ILC TV One
Di ILC, Prof. Andi Hamzah Sorot Kasus Pencurian Bebek yang Dijatuhi Hukum Pidana: Hal Sepeleh
Prof Andi Hamzah juga menyoroti sejumlah undang-undang baik menyangkut sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Program Indonesia Lawyers Club (ILC) edisi tanggal 3 November kembali hadir.
Beberapa sosok yang merupakan tokoh nasional, diantaranya Fahri Hamzah, Rafli Harun, Said Didu, Rocky Gerung juga Fajroel Rachman, hadir langsung dalam acara tersebut.
Presiden ILC TV One, Karni Ilyas yang memandu langsung program yang tayang di TV One tersebut, memberikan kesempatan secara adil kepada narasumber yang hadir.
Sementara Prof. Andi Hamzah, turut pula mengambil bagian dalamemberikan pandangannya secara virtual.
Bahkan dalam sorotannya, Prof. Andi Hamzah juga menyebut sejumlah hal yang mestinya tak boleh dilakukan oleh DPR RI saat membahas UU ITE.
Prof Andi Hamzah juga menyoroti sejumlah undang-undang baik menyangkut sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
Bahkan disebutkan pula bahwa tak semua hal buruk harus masuk ke ranah hukum pidana.
"Saya pernah ditelepon dari Australia yang mempertanyakan sebuah kasus hukum yang dilakukan di Bekasi. Hal yang ditanyakan, adalah mengapa kasus pencurian seekor bebek yang terjadi di Bekasi, pelakunya harus divonis hukum pidana?
"Padahal sanksi yang mestinya dijatuhkan adalah memerintahkan oknum pelaku untuk mengembalikan atau menggantikan bebek yang telah dicuri."
Bahwa perbuatan mencuri bebek merupakan hal yang buruk. Tapi keburukan hal tersebut sesungguhnya bisa disanksi dengan sanksi sosial, bukan hukuman pidana.
Prof. Adi Hamzah juga menyebutkan bahwa di Belanda saat ini, kasus pidana yang hukumannya di bawah 6 tahun, bisa diselesaikan oleh jaksa.
Jaksa dibolehkan menyelesaikan kasus itu dengan cara meminta pelaku mengembalikan kerugian yang timbul dari kasus yang dilakukannya.
Jadi dalam kasus tersebut, jaksa tidak perlu melanjutkan perkaranya ke tingkat pengadilan. Sebab aturan membolehkan hal itu.
Tapi yang terjadi selama ini, kata Prof. Andi Hamzah, banyak hal sepeleh yang diproses secara hukum hingga dilanjutkan oleh jaksa ke pengadilan. Padahal ada sanksi lain yang lebih cocok untuk kasus sepeleh tersebut.
Sementara menyangkut UU ITE, disebutkan bahwa yang diatur itu misalnya penipuan melalui ITE dan lainnya.
Sedangkan perihal penghinaan telah diatur dalam KUHP.
Ketika ditanya apakah dirinya juga turut membahas UU ITE yang telah disahkan, Prof. Andi Hamzah mengungkapkan bahwa jika dirinya ikut, maka ada banyak hal yang pasti diprotesnya.
"Waktu itu saya tidak ikut. Kalau saya ikut, pasti ada banyak hal yang saya protes," kata Prof. Andi Hamzah menjawab pertanyaan Karni Ilyas, apakah dirinya ikut dalam pembuatan atau pembahasan UU ITE tersebut.
Ia langsung mengklarifikasi bahwa hanya menghadiri sejumlah pembahasan undang-undang, yakni UU Pencucian Uang, UU Korupsi dan UU Terorisme.
Seusai mengungkapkan itu dan sesaat sebelum rehat, Karni Ilyas pun melontarkan pernyataan, bahwa kontra itu tak seharusnya berarti melawan pemerintah.
Kontra yang dimaksud Karni Ilyas, adalah realitas kritikan sosial termasuk dalam pelbagai aksi unjuk rasa yang menolak keputusan pemerintah, masuk dalam UU ITE yang berarti mengancam kebebasan berpendapat.
Sementara Said Didu menyoroti sejumlah item pembangunan di Indonesia yang disebutnya sebagai mangkrak.
Proyek pembangunan itu mangkrak karena beberapa sebab, diantaranya, pelaksanaan dan pengawasannya tak dilakukan secara baik.
Said Didu merupakan mantan pegawai negeri sipil yang terpaksa mengundurkan diri karena terlalu vokal mengkritisi atasan, mengungkapkan kebobrokan yang terjadi dalam tubuh birokrasi.
Profil Said Didu
Pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, 2 Mei 1962 ini bernama Muhammad Said Didu. Lulus SMA, ia kuliah di Jurusan Teknik Industri di Institut Pertanian Bogor (IPB). Ia menggondol gelar insinyur pada tahun 1985.
Terkait pendidikannya ini, Said Didu menuntaskannya hingga meraih gelar doktor di kampus yang sama dengan predikat Summa Cum Laude.
Namun, untuk kariernya, ia memulai sebagai birokrat di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tahun 1987.
Di BPPT, jabatannya pun merangkak naik. Dari staf, peneliti, pimpinan proyek, Direktur Teknologi Agroindustri hingga menjadi Tim Ahli Tim Ahli Menristek/Kepala BPPT pada 2004.
Karier birokratnya makin moncer saat Said Didu diangkat menjadi Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ia menjalaninya sebagai sekertaris BUMN dari tahun 2005-2010.
Di tengah kesibukannya sebagai orang nomor dua di Kementerian BUMN itu, Said Didu juga dipercaya dengan beberapa jabatan penting.
Di antaranya, sebagai Komisaris Independen PTPN IV periode 2006-2008, Komisaris Utama PTPN IV pada 2008, dan Komisaris PT Bukit Asam Tbk (PTBA) 2015.
Selain itu, di masa kabinet Kerja Jokowi, Said Didu menjadi Staf Khusus Menteri ESDM Sudirman Said pada 2014. Setelah Sudirman Said dicopot pada 2016, Said Didu pun mundur dan mulai terlihat kritis terhadap kebijakan penguasa.
Lewat akun media sosialnya, Said Didu yang pakar dalam bidang energi ini makin tersohor sebagai pengritik pemerintah.
Kritikannya tak hanya soal kebijakan pemerintah soal energi seperti Freeport, tapi juga terhadap kebijakan politik lainnya. Akibatnya, Said Didu diberhentikan dari Komisaris PT Bukit Asam Tbk pada 2018.
Bahkan untuk leluasa mengkritik pemerintah, Said Didu yang sudah mengabdi 32 tahun 11 bulan 24 hari ini mengajukan pengunduruan diri sebagai pegawai negeri per 13 Mei 2019.
BERITA TERKINI TRIBUNMANADO:
Baca juga: Hasil Lobi Prabowo, Jepang Siap Bantu Indonesia Lawan China di Laut China Selatan
Baca juga: Tiga hari Berturut-turut Kasus Corona di Indonesia di angka 2.000, Ini Kata Jubir Satgas
Baca juga: Pria dan Wanita Berseragam Pegawai Sedang Asyik di Mobil, Terlihat saat Menaikkan Celana
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO OFFICIAL:
Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Serunya ILC TV One Tadi Malam: Prof. Andi Hamzah Ungkap Hal Kontra Sanksi Sosial Vs Sanksi Pidana