Hari Pahlawan Nasional
10 November 1945 di Surabaya Adalah Pertempuran Terberat Inggris Setelah Perang Dunia 2
Tanggal 10 November Inggris dan Sekutu mengerahkan kekuatan mereka dan menggempur Surabaya dari darat, laut dan udara.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Tewasnya pemimpin tentara Inggris di Surabaya, Brigadir Jenderal Aubertein Walter Sothern Mallaby pada 30 Oktober 1945 menyebabkan terjadinya pertempuran maha dahsyat 10 November 1945 di Kota Surabaya.
Pertempuran yang hingga kini diperingati setiap tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan Nasional.
Kala itu, mobil yang ditumpangi Mallaby didekati seseorang yang kemudian melepaskan beberapa tembakan.
Mallaby menghembuskan nafas terakhir beberapa menit kemudian. Selanjutnya, ada granat yang meledak tepat di dekat mobil yang ditumpangi Mallaby..
Awal Peristiwa

Dikutip dari wikipedia, setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang.
Keadaan ini menimbulkan pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah.
Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945.
Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya.
Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda.
NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan tersebut.
Hal ini memicu gejolak bagi rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.
Tentara Inggris nyaris hancur di Surabaya.

Pada 27 Oktober itu pesawat Inggris terbang di langit Surabaya dan menyebarkan pamflet yang berisi pesan yang menyebutkan, dalam waktu 2 hari rakyat Surabaya harus menyerahkan semua senjata kepada tentara Inggris.
Jika tidak, maka tentara Inggris akan mengambil tindakan tegas dengan tembak di tempat.
Ultimatum Inggris yang menyuruh rakyat dan pejuang Surabaya menyerahkan senjata kepada Inggris, justru dijawab dengan ajakan perang terbuka.
Setelah itu, terjadilah pertempuran sengit selama tiga hari hingga tanggal 29 Oktober.
Para pejuang menyerang markas Brigade 49 Mahratta yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby.
Pasukan Inggris yang ditugaskan di kota Surabaya itu pun terjepit.
Sadar akan datangnya kehancuran bila mereka tidak menyerah, maka para tentara bekas pemenang Perang Dunia II ini pun tanpa malu-malu mengibarkan bendera putih. Simbol menyerah.
Pemimpin tentara Inggris khawatir pasukan mereka akan disapu bersih pejuang Indonesia.
Komandan mereka pun membujuk Soekarno untuk meredakan situasi.
Tanggal 30 Oktober 1945 Soekarno datang dari Jakarta ke Surabaya dan berhasil meredakan amarah arek-arek Suroboyo.
Namun, belum lama Soekarno meninggalkan Surabaya, insiden kembali terjadi, Brigjen A.W.S Mallaby tewas, maka terjadilah pertempuran 10 November yang bersejarah itu.
10 November

Tanggal 10 November Inggris dan Sekutu mengerahkan kekuatan mereka dan menggempur Surabaya dari darat, laut dan udara.
Perang ini mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang luar biasa banyak.
Meski dari sisi Indonesia korban jiwa lebih banyak (terutama rakyat sipil), namun sejarah mencatat perlawanan di Surabaya adalah yang paling heroik di semua pertempuran membela kemerdekaan.
Menurut Merle Calvin Ricklefs, dalam A History of Modern Indonesia Since c.1300, tercatat setidaknya 6.000-16.000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200.000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya sebagai imbas dari pertempuran tersebut.
Sementara itu, taksiran Woodburn Kirby dalam The War Against Japan (1965), korban dari pihak sekutu sejumlah 600-2.000 tentara.
Pada awal pertempuran 10 November, Inggris mengingatkan bahwa mereka akan merebut Surabaya hanya dalam waktu tiga hari.
Nyatanya, perlawanan yang cukup sengit dari rakyat dan pejuang Indonesia membuat pertempuran 10 November berjalan cukup lama. Memakan waktu nyaris 1 bulan.
Pada awal pertempuran saja, baru beberapa jam, Inggris kehilangan Komandan Detasemen Artileri mereka, Brigadir Jenderal Robert Guy Loder Symonds.
Brigjen Robert Guy disebutkan gugur karena pesawat yang ditumpanginya berhasil ditembak jatuh pejuang Indonesia.
Pertempuran di Surabaya bagi Inggris sendiri adalah pertempuran berat yang pernah mereka hadapi setelah Perang Dunia II.
Bahkan para serdadu Inggris mengibaratkan pertempuran di Surabaya dengan sebutan neraka di Timur Jawa.
Latnan Kolonel A.J.F. Doulton dalam buku The Fighting Cock, Being the Story of the 23rd Indian Division 1942-1947, menggambarkan bagaimana tentara Inggris yang sudah lelah dalam berperang diminta bekerja keras kembali untuk menghadapi pejuang Republik.
Doulton menyebut, tentara Inggris seolah harus memasuki gedung mesiu yang siap meledak.
Lord Killearn, Komisioner Istimewa di Asia Tenggara (1946-1948 dalam buku hariannya menulis bahwa membiarkan tentara Inggris bercokol lebih lama di Indonesia adalah suatu tindakan bunuh diri. (*)
Baca juga: Terungkap Video Panas Mirip Gisel, Tak Ada Rekayasa, Pakar Sentil Soal Gorden dan Baju yang Dipakai
Baca juga: Suami Tak Menyangka Istri dan Anaknya Tewas Kecelakaan saat Ia Bonceng, Ceritakan Kronologinya!
Baca juga: PILIH Gambar dan Cek Artinya, Apa Yang Orangtua Rasakan, Tes Kepribadian