Human Interest Story
Servie Jualan Cakalang Fufu dengan Berbagai Inovasi, Meski Kondisi Pasar Lesu
Ketangguhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia kembali diuji dalam menghadapi dampak ekonomi
Penulis: Andreas Ruauw | Editor: David_Kusuma
TRIBUNMANADO.CO.ID, TONDANO - Ketangguhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia kembali diuji dalam menghadapi dampak ekonomi akibat penyebaran virus korona Covid-19.
Pasalnya, UMKM adalah kelompok usaha yang dinilai paling rentan terhadap dampak yang timbul akibat wabah Covid-19.
Hal itu dikarenakan jenis usaha ini sangat bergantung pada perputaran uang hasil penjualan barang dagangan.
Kondisi ini pun membutuhkan dukungan pemerintah. Seperti memprioritaskan stimulus untuk usaha mikro, kecil, dan menengah, karena selama pandemi Covid-19, UMKM mengalami tekanan cukup dalam.
Baca juga: Sunardy Kadullah Sebut Program Rp 10 Juta Per-KK di Luar Akan Sehat
Baca juga: Peringati Sumpah Pemuda, MilenialOlly: Pilih Pemimpin Visioner, Lihat Rekam Jejaknya
Baca juga: Komda Pemuda Katolik Sulawesi Gelar Gelar Musda 2020 di Pineleng
Namun sayang, kebijakan restrukturisasi kredit yang digadang-gadang pemerintah agar bisa membantu UMKM justru tidak tepat sasaran. Hal itu diungkapkan oleh Servie Kilis (53).
"Saya bukan bermaksud untuk berharap ke pemerintah, namun diketahui telah terjadi kekeliruan dalam pendataan restrukturisasi kredit tersebut. Seperti ada individu yang bukan termasuk organisasi UMKM malah menerima bantuan itu," ungkap pemilik usaha Cakalang Fufu ini, Kamis (29/10/2020).
"Tolong lah pemerintah agar diperhatikan ini. Diharapkan setiap bank lakukan survey atau minimal lebih teliti lagi kalau mendata pemilik usaha yang membutuhkan bantuan," harapnya.
Servie Kilis adalah salah satu dari ratusan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Sulawesi Utara yang terdampak pandemi Covid-19.
Baca juga: Besok Pengumuman Rekrutmen CPNS Minsel Bisa Dilihat di Masing-Masing Instansi Pelamar
Bahkan diakuinya usaha Cakalang Fufu yang dulu bisa meraup keuntungan hingga Rp 60 jutaan kini anjlok sampai sekitar Rp 5 juta saja.
"Keuntungan Rp 5 juta itu pun kalau ada langganan yang memesan, kalau tidak maka keuntungan hanya Rp 4 jutaan malah dan nilai tersebut sudah disesuaikan dengan bahan baku. Memang, jatuhnya omzet saat ini bisa dikatakan hingga 80 persen dan diperparah dengan pemasaran yang sudah terbatas," ujar Kilis.
"Pemasaran yang dulunya bisa diekspor ke Amerika kini sudah tidak bisa lagi, karena kami masih menggunakan layanan hand carry sehingga ekspor-impor dilarang gitu. Jadi untuk saat ini penjualan sebatas lokal dan nasional saja dulu," lanjutnya.
Dirinya juga mengaku telah memberhentikan sementara beberapa pekerjanya.
Baca juga: Peringati Sumpah Pemuda, MilenialOlly: Pilih Pemimpin Visioner, Lihat Rekam Jejaknya
"Kalau dulu ada empat hingga lima orang yang kebanyakan dari warga lokal, kini tinggal mempekerjakan satu orang saja," ungkapnya.
Sevie mengatakan, berbagai terobosan dan strategi agar mampu bertahan di tengah lesunya ekonomi sedang ia upayakan.
"Saat ini kami sedang menyusun sebuah aplikasi mobile untuk mendukung sistem pemasaran agar jualan para pelaku UMKM ini bisa dijangkau oleh semua orang," tandasnya.