Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pajak Ekspor

Diduga Ada Kebocoran Pajak Ekspor Pup Larut Rp 1,9 Triliun, Indonesia-China Beda Data

Mengejutkan. Ada perbedaan data antara Indonesia dan China terkait ekspor pulp larut Indonesia. Hal ini diungkap Koalisi Forum Pajak Berkeadilan

Editor: Aswin_Lumintang
istimewa
Direktur Executive Prakarsa, Maftuchan 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Mengejutkan. Ada perbedaan data antara Indonesia dan China terkait ekspor pulp larut Indonesia.

Hal ini diungkap Koalisi Forum Pajak Berkeadilan merilis laporan bertajuk "Mesin Uang Makau".

Sesuai laporan itu disebutkan terdapat dugaan praktik pengalihan keuntungan dan kebocoran pajak pada ekspor pulp larut Indonesia.

Senado Square, Makau | shutterstock
Senado Square, Makau | shutterstock ()

 
Praktik tersebut diperkirakan berpotensi mengakibatkan kebocoran pajak sebanyak Rp1,9 triliun.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan, menerangkan praktik pengalihan keuntungan itu dilakukan dengan salah-klasifikasi kode sistem harmonisasi (harmonized systems-HS).

Kode HS ini menjadi standar pengkodean barang dalam perdagangan internasional.

“Kami meyakini adanya indikasi bahwa praktik ini berhubungan dengan upaya penghindaran pajak oleh PT Toba Pulp Lestari Tbk pada periode 2007-2016 dan APRIL Grup pada periode 2016-2018,” kata Ah Maftuchan dalam konferensi pers virtual "Mesin Uang Makau", Selasa (3/11/2020).

Maftuchan menerangkan, PT Toba Pulp Lestari tercatat telah menjual pulp larut ke perusahaan pemasarannya di salah satu negara surga pajak, yakni Makau.

Pulp tersebut dicatatkan dengan kode HS 470329, kode perdangangan untuk pulp kelas-kertas.

Namun, penelisikan terhadap data perdagangan antar-negara menunjukkan bahwa otoritas di Cina justru mencatat menerima kiriman dissolving pulp dari Indonesia.

Dissolving pulp (pulp larut) tercatat dengan kode HS 470200, dan harganya jauh lebih tinggi dibanding pulp grade kertas.

Sementara Peneliti AURIGA Nusantara, Mouna Wasef, menambahkan bahwa sepanjang 2007-2016, total ekspor pulp larut Indonesia tercatat sebanyak 150.000 ton, namun Cina mencatat mengimpor pulp larut dari Indonesia sebanyak 1,1 juta ton.

“Padahal, sepanjang periode tersebut hanya TPL yang memproduksi pulp larut di Indonesia,” jelas Mouna.

Perusahaan pemasaran produk PT Toba Pulp Lestari di Makau pada saat itu adalah DP Marketing International Limited (DP Macao).

Berdasarkan kontrak keagenannya, kata Mouna, DP Macao tampak berperan sebagai agen tunggal pemasaran dan penjualan produk Toba Pulp Lestari di luar negeri, termasuk penjualan terhadap afiliasinya yang lain.

Imbuhnya, tidak ditemukan catatan adanya penjulan Toba Pulp Lestari ke luar negeri yang tidak melalui DP Macao.

Sebaliknya, tidak ditemukan petunjuk DP Macao membeli produk sejenis selain dari Toba Pulp Lestari.

Selama 2007-2016, Toba Pulp Lestari tampak salah-lapor jenis pulp ekspornya, dengan mengklasifikasi pulp larut sebagai pulp kelas-kertas yang nilainya lebih rendah, saat melakukan penjualan ke DP Macao.

Namun, dikatakannya, ketika kemudian menjualnya ke para pembeli di Tiongkok, DP Macao terindikasi menerbitkan faktur penjualan pulp larut, tentu pada yang harga jauh lebih tinggi.

Dengan demikian, DP Macao mendapatkan sebagian besar nilai perdagangan pulp larut yang diproduksi Toba Pulp Lestari selama 2007-2016.

"Mengingat bahwa Makau adalah yurisdiksi bertarif pajak rendah, pengaturan penjualan seperti ini patut diduga sebagai upaya penghindaran kewajiban pajak badan di Indonesia," kata Mouna.

Laporan Forum Pajak Berkeadilan itu menghitung besaran dugaan pengalihan keuntungan yang dilakukan Toba Pulp Lestari, yang secara buku berakibat lebih rendahnya pendapatan perusahaan di Indonesia sekitar 426 juta dolar AS, sepanjang 2007-2016.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved