Pilpres AS
Ini yang Terjadi Bila Donald Trump Kalah dari Joe Biden Dalam Pilpres Amerika Serikat
Penghitungan surat suara yang masuk masih dilakukan di sejumlah negara bagian di Amerika Serikat pada hari Rabu (04/11), sehari setelah pemilu.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Penghitungan surat suara yang masuk masih dilakukan di sejumlah negara bagian di Amerika Serikat pada hari Rabu (04/11), sehari setelah pemilu.
Hingga berita ini diturunkan, negara-negara bagian yang masih melakukan kalkulasi surat suara yaitu Nevada, Wisconsin, Michigan, Pennsylvania, Carolina Utara, Georgia dan Alaska.
Semua kemungkinan bisa terjadi dalam pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat.
Salah satunya adalah jika Presiden Donald Trump kalah, namun tak mau mengakuinya.

Inilah beberapa skenario yang dijelaskan oleh pengamat politik AS di Australia, Dr Emma Shortis.
Bagaimana jika Trump mengundurkan diri dan menjadikan Pence presiden?
Bisa saja terjadi.
Dr Shortis mengatakan Trump bisa memenangkan pilpres, kemudian mengundurkan diri dan menyerahkan jabatan presiden kepada wakilnya Mike Pence.
"Kita telah melihat hal itu terjadi dalam sejarah AS, ketika Presiden Richard Nixon mengundurkan diri," jelasnya.
Bila Trump menang masa jabatan kedua, bisakah dia menghadapi pemakzulan untuk kedua kalinya?
Menurut Dr Shortis, tidak ada batasan seberapa banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mendakwa seorang presiden AS.
"Itulah mengapa pemilihan Senat kali ini sangat penting," jelasnya.
"Jika Demokrat memenangkan Senat, hampir pasti mereka akan melakukan pemakzulan terhadap Trump lagi (bila Trump menang)."
Jika kalah, apakah Donald Trump dapat kembali mencalonkan diri pada pilpres 2024?
Baca juga: Ini Dampak Hasil Pilpres AS bagi Perekonomian Sulut Menurut Ekonom Robert Winerungan
Jawabnya, bisa. Di Amerika Serikat, jabatan presiden dibatasi dua periode, dan bisa tidak berurutan (masa periodenya).
Bisakah Trump dihukum jika menolak menerima kekalahan pilpres?
Dr Shortis mengatakan pertanyaan ini cukup rumit.
"Jika dia menolak untuk meninggalkan kantor dan menolak mengakui kekalahannya, itu berarti Konstitusi dan supremasi hukum tidak diakui," katanya.
"Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh rakyat, tapi pada dasarnya baru pada 20 Januari mendatang ketika kekuasaan presiden mengalami transisi."
"Dengan asumsi semuanya berjalan sesuai dengan yang diindikasikan oleh jajak pendapat, maka Biden akan menjadi panglima tertinggi AS pada Januari dan dia dapat memerintahkan militer untuk menyingkirkan Trump (dari Gedung Putih)," jelasnya.
Dr Shortis mengatakan banyak hal yang akan terjadi antara waktu pengumuman pemenang pilpres dan tanggal pelantikan presiden AS 20 Januari 2021.
"Kami akan melihat krisis konstitusional sepenuhnya (bila Trump menolak untuk menyerah). Menurut saya penyelesaiannya tidak akan mudah," katanya.
Persaingan Ketat Penghitungan Suara Pemilu AS
Dewan kota Philadelphia yang merupakan kota terbesar di Pennsylvania, mengumumkan bahwa ada lebih dari 350.000 suara yang masuk lewat pos. Sejauh ini, baru sekitar 141.000 surat suara di antaranya yang telah dihitung.
Meskipun masih belum ada hasil akhir dari banyak negara bagian penting di AS, Presiden AS Donald Trump telah menyatakan diri sebagai pemenang pemilu tanpa memberikan bukti apa pun. Trump juga berbicara tentang penipuan terhadap para pemilih dan mengumumkan bahwa dia akan membawa masalah ini ke Mahkamah Agung.
Ketakutan akan hasil yang kontroversial dalam pemilihan presiden AS membuat khawatir para investor di bursa saham terpenting Jerman.
Pada pembukaan Rabu (04/11) indeks acuan Jerman DAX anjlok 1,5 persen menjadi 11.903 poin, namun kembali pulih secara signifikan pada sore harinya.
"Sekarang benar-benar terjadi, apa yang sebenarnya sama sekali bukan skenario impian dari bursa saham menjelang pemilihan presiden AS," kata Jochen Stanzl dari rumah perdagangan CMC Markets.
"Kami melihat situasi di mana mimpi buruk menjadi kenyataan, karena sekarang ini sudah berbicara mengenai pertarungan hukum," ujar analis Naeem Aslam dari perusahaan pialang Avatrade. Ketidakpastian ini membuat para investor resah, terutama setelah Trump menggunakan kata "penipuan".
Baca juga: Donald Trump Mendadak Protes dan Minta Penghitungan Suara Pilpres AS Dihentikan, Ada Apa?
Indeks Nikkei tunjukan angka positif
Di Tokyo, indeks Nikkei sebelumnya menguat 1,7 persen menjadi 23.695 poin, menjadikannya naik ke level tertinggi sejak Februari.
Investor awalnya berharap kepada penantang dari Partai Demokrat AS Joe Biden dan berharap paket stimulus yang besar. Tetapi kekhawatiran yang kemudian dipicu kontroversi hasil pemilu membatasi laju kenaikan.
Sementara di Shanghai, Cina, pasar saham sedikit menguat. Indeks perusahaan terpenting di Shanghai dan Shenzhen naik 0,8 persen. Indeks MSCI untuk saham Asia di luar Jepang juga naik 0,9 persen.
"Kita harus bisa bekerja sama dengan setiap presiden" Bagi Marcel Fratzscher, kepala Institut Penelitian Ekonomi Jerman (DIW), tidak ada "perbedaan yang sangat mendasar terkait siapa yang akan menjadi pemenang. Keduanya sangat fokus pada penguatan pasar domestik dalam beberapa tahun mendatang," ujar Fratzscher dalam sebuah wawancara dengan DW. Namun bagi Jerman, ada "banyak yang dipertaruhkan karena ekonomi kita sangat bergantung pada ekspor."
Anton Börner, kepala asosiasi perdagangan luar negeri BGA, juga berpendapat serupa. AS adalah pasar penjualan terpenting di Jerman.
"Kita harus bisa bekerja sama dengan setiap presiden. Sangat penting bagi Eropa untuk merumuskan dengan jelas kepentingan ekonomi dan politiknya dan ingin menegakkannya. Jerman dan Prancis harus mengemban tugas kepemimpinan ini bersama-sama."
Christoph Schmidt, Presiden RWI - Leibniz Institute for Economic Research dan salah satu ekonom paling terkenal di Jerman mengatakan bahwa sasil pemilu AS masih tidak jelas dan hasil akhirnya mungkin akan datang dalam waktu yang lama.
Karena itu, AS akan menghadapi minggu-minggu yang sulit dan mungkin bahkan berbulan-bulan ke depan. Bagi mitra dagang AS seperti Jerman, ini adalah "situasi sulit yang ditandai dengan ketidakpastian yang besar.
Karenanya, para pelaku ekonomi akan sangat berhati-hati, menunggu dan melihat bagaimana perkembangan situasi," kata Schmidt.
"Pasar keuangan lebih condong kepada Biden" Holger Schmieding, kepala ekonom di Berenberg Bank, mengatakan akan "buruk bagi Jerman dan Eropa" apabila Trump sampai menjadi Presiden AS selama empat tahun lagi. Sengketa bea cukai dapat kembali membebani industri otomotif, ujar Schmieding kepada DW.
Baca juga: SADIS Aksi Pelaku Pembunuhan Guru Ngaji, Mulut Dibekap & Aniaya Korban, Lalu Dimasukan ke Sumur
"Konflik perdagangan juga cenderung meningkat lagi." Pasar keuangan lebih memilih untuk mengharapkan Joe Biden, "karena dengan demikian paket stimulus ekonomi yang beredar bisa lebih besar."
Bila Biden menjadi presiden, pasar berharap adanya program stimulus ekonomi besar, dan kemungkinan kenaikan pajak bagi perusahaan dan rumah tangga yang pendapatan tinggi.
Fokus kebijakan perdagangan akan lebih sedikit pada tarif baru, tetapi meningkatnya defisit dalam perdagangan luar negeri AS akan membuat Biden berada di bawah tekanan.
"Jika Trump menang, dolar akan terapresiasi dalam jangka pendek," demikian menurut Dirk Clench dari LBBW. Perkiraan ini berdasar dari pengalaman kemenangan Trump secara mengejutkan pada pemilu 2016. Selain itu, Trump kemungkinan akan memicu konflik geopolitik, alih-alih membantu meredamnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Apa yang Terjadi Bila Donald Trump Kalah Dalam Pilpres Amerika Serikat dan Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News. Serta Ikuti berita terkini dari Australia di ABC Indonesia.