Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Bolsel

Herson Mayulu Imbau Warga BMR Selesaikan Polemik Pentas Pingkan Matindas Dengan Elegan

"Hati boleh panas tapi pikiran tetap dingin," kata dia kepada Tribun Manado via ponsel Senin (2/11/2020) malam.

Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
Istimewa
Herson Mayulu. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Anggota DPR RI yang juga tokoh Bolaang Mongondow Raya (BMR) Herson Mayulu mengajak warga BMR menyikapi polemik pentas seni Pingkan Matindas yang dituding melecehkan Mongondow dengan tenang dan kepala dingin.

"Hati boleh panas tapi pikiran tetap dingin," kata dia kepada Tribun Manado via ponsel Senin (2/11/2020) malam.

Ia menuturkan, jangan sampai masalah tersebut merusakkan kerukunan antar etnis yang sudah terbina baik selama ini. Apalagi di tahun politik yang panas tensinya.

"Jangan nila setitik merusak susu sebelanga," katanya.

Cara yang elegan, sebut dia, adalah menempuh jalur hukum dengan menggugat panitia. Dengan begitu, segalanya akan terkuak dan keadilan ditegakkan.

"Bisa saja ini sengaja digelar untuk membuat gaduh pelaksanaan pesta demokrasi di Sulut," katanya.

Ia mengimbau kepada pihak pihak yang tersangkut dengan pagelaran seni itu bersikap gentle dengan meminta maaf secara terbuka
kepada warga BMR.

"Apapun alasannya mereka telah menyinggung orang Mongondow," kata dia. (art)

Dinilai Rasis

Diketahui, Pagelaran teater Pingkan Matindas : Cahaya Bidadari Minahasa yang dipentaskan Institut Seni Budaya Independen Manado (USBIMA) di gedung eks kantor DPRD Sulut Sabtu (31/10/2020) menuai kecaman semua elemen masyarakat Bolaang Mongondow Raya (BMR).

Pentas yang disutradarai Achi Breyvi Talanggai dinilai melecehkan entis BMR.

Pasalnya, Raja Loloda Mokoagow, tokoh yang disakralkan warga BMR digambarkan sebagai maniak seks. Ia juga dinarasikan tewas di tangan prajuritnya sendiri atas perintah Pingkan dan potongan kepalanya dipertontonkan.

Budayawan BMR Sumitro Tegela, dalam akun Facebook miliknya menyebut, lakon itu menyinggung
warga adat BMR.

"Leluhur raja Loloda Mokoagow mendapat gelar kehormatan dalam sejarah adat budaya Bolaang Mongondow tetapi menjadi tak manusiawi dalam lakon pentas teatrikal Cahaya Bidadari Minahasa," katanya.

Menurut dia, mustinya novel fiksi yang jadi rujukan teater itu tak perlu ditampilkan lagi.Novel itu, sebut dia, merupakan produk Sekolah Hofdenschool Belanda hingga bias rasisme.

Sumber: Tribun Manado
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved