung Golkar.

Masalah pengkaderan
Pengamat politik, Jefry Paat mengatakan, perspektif yang dilihat dalam pilkada adalah figur. "Sebab ada orang yang senang dengan figur tetapi tidak senang dengan partainya, begitu juga sebaliknya," kata Paat, Kamis (19/11/2020).

Sehingga kebijakan partai yang tegak lurus itu tidak sepenuhnya jalan, itu dikarenakan faktor tadi. Ini yang membuat kebijakan partai sulit dijalankan, karena perbedaan pemahaman di internal partai tersebut. "Ini juga termasuk kader dalam suatu partai, contohnya misalnya dia kader PDIP tetapi ada saudaranya calon dari partai lain, dia otomatis mendukung calon dari saudara itu," ujar Paat.

Kata Paat, kebijakan partai yang tegak lurus itu sulit untuk dilaksanakan, memang setiap pemilih bebas menentukan pilihan. Menurut pengamatan Paat, di sisi lain, peran partai tidak maksimal dalam proses pengkaderan dan tidak melakukan pembinaan secara edukatif terhadap anggota partainya.

Baca juga: Chord Apa Kabar Sayang - Armada, Lirik Lagu Seharian Aku Tak Tenang, Mainnya dari Kunci A 

"Di sini partai seharusnya memberikan pendidikan politik bagi kader dan anggotanya, akibatnya pendukung dan anggotanya tidak tertanam visi-misi dan nilai partai itu," terang Paat.
Kadangkala militansi dari kader partai hanya diukur dengan uang, ini kesalahan partai yang tidak memberikan pendidikan politik bagi anggota dan kadernya.

Inilah kenapa komitmen anggota partai tidak penuh dan total. “Kita juga tidak bisa mengklaim saya anggota partai karena keanggotaan partai hanya diukur dari uang, bukan pendidikan politik kepada kader partai,” kata Akademisi Unrat ini. "Makanya jangan heran jika banyak kader yang menyeleweng atau tidak mengikuti instruksi partai dalam hal penentuan pilihan," ujarnya. 

Pengamat politik Yossi Kairupan
Pengamat politik Yossi Kairupan (Istimewa/Internet)

Josef Kairupan
Analis Politik dari Unsrat

Pemilih Cenderung Lihat Figur

Fenomena ini disebut dalam tren politik pilkada itu lebih kepada ketokohan. Sehingga tidak menjamin dukungan kepada paslon dalam partai yang sama itu akan linier, paradigma pemilih juga telah berubah, dengan pemilihan langsung calon pemimpin, masyarakat cenderung akan menilai secara objektif tentang sosok, figur dan ketokohan kandidat.

Tidak berbanding lurusnya dukungan partai dalam pilkada di Sulut terhadap paslon lebih cenderung disebabkan kekuatan sosok, tokoh atau figur yang bersaing, berbeda dengan pemilihan legislatif yang lebih ditentukan latar belakang parpol. Sehingga figur yang populer dan disukai tentunya akan memiliki elektabilitas yang besar.

Selain itu, secara kelembagaan sebuah parpol bisa saja mendukung paslon tertentu, tetapi realitanya belum tentu masyarakat akan memberikan dukungannya. Hal ini disebabkan tidak ada loyalitas dalam pilkada, juga kecil relasinya antara parpol dgn pilihan masa pendukungnya.

Karena kerap kali terjadi para pemilih menyukai partainya namun tidak dengan kandidat yang diusung dalam pilkada kali ini. Hal ini jelas dibuktikan bahwa di antara paslon pilgub, nomor urut 3 ternyata lebih menonjol dan lebih disukai pemilih.

Sehingga tak heran jika lebih populer dan disukai karena pada dasarnya tidak ada aturan khusus yang melarang pemilih jelas diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan yang berbeda sekalipun, baik untuk Kota Manado, maupun provinsi.

Mungkin akan berbeda dengan mereka yang menjadi pengurus partai, harus menunjukkan loyalitas dan soliditas memenangkan paslon yang telah diusung parpol. Walaupun tak jarang pada kenyataannya banyak juga pengurus parpol mengalihkan dukungan.

Preferensi pemilih hingga saat ini sudah semakin terbentuk, dengan beberapa kali kampanye. Serta debat publik, masyarakat pemilih semakin jelas untuk memberikan penilaian tentang siapa kandidat yang mempunyai visi, misi, program, dan konsep jelas untuk Sulut ke depannya, bukan hanya janji belaka tapi real dan masuk akal untuk diwujudkan.

Tetapi perlu juga menjadi perhatian masih ada sebagian besar pemilih di sulut bukanlah pemilih rasional, pemilih tipe ini biasanya memilih atas dasar pertimbanhan radisional dan ekonomi, sehingga tinggal pintarnya paslon bersama tim sukses dalam situasi seperti ini.

Seharusnya perlu dijadikan momentum untuk menjadi pelajaran parpol ketika akan mengusung calon harus benar laku dijual. Karena memiliki kriteria untuk diprediksi memenangkan pilkada, bukan sekadar momen dimana parpol secara kelembagaan mengusung calon tertentu meski tidak memiliki peluang menang, tetapi tetap diusung karena memiliki kekuasaan di parpol dan uang.

Meski tidak akan memenangkan pilkada namun parpol tetap saja mengusungnya. Karena sejatinya parpol akan tetap memenangkan kepentingannya dari calon tersebut, dengan demikian hampi beda-beda tipis antara realistis dan oportunistis. (mjr/ryo/dru/hem)

SUARA MANADO

Olly-Steven
- 95% massa AA-RS
- 60% massa Mor-HJP
- 45% massa PAHAM
- 33% massa SSK-SS

CEP-Sehan
- 67% massa SSK-SS
- 20% massa Mor-HJP
- 19% massa PAHAM

VAP-HR
- 27% massa PAHAM
- 15% massa Mor-HJP
Survei Indonesia Observer

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved