Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

2 Tahun Lion Jatuh

2 Tahun yang Lalu Pesawat Lion Air JT-610 Jatuh, 189 Orang Meninggal, Pilot Sempat Minta RTB

Dua tahun yang lalu, tepatnya 29 Oktober 2018 terjadi kecelakaan pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT- 610.

Editor: Alexander Pattyranie
Tribunnews.com
(Ilustrasi) Pesawat Boeing 737 Max series. 

Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Michael A Purwoadi menjelaskan, garis arah pergerakan pesawat yang akan menuju Pangkal Pinang

itu terhenti ketika pesawat berada di perairan utara Jabar.

Ketika itu, ATC di Bandara Soekarno- Hatta kehilangan kontak karena posisi pesawat sudah

terlalu rendah, di luar jangkauan radar.

Pada data pantauan radar ada dua grafik yang masing-masing menunjukkan kecepatan dan ketinggian.

Di citra terindikasi pesawat yang tinggal landas pada 23.20 UTC (koordinat waktu universal) atau 06.20 WIB

mulai menunjukkan masalah sekitar empat menit mengudara, kemudian menurun tajam ketinggiannya.

Namun, kecepatannya meninggi hingga berhenti pada 23.32 UTC atau 06.32 WIB,

yaitu setelah 12 menit terbang.

Sebab ledakan

Menurut pakar teknologi penerbangan yang juga Kepala Jurusan Penerbangan Institut Teknologi Bandung

Toto Indrayanto, kecepatan pesawat pada bagian akhir lebih dari 370 knot atau 685 kilometer per jam.

Dengan kecepatan sebegitu cepat, ketika membentur air, efeknya sama saja seperti

membentur permukaan padat. Karena terlalu cepatnya, air tidak sempat menyibak lebih dahulu.

Hal inilah yang mengakibatkan ledakan.

Dia menjelaskan, mungkin ada kebakaran timbul akibat benturan itu karena bahan bakar masih penuh,

tetapi kebakaran cepat padam oleh air di sekelilingnya.

Dari ketinggian 1.200 meter pesawat meluncur ke bawah dengan kecepatan 685 km per jam atau 190,3 meter per detik.

Dalam waktu 6,3 detik, pesawat sudah membentur permukaan laut.

Proses penurunannya berlangsung sangat cepat sehingga tidak diketahui penduduk di sekitar kejadian.

Mereka hanya mendengar ledakannya.

Diberitakan Harian Kompas, 3 November 2018, setelah kecelakaan itu, Menteri Perhubungan kala itu,

Budi Karya Sumadi mengeluarkan beberapa kebijakan.

Kebijakan itu di antaranya membebastugaskan direktur teknik dan meninjau penerapan standar

keselamatan penerbangan di maskapai berbiaya murah atau low cost carrier tersebut.

Keluarnya kebijakan ini mengindikasikan penyelidikan penyebab musibah pesawat berpenumpang 181 orang

dengan 8 awak tersebut mengarah pada pihak manajemen perusahaan, bukan hanya pada aspek

teknis kondisi pesawat dan tindakan pilot saat kejadian.

Direktur Teknik Lion Air sebagai pihak yang bertanggung jawab pada kelaikan pesawat yang akan diterbangkan dibebastugaskan selama penyelidikan kasus kecelakaan ini.

Dikutip Kompas.com, 29 Oktober 2019, berdasarkan bukti rekaman data dan percakapan selama penerbangan, KNKT menyimpulkan bahwa kopilot tidak familiar dengan prosedur, meski ditunjukkan cara mengatasi pesawat saat training.

KNKT juga menyimpulkan ada sembilan faktor yang berkontribusi pada kecelakaan tersebut.

Secara garis besar adalah gabungan antara faktor mekanik, desain pesawat, dan kurangnya dokumentasi tentang sistem pesawat.

Selain itu, faktor lain yang berkontribusi adalah kurangnya komunikasi dan kontrol manual antara pilot dan kopilot beserta distraksi dalam kokpit.

(Kompas.com/Nur Fitriatus Shalihah)

BERITA TERPOPULER :

Baca juga: Wanita Cantik Menjadi Transgender Bertubuh Kekar Agar Masuk Militer AS, Demi Ayah yang Sekarat

Baca juga: Pemkot Tomohon Anggarkan 117 Juta Khusus Untuk Iuran BPJS Kesehatan Anggota Linmas

Baca juga: Kisah Dokter Transgender Cantik Tangani Pasien Covid-19, Banyak yang Kaget Saat Tahu Identitas Asli

TONTON JUGA :

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hari Ini dalam Sejarah: Kecelakaan Pesawat Lion Air JT-610, 189 Orang Meninggal"

https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/29/143000465/hari-ini-dalam-sejarah--kecelakaan-pesawat-lion-air-jt-610-189-orang.

Penulis : Nur Fitriatus Shalihah

Editor : Sari Hardiyanto

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved