Pilpres Amerika Serikat 2020
Rusia dan Iran Dituding Intelijen AS Berusaha Kacaukan Pilpres Amerika 2020
Pemilihan Presiden Amerika Serikat kabarnya diganggu negara luar. Menariknya hal ini diutarakan intelijen
TRIBUNMANADO.CO.ID, WASHINGTON - Pemilihan Presiden Amerika Serikat kabarnya diganggu negara luar. Menariknya hal ini diutarakan intelijen negara Paman Sam tersebut.
Direktur Intelijen Nasional (DNI) Amerika Serikat (AS) John Ratcliffe telah mengumumkan bahwa intelijen AS memiliki bukti Rusia dan Iran berupaya mengacaukan opini publik terkait Pemilu AS.
"Pertama, kami telah mengkonfirmasi bahwa Iran telah memperoleh beberapa informasi tentang pendaftaran pemilih, dan secara terpisah ini juga dilakukan oleh Rusia," kata Ratcliffe dalam pidato yang disampaikan pada Rabu malam kepada publik AS.
Data ini, kata dia, dapat digunakan oleh aktor asing untuk menyampaikan informasi palsu kepada pemilih terdaftar.
Baca juga: Pemilu AS 2020: Ini yang Perlu Diketahui Soal Debat Terakhir, Mikrofon Lawan Bicara Akan Dimatikan
"Mereka berharap ini akan menyebabkan kebingungan, menimbulkan kekacauan dan merusak kepercayaan rakyat AS pada demokrasi Amerika," tegas Ratcliffe.
Baca juga: Mantan Sangadi Duminanga Sebut Iskandar-Deddy Adalah Pilihan yang Waras
Baca juga: Sule Dikabarkan Sudah Menikah Siri, Pacar Nathalie Holscher Spontan Singgung soal Kabar Burung
Dikutip dari laman Sputnik News, Kamis (22/10/2020), ia merinci bahwa pejabat intelijen AS telah menemukan bukti bahwa Iran mengirim email palsu yang dirancang untuk mengintimidasi pemilih, menghasut untuk menimbulkan kerusuhan sosial, dan merusak nama Presiden AS Donald Trump.
Mengutip Departemen Keamanan Dalam Negeri serta pejabat pemerintah federal dan lokal lainnya di AS, Washington Post melaporkan bahwa pada Rabu pagi, email itu diklaim berasal dari alt-right, kelompok pro-Trump Proud Boys.
Baca juga: Jadwal Debat Pemilu AS 2020 Kamala Harris vc Mike Pence, Catat Tanggal dan Waktunya
Padahal sebenarnya itu dikeluarkan sebagai bentuk dari kampanye penipuan yang menggunakan kerentanan dalam jaringan online.
Banyak pengamat yang menilai metadata yang dikumpulkan dari lusinan email tersebut menunjukkan penggunaan server yang berada di Arab Saudi, Estonia, Singapura, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Ratcliffe menegaskan Iran juga berada di balik video yang secara keliru 'menyiratkan' bahwa ada kemungkinan bagi individu untuk memberikan suara palsu, bahkan dari luar negeri.
Melihat upaya ini, para ahli pemilu memandang strategi yang diperlihatkan dalam video itu sebagai taktik untuk menakut-nakuti.
Namun hal itu dinilai tidak akan berhasil, walaupun mungkin telah disebarluaskan untuk merusak kepercayaan rakyat AS pada proses pemilu.
Kendati demikian, Jaksa Agung AS Bill Barr pernah bersaksi selama sidang Komite Kehakiman pada 28 Juli lalu bahwa aktor asing dapat mengubah hasil pemilihan melalui surat suara.
"Meski kami belum melihat tindakan yang sama dari Rusia, kami sadar mereka telah mendapatkan beberapa informasi terkait pemilih, seperti yang mereka lakukan pada (Pemilu AS) 2016," jelas Barr.
DNI tidak mengungkapkan bagaimana Rusia memperoleh informasi tersebut.
Di sisi lain, pejabat AS mengungkapkan pada 2018 lalu, mereka tidak memiliki bukti bahwa daftar registrasi yang diduga dipindai dan diselidiki oleh Rusia itu telah diubah dengan cara apapun.
"Yakinlah bahwa kami siap untuk kemungkinan adanya tindakan yang dilakukan oleh mereka yang memusuhi demokrasi," tutur Ratcliffe.
Baca juga: Pjs Bupati Clay Dondokambey Optimistis Minut Lolos Penilaian Daerah Bebas Malaria
Baca juga: HASIL LENGKAP Liga Champions: El Real Tumbang, Barca hingga Munchen Menang, Atalanta Menakutkan
Sementara itu, Direktur FBI Direktur Biro Investigasi Federal Chris Wray juga berbicara kepada warga Amerika pada Rabu malam dan berpendapat bahwa meskipun ada dugaan campur tangan asing, pemilih AS harus meyakini bahwa tidak ada cara bagi aktor asing tersebut untuk mengubah suara mereka.
"Anda harus yakin bahwa suara anda dihitung. Klaim awal yang bertentangan dan tidak diverifikasi, harus dilihat dengan skeptisisme yang sehat," kata Wray.
Ia juga mencatat bahwa otoritas federal bekerja sama dengan sektor swasta, termasuk perusahaan media sosial, untuk memastikan bahwa platform mereka tidak menjadi media penyebaran disinformasi dan propaganda menjelang 3 November mendatang.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/manado/foto/bank/originals/joe-biden-dan-donald-trump-debat-pilpres-2020.jpg)