Sosok Tokoh
Suharto Berjuang di Masa Pandemi Untuk Hidupi Istri dan 6 Anak, Penghasilan Hanya Rp 20.000 Per Hari
Dampak sepinya pengunjung Kota Tua sangat dirasakan oleh Suharto (65), salah satu orang yang menyewakan sepeda ontel di kawasan tersebut.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Suasana lenggang sudah akrab di Kota Tua sejak pandemi Covid-19 melanda Tanah Air pada Maret 2020 lalu.
Kamis (5/11/2020) siang Kawasan wisata Kota Tua, Jakarta tampak lenggang.
Hanya ada dua hingga tiga orang terlihat melintasi taman di depan Museum Sejarah Jakarta atau yang dikenal sebagai Museum Fatahillah.
Apa mungkin udara sejuk yang menemani hujan sejak pagi tadi menjadi alasan warga Jakarta mengurungkan niat untuk berkunjung ke salah satu ikon Jakarta ini?

Dampak sepinya pengunjung Kota Tua sangat dirasakan oleh Suharto (65), salah satu orang yang menyewakan sepeda ontel di kawasan tersebut.
Suharto mengaku, pemasukannya turun drastis selama masa pandemi. Apalagi, kawasan Kota Tua sempat ditutup untuk umum beberapa waktu lalu.
"Pendapatan jauh sekali, kalau dulu biasa dapat Rp 150.000 sampai Rp 200.000, bisa buat makan, nyimpan (ditabung) buat bayar kontrakan. Kalau hari biasa (masa pandemi) mah boro-boro nyimpen, yang ada habis," kata Suharto saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis.
Apa lacur Suharto harus bertahan dengan pendapatan sebesar Rp 20.000 per hari. Jumlah itu setara dengan biaya sewa sepeda ontel setengah jam.
Tentu saja jumlah itu tidak akan cukup untuk membiayai hidup seorang istri dan enam orang anaknya.
"Anak di rumah nungguin minta jajan ternyata enggak dapet duit ya, mau diapain adanya begini," sambung dia, sambil mengelus sepeda ontel berkelir merah muda miliknya.
Suharto mengaku sudah menggadai motor dan dua ponselnya agar bisa memberi makan anak dan istri.
Kata Suharto, uang hasil menggadaikan motor dan ponsel itu hanya cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari dan makan, belum termasuk biaya kontrakan yang sudah menunggak 8 bulan.
Baca juga: Benarkah Covid-19 Bisa Menular Lewat Air di Kolam Renang? Ini Penjelasannya
Suharto tidak tinggal diam, sekali waktu pernah melamar sebagai kuli panggul. Namun, hasilnya kurang menggembirakan lantaran dia kerap ditolak dengan alasan keterbatasan usia.
Kalaupun beruntung dapat pekerjaan sebagai kuli, kata Suharto, paling banter dirinya kebagian tugas mengaduk semen.
"Saya bela-belain biar anak bisa jajan, saya ikut nguli, ngaduk semen. Tapi susah, kadang enggak diterima karena usia," kata Suharto memelas.